Pagi tadi sambil sarapan, aku ulangi lagi pertanyaan yang sudah berulangkali kutanyakan ke anakku yang intinya pengen tahu apakah niat awalnya masih tetap atau tidak, tetapi dengan pertanyaan "Habis SMA ini abang mau ke mana?" dan seperti yang sudah kubayangkan jawabannya adalah "Masuk Seminari Ma". Padahal aku ingin mendengar jawaban selain itu, tapi ternyata jawabannya masih konsisten. Begitupun kutanyakan lagi kenapa dan apa alasan dia masuk seminari. Dia bilang bahwa keinginan masuk seminari sejak dia masuk misdinar dan jadi Romo itu enak aja meskipun dia tau dari teman-teman frater di fb dan buku yang dia baca bahwa perjalanan untuk menjadi seorang biarawan itu sangat berat, penuh dengan perjuangan, ketidaknyamanan dan ada pertentangan di dalamnya karena toh mereka manusia biasa, dan juga meskipun sudah jadi Romo tetap saja ada ketidakenakan, namanya hidup, begitu jawabannya.
Tidak tau apakah untuk menguatkan dia atau malah menguatkan hatiku atas jawabannya, aku ngomong "Berarti mama tidak punya cucu dong dari Abang, ah tapi kalau Abang jadi Romo mama papa tetap dikenang kog, sebagai mamanya Romo" dan dijawab dia "Apalagi sebagai Uskup" dan kusambar "sebagai Paus juga", "...iya" katanya.
Begitupun masih kulanjut "mau Abang jadi orang awam dan mama punya cucu dari Abang, mama dikenang atau Abang jadi Romo mama tetap dikenang" mengajuk hatinya apakah niatnya berubah atau tidak. Jujur ada kegamangan dihatiku ketika dia konsisten dengan pilihannya untuk menjadi seorang biarawan, bukan aku tidak setuju, entahlah...tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata. Karena apalah dayaku sebagai manusia melawan kehendakNya ketika Dia memanggil dan memilih anakku untuk menjadi pelayanNya.
Aku seorang ibu dengan dua anak, laki-laki dan perempuan, mengharapkan proses alamiah manusia berjalan adanya, melihat keturunannya beranak pinak. Tetapi memang ketika anakku masih dalam kandungan aku sudah ngomong atau berjanji padaNya didalam doaku anak ini kuserahkan padaNya, sekehendak Tuhan, dan doa-doa itu masih tetap kuomongkan ke Tuhan, karena tidak etis menurutku mengajuk-ajuk hati Tuhan, sebentar iya-sebentar tidak, biarlah Dia yang berkehendak. Tapiii...yaaa...begitulah...perasaanku tidak bisa kutipu....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H