Mohon tunggu...
Sartika Debora Lubis
Sartika Debora Lubis Mohon Tunggu... -

Part of LFC's kop. Self-righteous. I'm YOUR friend. @SartikaDebora\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jakarta Adalah Kakak Sulung

14 Juni 2013   15:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:02 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia memang sudah ditakdirkan lebih melihat segala yang negatif dan menutup mata pada segala yang positif. Sudahlah, mungkin itu sifat alamiah manusia.

Anda bebas mengatakan (memaki) Jakarta itu apalah dengan segala hak kebebasan Anda, hal itu tak sepenuhnya salah. Tapi suka atau tidak, hampir semua orang yang pernah mengijakkan kaki ke kota ini akan bercerita bangga mereka telah ke Jakarta.

Setidaknya ada satu fitur dari Jakarta yang akan selalu membanggakan Anda sebagai orang yang setidaknya berkunjung ke Jakarta. Entah dari Monumen Naional yang selalu saya bayangkan sebagai patung Liberty-nya kita. Ancol seperti rupa mininya Hawaii. Dufan. Taman Mini Indonesia Indah yang diperwujudkan seperti miniature Indonesia itu sendiri, Kota Tua yang menjadi cermin masa kedudukan Belanda, sempurna dengan suara sepeda ontelnya, Pusat-pusat perbelanjaan mewah yang memutar entah berapa triliun uang yang membawa anda seperti berada di negara-negara di Benua Eropa. Bundaran HI yang seolah tersenyum mesra dibalik kemisteriusannya. Sepanjang Jalan Sudirman yang membentangkan peradaban ekonomi. Gedung Merdeka yang membuat kita bangga kalau kita juga punya Gedung Putih dalam wujud yang tak jauh berbeda. Transjakarta yang membawa kita serasa hidup di negara Jepang. Jika mau melihat wujud kaki di atas tanah itu sendiri berkunjunglah ke Taman Suropati. Pecandu bola di suguhi stadion terbesar di Asia Tengaara, Gelora Bung Karno.

Saya sudah mengunjungi semua tempat itu. Jakarta adalah sebuah perwujudan kota “keren” di Indonesia. Suka atau tidak suka, itulah kenyataannya.

Jakarta menjadikan potongan kecil cabai di dalam mangkuk mie ayam lebih nikmat dibanding  tempat lain. Potongan es dalam gelas es teh manis terasa lebih dingin, seperti kehadiran es di padang pasir. Dalam bisu dibungkus diamnya, Jakarta akan memangkas nilai uang dalam kantong kita, tapikan seni terkadang datang dari wujud paling suram.

Percaya atau tidak Jakarta adalah kiblat negara Indonesia.

Bagi saya, jika Indonesia adalah Ibu kandung, maka Jakarta adalah kakak sulung saya. Seringkali seorang adik ingin meniru atau mengikuti kakaknya, bukan karena kakaknya baik, tapi karena kakaknya keren.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun