Matahari begitu terik, setelah melakukan perjalanan satu jam akhirnya sampai disebuah Boarding School For Girls, sebuah sekolah khusus untuk perempuan yang beragama islam yang dinamakan dengan Pesantren. Bangunannya sederhana berlantai dua, dan akan terlihat lebih sederhana lagi jika melihat bagian dari lantai dua pesantren ini yang terbuat dari bilik, halaman depan nampak hijau dengan rumput yang terlihat selalu dipotong rapih dan sebuah taman buatan dengan berbagai warna bunga yang warna warni, empat pohon kelapa tumbuh tinggi, tak ada pohon rindang yang menghiasi halaman depan, tampak gersang bagaikan di sebuah pantai apalagi jika angin berhembus. Pesantren ini berdiri di sebuah desa di daerah jawa barat dan terletak di pinggir jalan, sehingga mudah untuk mendapatkan alat transportasi jika kita akan bepergian atau pulang ke kampung halaman. Ditengah bangunan pesantren ini terdapat lapang voli, sebuah lapangan yang digunakan untuk upacara seperti disekolah pada umumnya dan sebuah masjid berwarna hijau yang indah. Sedangkan seluruh bangunan pesantren ini berwarna biru putih, begitu juga dengan sebuah lonceng besar yang berdiri dekat koridor yang merupakan jantung pesantren ini, lonceng itulah yang menentukan waktu setiap santrinya dalam melakukan aktivitas.
Siang itu aku sudah resmi diterima di pesantren ini “ Pondok Pesantren Modern Putri Daarul Huda”. Sebuah pesantren modern bukan dari gaya bangunannya, tapi kurikulum dan bahasa yang digunakan. Kurikulum yang dipakai sangat berbeda dengan sekolah negri kebanyakan, begitu juga dengan bahasa yang dipakai. Di pesantren ini seluruh santri diwajibkan menguasai dua bahasa asing yaitu bahasa arab dan bahasa inggris, dimana bahasa inilah yang digunakan dalam berkomunikasi para santri setiap harinya.
Nampak raut wajah yang tak bersahabat tergambar di muka ku karena bukan melanjutkan sekolah disinilah yang aku inginkan, tapi apalah daya seluruh keluarga sudah menetapkan itu dan tak bisa dibantah. Kucium tangan seluruh keluarga yang mengantarkanku, ayah, ibu, kakak, kakak ipar beserta anaknya yang masih kecil. Dengan berat kulangkahkan kaki memasuki pesantren dan mendapatkan sambutan hangat dari teman – teman baruku, kami saling berkenalan satu sama lain, menanyakan nama, alamat, kelas, asal sekolah dan sebagainya.
“ dari dayeuhluhur?” seorang teman baruku bertanya nampak raut muka yang tidak percaya, namanya vina.
“ iya” ucapku. “ emang kakak dari mana?” aku balik bertanya.
“ sama, aku juga dari sana, kamu mau masuk SMP atau MA? Dia bertanya lebih jauh.
“ mau masuk MA” jawabku datar.
“ owh... trus kamu SMP nya dimana? Dia bertanya lagi.
“ di SMPN 2 Dayeuhluhur”
“sama dong,,, pantesan wajah kamu tuh terlihat tidak asing lagi.
Vina setianingrum itulah namanya, wajahnya terlihat berbeda dan hampir tidak aku kenali jika dia berpenampilan seperti ini dengan balutan jilbab dan baju yang kedodoran menurutku. Ternyata dia adalah kakak kelasku setahun diatasku pas waktu SMP. Dulu dia berpenampilan seksi, rok diatas lutut dengan memperlihatkan betis jenjang yang putih, rambut terurai dan mata sipitnya. Kita pun larut dalam perbincangan mengenai masa SMP dulu, bagaimana dia bisa berada disini dan tidak lupa dia juga memberitahuku mengenai aturan – aturan dan pastinya dia memotivasi aku untuk kerasan tinggal di rumah baruku.
Dirumah baruku ini wajib untuk menggunakan jilbab dan tidak diperbolehkan menggunakan baju pendek dan ketat – ketat, bahkan cara berpakaianpun ada aturannya, harus menutup seluruh bagian tubuh kecuali muka dan telapak tangan, tidak boleh memakai baju diatas pantat, tidak boleh memakai celana pada siang hari, memakai kerudung harus menutupi buah dada, dan masih banyak lagi aturan – aturan lainnya mengenai waktu makan, belajar, mandi, berpakaian, sosialisai, tidur , bangun dan lain – lain dari bangun tidur sampai waktu tidur lagi.
Tiga hari berturut – turut aku selalu menangis menjelang tidur dan bangun tidur, rindu pada rumah dan family begitu juga dengan teman – teman di rumah, merasa tertekan dengan aturan – aturan, tidak bisa menghubungi siapa pun karena tidak diperbolehkan untuk membawa alat komunikasi apapun itu bentuknya. Sungguh malang sekali kurasa waktu itu, tapi lama kelamaan aku sudah merasa terbiasa setelah beberapa bulan dan aku sudah mengenal seluruh santri disini karena jumlahnya tidak banyak. Hingga suatu hari aku mendapat pengakuan yang tak terduga dari kakak kelasku Vina.
“ Ra tahu engga aku sempat benci banget dan gak suka sama kamu” pengakuannya. Aku nampak terkejut dengan mulut terbuka akan apa yang telah dia katakan.
“ loh kenapa? Kok bisa? Waktu itu kan aku hanya tahu kakak sebatas nama dan muka saja kita pun gak pernah bertegur sapa, emang salah aku apa? “ Tanyaku polos.
“ haha... biasa aja kali ekspresinya, wajahmu nampak jelek tau” dia mentertawakanku setelah melihat ekspresiku kayak orang oon.
Ternyata dia benci karena aku berhasil merebut hati lelaki yang dicintainya, Daniel itulah lelaki yang di maksud. Dan yang paling membuatnya benci dengan emosional yang meluap – luap dan tak tertumpahkan adalah ketika dia menuliskan surat cinta yang akan diberikan padaku. Sungguh aku gak bisa membayangkan bagaimana sakitnya dia waktu itu tapi dia hebat, sisi emosionalnya sangat hebat. Aku sungguh tidak menyangka bahkan aku juga gak tahu akan hal ini.
***
Daniel, sosok lelaki yang pertama kali aku lihat ketika jam olahraga, waktu itu kita olahraga pada jam yang sama. Pagi itu aku masih terbayang dengan penampilan memukau sebuah konser band papan atas indonesia, band favoritku, setiba di kelas aku langsung cerita dengan teman sebangku ku, betapa sempurnanya penampilan band itu terutama sang vocalis idolaku. Saat jam olahraga dimulai semua murid langsung men-sulap penampilan mereka dengan seragam olahraga kebanggan sekolah kami. Ketika keluar dari ruang ganti, aku tertegun dan mematung didepan pintu ruang ganti dan tidak bergerak hingga lima menit lamanya. Aku sungguh gak percaya dengan sosok yang kulihat waktu itu, serasa mimpi, dia sangat mirip dengan vokalis salah satu band yang sedang naik daun Donnie Sibarani, vokalis ADA BAND idolaku.
Daniel dan donnie sibarani memiliki kecintaan yang sama, mereka sama – sama berkecimpung dalam dunia musik. Daniel adalah seorang gitaris sebuah band sekolah, hampir semua cewek mengidolakannya kurasa. Wajahnya yang berbentuk oval, postur tubuh seperti donnie sibarani, cara berjalannya yang khas, tatapan matanya yang tajam, dan senyumnya yang sungguh menawan dan langka itu merasuki pikiranku sejak pertemuan pertama dan tak kupungkiri aku merasakan sesuatu yang beda dengan hatiku, pergi sekolah menjadi hal yang aku rindukan, hari minggu menjadi hari yang kubenci dan jam pelajaran olahraga adalah yang selalu ku tunggu – tunggu, itulah kesempatan besar untuk memandangnya selama jam olahraga.
Memandang dan memperhatikan setiap gerak – geriknya menjadi hal yang biasa aku lakukan sejak pertemuan itu. Mataku selalu menatapnya tanpa berkedip, jika terlanjur kepergok, aku merasa jantungku berhenti berdetak sejenak dan kemudian berdetak lagi lebih cepat, setelah itu aku langsung memalingkan muka dan berjalan pergi meninggalkan tempat dimana aku berada, seolah – seolah tidak terjadi apa – apa, setelah aku yakin kalau aku sudah menghilang dari pandangannya aku langsung lari mengambil langkah seribu mencari tempat yang sepi agar aku bisa menghirup udara sebanyak – banyaknya, aku hirup udara dalam – dalam kemudian aku hembuskan dan kulakukan itu berulang – ulang sambil kuletakan tangan di dada, setelah rasa dag dig dug dan nervous sedikit berkurang, aku bersikap seperti tidak terjadi apa – apa dan kembali bergabung lagi bersama teman – teman. Tidak banyak temanku yang tahu akan kebiasaan baru ku ini. Tapi aku yakin ada beberapa orang yang mengerti apa yang aku rasakan, seperti Nita temanku yang paling dekat, paling tahu tentang aku, teman curhatku, paling tahu moodku dengan mudah bisa menangkap gelagatku yang tak biasa, karena sudah kepergok akhirnya aku menceritakan semuanya.
jam istirahat, seperti biasa aku dan Nita pergi kekantin untuk mengganjal perut, mie bakso adalah makanan favorit kita berdua dilengkapi dengan teh manis. Setelah dirasa puas dan perut sudah terisi kita beranjak untuk kembali ke kelas. Di sebuah koridor yang menghubungkan ruangan lab komputer dan studio musik sekolah, aku tertegun, tak sengaja aku melihat Daniel sedang berlatih dengan bandnya untuk acara perpisahan sebulan mendatang, langkahku terhenti aku mematung dan tatapan mata tertuju pada Daniel, aku memperhatikan dia, gayanya bermain gitar yang fasih dan terlihat menikmati alunan musik yang diciptakan dengan sesekali bersenandung mengikuti sang vocalis, tiba – tiba Daniel menyadari kalau aku sedang memperhatikannya, matanya tertuju padaku, dia hanya berdiri mematung sambil memetik gitar dan senandungnya terhenti, kita saling bertatapan beberapa saat, ada perasaan yang menggetarkan ketika aku melihat matanya yang bulat, pandangannya seperti menghujam hatiku dengan cinta, aku tertunduk dan senyumanmenghiasi bibirku, dan aku pun beranjak dengan menggandeng tangan Nita dan mengambil langkah dengan cepat.
Melihat Daniel dari jarak jauh dan memperhatikannya dalam – dalam, yang telah menjadi kebiasaan baruku dan aku tidak bisa menghentikannya, begitu juga sudah beberapa kali aku ketahuan sedang memperhatikannya dan beberapa kali juga aku melakukan hal yang sama untuk menyembunyikan kebiasaanku itu. Aku tidak bisa mengatakan pada siapapun tentang hal ini kecuali pada Nita teman dekatku. Aku merupakan tipe cewek yang lebih senang memendam perasaan. Melihat sang do’i bahagia dan tersenyum itu sudah cukup bagiku dan tak kupungkiri sebuah harapan dalam hati untuk memilikinya pasti ada.
Hingga suatu hari, hari dimana aku tidak pernah menduga dan membayangkan. Aku mendapatkan sebuah surat dengan kertas putih bersih, tulisan rapi dan di ikat dengan pita merah dan setangkai mawar merah nan segar terselip dalam balutan pita merah. Aku membaca kata demi kata yang terangkai indah, tak dapat terlukiskan betapa bahagianya aku saat itu, dalam surat itu tertulis kata “I Love You”. Sepulang sekolah aku simpan surat itu dengan hati – hati dalam kotak warna merah, tak ingin rasanya surat itu sobek barang sedikit. Kusimpan mawar merah itu dalam vas bunga yang ku beri air agar bunga itu tetap mekar dan segar kemudian ku letakkan diatas meja belajarku. Aku selalu membaca surat itu kembali jika rasa rindu sedang menggodaku entah sudah berapa kali aku membaca ulang surat itu. Daniel lah orang pertama yang menyatakan cintanya padaku. Hari itulah, pertama kalinya aku berbunga – bunga. Dan Daniel lah cinta pertamaku.
Tapi, Itu dulu...
Cinta pertama kurasakan pada saat putih biru dan aku mendapatkan pengakuan dari seorang kakak kelas yang tak kusangka ketika aku masih putih abu.
Sekarang...
Aku terpaku membaca balasan SMS dari kak Vina
“ iya dia ada di sini, kata teman aku, dia udah nikah Ra, sudah lama katanya”
Ya aku bercerita pada kak Vina kalau aku sempat melihat Daniel sepintas ketika aku dalam perjalanan pulang ke rumah, Penampilannya begitu berbeda, terlihat lebih wise, tenang, wajahnya lebih fresh dan rapi. Jika ku ingatlima tahun kebelakang penampilannya sangat berbeda, dulu dia masih culun dengan cara berpakaian yang berantakan, tapi sekarang... berbeda, setelah lebih dari lima tahun tidak melihat batang hidungnya, sempat aku dengar berita, saat itu dia pindah ke pulau sumatra.
“ owh pantesan dia lebih wise dan penampilannya lebih rapi, ternyata udah ada yang merawat ya,,,” itu balasan SMSku.
Tak kusangka dia menikah di usia yang begitu muda bagi seorang laki – laki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H