Mohon tunggu...
Debi Abdullah Roy
Debi Abdullah Roy Mohon Tunggu... -

Staf Redaksi di Surat Kabar MADINA. Jurusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Ibnu Chaldun, Jakarta. Penulis buku dan artikel-artikel lepas. Tinggal di Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kartini Memberdayakan Keluarga Nasional

21 April 2012   05:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:20 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13349850081230741319

Oleh: Debi Abdullah Roy

Hari Kartini dari dulu hingga kini selalu memberi semangat untuk meningkatkan emansipasi kaum wanita, namun dengan tidak mengesampingkan kaidah-kaidah yang sudah ditetapkan dalam ajaran agama. Berbagai media elektronik sudah banyak menampilkan beragam kegiatan yang mengapresiasikan Hari Kartini. Dengan semangat itu, sesungguhnya ada motivasi yang diberikan kepada masyarakat untuk selalu mengingat bahwa wanita dalam hidup dan kehidupan berperan sangat penting.

Kita pasti setuju, wanita adalah makhluk yang mulia. Saat wanita telah bergelar “ibu”, disanalah terdapat pangkuan perjuangan. Ibu sebagaimana kita ketahui, selalu berdedikasi untuk membangun rumah tangga yang aman dan nyaman. Jika kita melihat lebih lebar dalam konteks kenegaraan, khususnya dalam bidang ekonomi, sesungguhnya keluarga menjadi tolak ukur keberhasilan negara dalam pencapaian kesejahteraan. Ekonomi yang baik berdampak pada kesejahteraan yang merata. Karena itulah secara logika, membangun sebuah keluarga sejahtera secara dinamis tentunya menjadi tindakan membangun negara yang sejahtera dan dinamis pula.

Sekarang ini, Hari Kartini selalu diperingati dengan banyak melakukan kegiatan yang sebenarnya mungkin bersifat monoton. Namun hal itu tidak menjadi permasalahan yang besar, karena ada baiknya memang harus diperingati dari pada tidak sama sekali. Kegiatan peringatan Hari Kartini, hanya sebatas karnaval dengan menggunakan baju adat daerah, peragaan busana adat, pembacaan puisi tentang kartini dan beberapa kegiatan yang hanya bersifat formal. Pada tingkatan pendidikan dasar (SD), peringatan tersebut cukup untuk mengenalkan kepada anak-anak untuk mengenal siapakah sosok dari RA Kartini, namun seharusnya apa yang kita lakukan bisa lebih dari itu, mengingat kita berada dalam sebuah negara yang dalam diri kita masing-masing terdapat sebuah kewajiban ikut berperan membawa negara ini menjadi negara yang sejahtera.

Kartini momen ibu

Kembali mengingat, bahwa basis keluarga Indonesia sejahtera merupakan tolak ukur Indonesia sejahtera. Peran serta individu dalam keluarga sangat penting, terutama wanita sebagai ibu. jika kita tilik lebih dalam arti kata ibu, maka dalam bayangan kita terdapat banyak definisi-definisi positif tentangnya. Bagaimana tidak, seorang ibu mengasuh dan mendidik anaknya dengan ikhlas tanpa pamrih dan melayani sang suami dengan tulus suci hingga cinta itu mati. Terkadang, ibu juga mengambil andil dalam ekonomi keluarga, sehingga peran wanita dalam membangun kesejahteraan dinilai sangat penting.

Dari aspek pendidikan anak, ibu layak menjadi sorotan. Tidak ada ibu yang menginginkan anaknya menjadi jiwa-jiwa berandal, jahat, lemah, bahkan hancur masa depannya. Bagi ibu, mendidik anak adalah momen penting kehidupannya. Jika anak dididik dengan kebaikan, maka kebaikan akan menaungi isi hati sang anak. Seorang pemuda baik hati, dilahirkan dan dibesarkan oleh ibu yang mendidiknya dengan kasih sayang dan kebaikan hati. Seorang pekerja yang jujur, dilahirkan dan dibesarkan oleh ibu yang memberi teladan kejujuran. Seorang praktisi hukum yang adil, dilahirkan dan dibesarkan oleh ibu yang terbiasa memberi dengan adil. Seorang pemimpin yang bijaksana, dilahirkan dan dibesarkan oleh ibu yang selalu memberi kebaikan-kebaikan bagi lingkunganya.

Dalam memperingati Hari Kartini, kita selalu mengutamakan emansipasi dan kesetaraan antara wanita dan pria. Wanita berhak untuk mengambil peran seperti halnya pria. Wanita berhak mendapat pekerjaan, keadilan yang sama, dan keleluasaan berkarya. Itu semua sudah menjadi hak wanita. Secara asasi manusia, hal itu harus disetarakan, karena bagaimanapun juga, manusia itu sama dalam penilaian Tuhan, hanya yang membedakan adalah perbuatannya. Dalam hal ini, peran serta Ibu terkadang dilupakan, yang selalu diingat adalah wanita karir dan emansipasi wanita. Padahal, RA Kartini merupakan seorang wanita yang menjadi ibu bagi anak-anaknya. Walaupun ada peringatan khusus bagi ibu yaitu Hari Ibu 22 Desember, namun alangkah baiknya momen Kartini juga mengangkat derajat wanita yang telah menjadi ibu.

Memberdayakan keluarga

Sudah kita bahas sebelumnya, bahwa memberdayakan keluarga merupakan memberdayakan ekonomi dan kesejahteraan bangsa. Maka, yang harus dilakukan pemerintah adalah bagaimana peran ibu lebih optimal mendidik anak dan membangun kesejahteraan dalam keluarga. Sistem pemerintahan dari gubernur hingga RT, sudah menjadi landasan yang kokoh guna memberdayakan keluarga. Pemerintah dalam hal ini harus memanfaatkan pos-pos pemberdayaan seperti posdaya, posyandu, puskesmas dan karang taruna guna membimbing ibu-ibu dalam membina keluarga.

Pemberdayaan pos-pos tersebut bukan hanya membimbing keluarga, namun juga mengarahkan pada jalur kesejahteraan. Pemerintah harus mengusahakan peran bapak menjadi lebih besar dibandingkan ibu, karena terbatasnya mental dan fisik yang dimiliki ibu tidak lebih dari seorang bapak. Pemberdayaan itu juga berperan untuk mempersatukan potensi masyarakat di tiap daerah, karena masih banyak potensi yang belum terlihat jika tidak dipacu oleh kebersamaan. Selain itu, peran pemberdayaan mempersatukan persepsi agar tidak terjadi pecah belah antar warga. Jadi, pemberdayaan masyarakat dari dalam keluarga, harus menjadi prioritas pemerintah guna membangun ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Jika kita sadari, banyak kader masa depan bangsa ini dipengaruhi oleh lingkungan dan arus globalisasi yang makin tanpa penghalang. Teknologi informasi yang juga makin berkembang menjadi salah satu pengaruh terbesar. Bukan tidak mungkin, masa depan anak tidak selalu tergantung oleh peran orang tua, melainkan peran lingkungan. Maka dari itu, hendaklah peran ibu sebagai pendidik keluarga juga dibina oleh kalangan praktisi pendidikan dan psikologi guna mengarahkannya dengan benar.

Cambukan bagi pemerintah saat ini, sering adanya penganiayaan dalam rumah tangga, baik suami terhadap anak, istri terhadap anak, atau suami terhadap istri. Bisa kita bayangkan, jika Ibu Kartini masih hidup sampai sekarang, sungguh beliau akan menangis tersedu-sedu melihat kenyataan pahit yang memilukan itu. Apa yang diajarkan Kartini sesungguhnya adalah bagaimana membentuk kenyamanan di hati para wanita, kesetaraan derajat wanita, kemudahan membina keluarga, kesejahteraan hidup keluarga, dan keharmonisan rumah tangga. Itulah yang diharapkan kartini dalam bukunya “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Penuli adalah mahasiswa Jurusan Administrasi Negara

Universitas Ibnu Chaldun, Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun