Â
Di masa sekarang ini perubahan iklim bukanlah hal baru bagi kita, karna banyaknya dampak yang telah terjadi karena perubahan iklim ini yang semakin hari sendiri tidak semakin baik malah semakin manjadi jadi. Bahkan sekarang tumbuh bunga di Antartika yang kita tau sendiri bahwa suhu disana rata-rata sekitar -57°C dan seharusnya tidak ada tumbuhan yang dapat tumbuh disuhu sedingin itu. Tumbuhnya bunga ini bukanlah sesuatu pertanda yang baik, kita harus mulai berfikir serius dalam menanggapi fenomena kritis ini. Bahkan bongkahan es terbesar di dunia yang besarnya hampir sebesar Pulau Bali pun sudah pecah akibat pemanasan global ini, bumi ini semakin panas tahun demi tahunnya.
Jadi dalam artikel ini saya ingin menjelaskan mengapa kita tidak mengganti energi yang sekarang ini menjadi energi terbarukan seperti energi angin dan juga panas matahari yang tidak merusak lingkungan. Negara-negara yang sangat kebergantungan terhadap bahan bakar fosil seharusnya memahami betapa pentingnya energi terbarukan dalam mengurangi perubahan iklim, dan kita bisa melihat dalam Perjanjian Paris yang berada dibawah naungan UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) bahwa adanya kesepakatan untuk menjalankan misi nol emisi demi melawan perubahan iklim.
Negara-negara yang sangat bergantung pada bahan bakar fosil (seperti batubara, minyak bumi, dan gas alam), dapat menjadi rentan terhadap perubahan harga dan pasokan energi. Beberapa negara yang sangat terkenal dalam hal ini diantaranya yaitu Saudi Arabia: Tergantung pada ekspor minyak, Saudi Arabia adalah salah satu produsen minyak bumi terbesar di dunia, sehingga ekonominya rentan terhadap fluktuasi harga minyak global. Rusia: Pendapatan Rusia sangat bergantung pada ekspor minyak dan gas alam, yang menjadikannya salah satu produsen gas dan minyak terbesar di dunia. Akibatnya, perekonomian Rusia dapat sangat terpengaruh oleh perubahan harga komoditas ini. China dan India: China dan India masih bergantung pada batubara sebagai sumber energi utama mereka, membuat mereka rentan terhadap fluktuasi harga batubara dan dampak lingkungan, meskipun keduanya berusaha untuk mengubah sumber energi mereka menjadi lebih hijau. Efek samping dari hal ini jika sangat bergantung pada bahan bakar fosil dapat menimbulkan risiko bagi ekonomi dan lingkungan.
Resiko dalam bidang ekonomi yaitu pertama ketergantungan pada pendapatan, kita bisa melihat bahwa negara-negara yang sangat bergantung pada ekspor bahan bakar fosil seringkali memiliki ekonomi yang terkait dengan kesehatan industri dan gas, ketika harga turun atau produksi menurun pendapatan negara tersebut dapat terpengaruh secara signifikan dan berpotenai yang bisa kita sebut ketidakstabilan ekonomi. Dan yang kedua yaitu krisis energi, ketergantungan berlebih pada bahan bakar fosil juga membuat negara-negara ini rentan terhadap gangguan pasokan energi seperti kekurangan pasokan yang bisa menyebabkan konflik kemudian berdampak langsung pada perekonomian dan stabilitas sosial.
Resiko dalam lingkungan yang pasti terjadinya perubahan iklim ini, pembakaran bahan bakar fosil adalah penyebab utama emisi gas rumah kaca yang sangat mempengaruhi perubahan iklim global. Ketergantungan bahan bakar fosil dapat menyebabkan dampak serius yaitu naiknya suhu global, perubahan cuaca ekstrim, dan kenaikan permuakaan laut. Selain menyebabkan perubahan iklim juga menyebabkan polusi udara air dan juga kerusakan lingkkungan karena proses pertambangan serta eksploitasi fosil flues.
Padahal terdapat Perjanjian Internasional yang mengatur tentang perubahan iklim diantaranya Perjanjian Paris yang berisikan akan membatasi kenaikan suhu global, meningkatkan tingkat emisi gas rumah kaca hingga sampai target nol emisi, seluruh negara wajib menetapkan target pengurangan emisinya, dan yang terakhir negara maju membantu negara miskin dalam pendanaan apapun usaha dalam memerangi perubahan iklim serta mendukung implementasi energi terbarukan yang lebih efektif.
Tetapi banyak dari negara-negara maju yang sangat bergantung pada bahan bakar fosil ini merespon dengan contohnya yaitu penolakan atau ketidaksetujuan karena kekawatiran akan dampak ekonomi negatif yang dapat timbul dari pengurangan produksi ataupun penggunaan dari bahan bakar fosil itu sendiri. Tapi penting untuk mengetahui bahwa respon negara-negara terhadap perjanjian sangatlah bervariasi, namun terlepas dari itu semua, kesadaran akan dampak serius perubahan iklim semakin meningkat yang dapat mendorong negara-negara ini untuk mengambil langkah pasti dalam mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mengatasi perubahan iklim.
Pendapat saya terhadap negara yang sangat bergantung pada bahan bakar fosil yaitu mereka juga menghadapi tantangan yang kompleks dan harus menemukan cara untuk beradaptasi dengan perubahan yang sedang terjadi di dunia baik dari segi ekonomi maupun lingkungan.
Negara-negara ini perlu mencari cara untuk mengurangi ketergantungan mereka pada sumber energi ini dan mengalihkan ke sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Negara-negara maju ini seharusnya dapat melihat peluang untuk berinvestasi dalam sektor-sektor seperti energi surya ataupun angin, ini dapat menciptakan peluang ekonomi baru. Kerjasama Internasional dalam mengatasi perubahan iklim juga sangat penting, karena tantangan ini memerlukan tindakan kolektif dari seluruh dunia.
Langkah-langkah untuk beralih ke energi terbarukan
Pada intinya diperlukan langkah-langkah untuk mendorong negara-negara ini agar beralih ke energi terbarukan diantaranya yaitu yang pertama pemerintah negara-negara maju harus menerapkan kebijakan yang mendukung energi terbarukan, seperti tarif yang dijamin untuk energi terbarukan dan peraturan yang mendorong investasi dalam infrastruktur energi terbarukan. Dua, negara-negara maju harus meningkatkan investasi dalam penelitian dan pengembangan teknologi energi terbarukan seperti panel surya yang lebih murah dan teknologi energi angin yang lebih canggih. Tiga, subsidi untuk industri fosil harus dikurangi atau dihapus sepenuhnya ini akan membuat energi terbarukan lebih kompetetif secara ekonomi. Empat, negara-negara maju perlu berinvestasi dalam infrastruktur yang mendukung energi terbarukan, seperti jaringan listrik yang lebih modern dan penyimpangan energi yang efisien. Lima, program pelatihan dan pendidikan yang mempersiapkan tenaga kerja untuk industri energi terbarukan harus dibuat. Ini akan membantu membuka lapangan kerja baru dan membantu transisi tenaga kerja dari sektor energi fosil ke sektor energi terbarukan. Enam, sangat penting untuk bekerja sama dengan orang lain di seluruh dunia, agar mereka juga dapat beralih ke energi terbarukan, negara-negara maju dan berkembang harus bertukar informasi dan teknologi. Tujuh, pemerintah harus menetapkan tujuan jangka panjang untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Tujuan ini harus didukung oleh kebijakan dan tindakan nyata. Delapan, melalui kampanye pendidikan dan informasi, kesadaran masyarakat tentang keuntungan energi terbarukan dan efeknya terhadap perubahan iklim harus ditingkatkan. Sembilan, pemerintah dapat memberikan insentif moneter kepada bisnis dan individu yang mengadopsi energi terbarukan, seperti pajak yang lebih rendah atau insentif pajak untuk sistem energi surya atau angin di rumah mereka. Dan yang terakhir, kebijakan dan program energi terbarukan harus secara teratur dievaluasi untuk memastikan bahwa mereka efektif dan, jika perlu disesuaikan untuk mengikuti perkembangan teknologi dan pasar.