Pendidikan adalah wewenang yang dimiliki oleh setiap warga negara, sebagai halnya yang tertulis dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat 1 bahwa "Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan". Seperti dengan anak berkebutuhan khusus (inklusi) juga mempunyai hak yang sama dalam mendapatkan pendidikan.Â
Anak berkebutuhan khusus memperoleh pendidikan di Sekolah Luar Biasa ataupun di Sekolah Inklusi. Selanjutnya, untuk dapat menumbuhkan potensi atau bakat yang dimiliki anak yang berkebutuhan khusus, perlu dilakukan pengenalan dan asessmen. Pengenalan yaitu kegiatan penjaringan yang dilakukan untuk mendapatkan anak berkebutuhan khusus yang perlu memperoleh program pendidikan khusus. Pengenalan adalah langkah pertama untuk mengetahui apakah anak mengalami gangguan atau kelainan. Dengan adanya pengenalan para guru dapat mengelompokan siapa saja yang mengalami kebutuhan khusus dan dapat disebut anak berkebutuhan khusus.
Ahmad Satriya, siswa kelas 4 SDN 5 karanggondang kecamatan Mlonggo kabupaten Jepara dia terlihat rajin menulis didampingi seorang guru. Sering kali mereka terlihat berbicara akan tetapi berbeda dengan komunikasi pada umumnya, guru yang mendampingi Satriya dengan sabar beberapa kali mengulang jawaban yang ditanyakan oleh anak lelaki tersebut sehingga Satriya benar-benar memahami. Satria adalah anak yang berkebutuhan khusus, Satriya seorang anak yang hidup bersama orang tuanya, tetapi bukan orang tua kandung.Â
Pada saat masih kecil, Satriya adalah anak yang normal seperti anak-anak pada umumnya, namun saat dia sekolah TK, Satriya sakit demam yang demamnya sangat tinggi, sehingga menyebabkan satriya menjadi anak yang memiliki keterbelakangan mental (Tuna Grahita). Untuk kondisi pada saat ini, Satria sudah mulai membaik tetapi masih perlu dampingan orang tua atau gurunya ketika di sekolah, untuk emosi sendiri Satriya dapat mengontrolnya dengan wajar, tetapi jika ada sesuatu yang tidak disukai, Satriya akan diam ke semua orang, jadi harus di ajak bicara terus agar moodnya kembali lagi.Â
Ketika Satriya di sekolah, Satriya dapat melakukan kontak main, namun terkadang teman-temanya takut apabila diajak main oleh Satriya, karena mungkin dari kondisi Satriya yang kekurangan. Satriya bisa memegang pensil dan benda lain dengan benar seperti anak-anak lainnya, akan tetapi Satriya tidak dapat mengenal huruf, namun jika di tanya Satriya mau menjawabnya, Satriya hanya bisa mengenal huruf A saja. Ketika pada saat pembelajaran di kelas dan guru bertanya, Satriya dapat menjawab pertanyaan dengan baik, tetapi jika disuruh mengulang kembali jawaban tersebut dia lupa. Satriya juga mampu untuk berhitung dari angka 1 sampai 10, tetapi harus urut, jika ditanya oleh guru secara acak, dia tidak bisa menjawabnya dengan benar.
Meskipun keadaan Satriya sudah membaik, tetapi belum 100% membaik, Satriya masih perlu dampingan orang tuanya atau gurunya ketika di sekolah, karena Satriya sendiri masih perlu arahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H