Peninggalan Belanda memang selalu menyimpan sejuta misteri, itulah sebabnya komunitas Wisata Misteri Jacatra menyempatkan menjelajahi komplek makam Belanda yang kini dijadikan museum, yaitu komplek Taman Museum Prasasti, Tanah Abang 1 Jakarta Pusat.
-
Malam itu pukul 22.00 tanggal 23 Maret 2013, kami ber sebelas orang yang berada dalam komunitas Wisata Misteri Jacatra menjelajahi komplek yang dulunya adalah makam orang Belanda yang terletak di jalan Tanah Abang 1 Jakarta Pusat.
Menurut rumor yang beredar, komplek makam itu terkenal angker, tak ada orang yang berani mengunjunginya pada malam hari. Karena komunitas kami khusus komunitas para penjelajah malam, maka kami ingin membuktikan, seberapa angker museum itu.
Komplek makam ini sebelumnya bernama Kebon Jahe Kober, didirikan pada tahun 1795. Komplek makam seluas 5,5 ha ini ketika dijadikan museum menyusut luasnya menjadi 1,2 ha.
Museum ini memamerkan karya canggih dari pemahat, pematung, kaligrafi dari seniman di masa itu. Banyak menyimpan nisan-nisan orang yang berpengaruh di jaman pemerintah Hindia Belanda, salah satunya adalah A.V Michiels yang merupakan tokoh militer Belanda pada perang Buleleng. Juga ada Dr. H.F Roll yang merupakan pendiri STOVIA atau sekolah kedokteran pada jaman penjajahan Belanda.
Selain itu juga ada J.H.R Kohler, yang merupakan tokoh militer pada perang Aceh yang tugu peringatannya juga ada di Banda Aceh, Olivia Marianner Raffles, yang merupakan istri dari Thomas Stamford Raffles mantan gubernur Hindia Belanda dan Singapura. Raffles yang membangun kebun Raya Bogor.
Selain tokoh-tokoh itu, juga ada makam yang mengandung mitos, yang makamnya diyakini sebagian orang dapat memberi kesuburan, keselamatan, kemakmuran dan kebahagiaan, makam itu adalah makan Kapten Jas.
Makam Miss Riboet juga ada dalam komplek taman ini, Mis Riboet adalah tokoh opera yang terkenal pada era 1930an, dan tokoh yang paling terkenal pada jaman Orde Lama adalah Soe Hok Gie yang merupakan mahasiswa pada era 1960an.
Di depan pintu gerbang komplek makam terdapat lonceng, konon lonceng/bel itu adalah lonceng kematian, yang hanya dibunyikan ketika ada kematian/orang meninggal yang hendak dikubur di komplek itu, malam itu saya membunyikan lonceng itu, berharap menjadikan suasana menjadi lebih mistis.
Karena kami bersebelas, maka kami membagi kelompok menjadi 3, kami memecah rute perjananan. Kelompok pertama, memulai rute jelajah dari kanan ke kiri, kelompok kedua, dari tengah kemudian ke kanan dan ke kiri, sementara kelompok ketiga dari kiri ke kanan.