Izinkan saya memulai tulisan ini dengan berkisah tentang sesorang lelaki yang mirip Matahari di bulan Januari, meski pria baik ini lahir bulan Mei. Lelaki paling setia yang bisa diciptakan Tuhan. Pria tak bertatoo, tapi kece. Dimana pada setiap ingatan para penggemarnya hanya bisa dilukiskan dengan kata ‘senyum’, ‘setia’, ‘berwibawa’, ‘kangen’ dan ‘Abang’. Seseorang lelaki yang akan selalu identik dengan kata merah. Apakah kalian mengenalnya? Jika tidak, ya sudahlah.
Meski saya wanita yang sangat acuh dan kacau dalam segala hal, ada kalanya suatu waktu saya sangat jatuh cinta pada kejujuran, pada kepolosan embun di pagi hari, rambut kuncir kuda bocah perempuan yang terurai lembut tipis dan wajah polos anak kecil yang belepotan ice cream.
Seminggu belakangan ini, setiap berkicau di twitter, beberapa tweets saya selipkan canda LFC yang tak kunjung menang EPL. Candaan itu ungkapan kejujuran hati paling dalam, katakanlah begitu dan saya rasa memang benar begitu.
Saya mungkin bukan wanita yang dekat dengan Pencipta, jarang ibadah, itulah saya, tapi taukah kamu, dalam doa paling moderat, saya pernah memohon agar Tuhan memudahkan langkah Steven Gerard, iya, lelaki yang saya diskripsikan pada paragraf pertama tulisan ini bersama LFC bisa menjuarai EPL. Kali ke -19 untuk LFC dan perdana atau terakhir untuk Steven Gerrard. Akh, ternyata Tuhan selalu punya lelucon yang belum selesai, Dia biarkan menunggu. Saat mendengar doa saya, mungkin saja Tuhan tertawa. Yah, selain wajah dan suara saya yang kurang Dia kenali, Dia mentertawakan doa muluk saya.
Oh, anakKu posisi empat besar saja diambang mustahil, mengapa kau meminta juara? Ibarat pungguk merindukan bulan, bulan yang berada di Galaksi antah berantah pula.
Lama LFC tak menjuarai EPL sama dengan usia saya saat ini, yah, tentu saja saya belum pernah menyaksikan mereka mengangkat trofi itu. Tapi, apalah artinya kerinduan saya dengan kerinduan lelaki bernama Steven Gerrard mengangkat trofi itu bukan?
Yah, saya paham bagaimana perasaannya, tak sebanding dan tak layak dibandingkan dengan perasaan saya.
Hey SG, jika waktu mengizinkan dan kehendak Tuhan juga sejalan, kamu pasti berkesempatan mengangkat benda seperti mahkota di atasnya, yang katanya lambang juara EPL itu. Jika pun tidak, tak apalah, bukankah hidup harus dibumbui sendu, supaya tak terlalu manis, katakana lah tak pernah menjuarai EPL itu sedikit sendumu. Oh, apalah arti juara EPL itu dibandingkan kesetianmu. Tak ada apa-apanya.
O CAPTAIN! my Captain! Kau adalah symbol semangat yang tak kunjung padam.
Sembari menunggu kehendak Pencipta, dan jika pada akhirnya juara EPL itu hanya sebatas mimpi yang tak kunjung nyata, saya punya sedikit kata-kata hiburan yang saya ambil dari tweets saya.
-Bahwa semua hal tak hrs dipahami. Hanya hrs diterima saja. Banyak hal yg bs kt terima tnp hrs kt mengerti. LFC gak kunjung menang EPL, contohnya
-Jika kita dihadapkan pada suatu hal yang tak mampu kita ubah. Ubahlah arah menghadap kita. Menjadi tak ingin LFC menang EPL, contohnya.
-Untuk membahagiakan diri sendiri, kita tak harus tunduk pada standar kebahagiaan orang lain. Tak harus berstandar 20x juara EPL, misalnya.
-Ternyata, makin ke sini makin ke sini, sesuatu yang semula kita anggap aneh semakin cepat kita anggap biasa. LFC puasa juara EPL, misalnya.
Ahhh, tulisan ini kian absurd, klise dan basi yah, jadi seperti catatan seoran pendosa besar yang berharap dikasihani, walau memang benar begitu, hahahah.
* kemudian terdengar ketukan panjang pada keyboard.*
“Ctrl A Del”
Ditulis di hari Rabu, 18 September 2013. Pukul 15.32 WIB.
Saat siang sepertinya sangat dekil dan bergincu merah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H