Mohon tunggu...
Debora Sibarani
Debora Sibarani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Hampir satu tahun melayani sebagai seorang guru bahasa Indonesia di sebuah sekolah internasional, mencintai membaca dan menari, tertantang untuk terus menulis karena dorongan para sahabat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Filateli Sejak Dini: Tak Kenal, Maka Tak Sayang

28 Maret 2012   09:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:22 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai seorang penggemar dan pengoleksi prangko, ada kalanya saya prihatin melihat nasib benda kecil nan ajaib itu. Seperti kehilangan aura nilainya di antara himpitan teknologi internet yang merajalela. Prangko tergeser dari posisi primadona dalam hal surat menyurat. Pilihan terbanyak jatuh pada surat elektronik atau pesan singkat melalui telepon yang tidak memerlukan prangko untuk sampai di tempat tujuan. Kalaupun menggunakan jasa pos, banyak orang lebih memilih menggunakan jasa kiriman kilat yang juga tidak memerlukan jasa prangko.

Ketika bersekolah di sekolah dasar, saya diperkenalkan akan benda kecil ini oleh nenek saya. Usaha membantunya membereskan gudang di sore hari membuat saya dan sepupu saya yang tadinya ogah-ogahan jatuh cinta kepada prangko. Kami berdua terpana melihat gambar-gambar menarik di prangko yang belum pernah kami lihat sebelumnya. Mulai dari bunga, burung, wajah presiden Indonesia, sampai gedung megah universitas-universitas di Indonesia dan pahlawan-pahlawan zaman kemerdekaan.

Nenek saya, yang ternyata adalah seorang filatelis, berkata bahwa prangko-prangko itu beliau kumpulkan sejak ia masih muda dan saling berkirim surat dengan kakek saya. Beliau menganggap bahwa mengumpulkan benda-benda kenangan adalah sesuatu yang romantis. Berangkat dari kejadian tersebut, saya dan sepupu saya mulai mengumpulkan prangko. Kami mencari-cari sahabat pena dari majalah anak-anak dan mulai menulis surat kepada sahabat pena kami. Tujuannya tidak lain untuk mengumpulkan prangko sebanyak-banyaknya dan mengoleksi setiap jenis prangko yang diterbitkan oleh pos. Sampai saat ini, saya dan sepupu saya masih suka mencari-cari prangko sebagai tambahan koleksi kami.

Perasaan jatuh cinta terhadap prangko itu terulang kembali ketika saya melihat gairah yang dikeluarkan siswa-siswi taman kanak-kanak yang mengunjungi museum prangko di Taman Mini Indonesia Indah. Saat itu kebetulan saya dan keluarga sedang berlibur bersama. Saya dan sepupu tentunya memilih mengunjungi museum prangko untuk berfoto dan menjadikannya prangko. Disana saya bertemu dengan gerombolan siswa-siswi taman kanak-kanak yang sedang asyik mendengarkan penjelasan petugas museum. Suara mereka terdengar riuh rendah mengagumi gambar-gambar menarik di prangko. Saya seperti tersihir dan kembali ke saat pertama kali saya jatuh cinta pada prangko. Mata mereka berbinar, mulut mereka membulat, dan tangan mereka ingin sekali menggapai dan menyentuh prangko tersebut. Ketika tiba saatnya mereka boleh menyentuh prangko-prangko itu dan mempraktekkan cara mengirim surat, dengan gesit mereka memilih prangko yang menjadi cinta pertama mereka. Bunga, mobil, binatang, pakaian adat, wajah pahlawan, dan lainnya. Sama seperti saya yang saat itu pun sedang jatuh cinta pada pandangan pertama.

[caption id="attachment_168835" align="aligncenter" width="300" caption="Belajar mengenal dunia filateli sejak dini "][/caption] [caption id="attachment_168836" align="aligncenter" width="300" caption="Aktivitas di kantor pos"]

1332926653969830191
1332926653969830191
[/caption] [caption id="attachment_168837" align="aligncenter" width="300" caption="Mengenal prangko"]
1332926725405858692
1332926725405858692
[/caption] Kecintaan kita pada sesuatu tidak tumbuh dan terjadi begitu saja. Ada banyak hal yang bisa mengenalkan kita akan sesuatu yang akhirnya kita cintai. Seperti saya dan sepupu saya yang jatuh cinta pada dunia filateli karena diperkenalkan oleh nenek saya. Dan seperti siswa-siswi taman kanak-kanak tersebut yang diperkenalkan sejak dini pula oleh para guru dan petugas museum. Maka pepatah “tak kenal maka tak sayang” harusnya mendorong kita untuk memperkenalkan dunia filateli kepada anak-anak sejak dini. Keberhasilan dalam menumbuhkan rasa cinta dalam diri mereka bukanlah otoritas kita karena rasa cinta itu akan tumbuh dengan sendirinya setelah mereka mengenal benda cantik nan menarik itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun