Tak dapat dipungkiri, menjamurnya Tim perserikatan atau Tim berawalan Per- di Republik ini yang pada mulanya dibentuk hanya untuk mengikuti semacam Kejurnas antar daerah di Republik ini, kemudian dengan ajaib dirubah menjadi klub profesional pada era Ligina, kompetisi yang menggabungkan perserikatan dengan galatama.
Kompetisi internal pada masa dahulu dihidupkan untuk mencari pemain yang akan memperkuat tim perserikatan dalam Kejurnas atau kompetisi perserikatan yang digelar 2 tahun sekali. Seperti yang diketahui bersama, klub perserikatan ini dibiayai oleh APBD yang sampai detik ini sulit untuk lepas dari APBD, karena kuatnya politisasi dalam sepakbola.
Lambat laun, kompetisi Internal perserikatan ini tersingkirkan dan terabaikan. Sejatinya dengan adanya kompetisi Internal ini maka akan terjaring bibit-bibit muda yang sudah dibina secara dini oleh klub internal perserikatan dan berkompetisi, dengan ini tidak membutuhkan banyak biaya untuk membina langsung bibit-bibit muda tersebut. Secara konsisten Surabaya menggelar kompetisi internal yang dahulu di putar oleh Persebaya sekarang beralih ke Pengcab PSSI Surabaya. Banyak bibit-bibit muda yang terlahir dari kompetisi Internal ini, sepert Taufik, Andik Vermansyah, dan paling gress Evan Diman Darmono. Saya tidak membahas Evan Dimas, namun sejatinya jika kita serius mengelola pembinaan usia dini melalui kompetisi internal perserikatan maka akan muncul bibit-bibit baru seperti Evan Dimas.
Jika PSSI kesulitan untuk membuat akademi nusantara seperti program yang diluncurkan oleh Coach Timo semasa menjadi Pengurus PSSI pra KLB, dimana program akademi nusantara ini membutuhkan dana yang tidak sedikit, Ditambah wilayah Negara ini yang luas. Dan Tidak efektif pula jika PSSI menerjunkan Talent Scout atau pelatih kedaerah-daerah untuk melakukan seleksi seperti yang dilakukan coach Indra Syafri, cara ini membutuhkan biaya yang besar dan cenderung kurang efektif, karena membutuhkan waktu lama dalam penyeleksian. Membutuhkan waktu setahun hanya untuk menyeleksi dari satu daerah kedaerah lainnya. Belum waktu dihabiskan untuk menyeleksi pemain dari daerah-daerah tadi menjadi satu berikut TC yang waktunya tidak sebentar. PSSI yang malas menggelar kompetisi usia dini dan cenderung membubarkan kompetisi usia dini, dimana terakhir ada kompetisi Medco Cup yang dibubarkan oleh PSSI NH lalu diganti dengan SAD sampai sekarang. Yang terbaru adalah LKG (Liga Kompas Gramedia) walau ini juga bukan program PSSI. Dengan adanya kompetisi internal perserikatan, maka PSSI tinggal menerjunkan Talent scout ke daerah-daerah. Dengan ini akan menghemat biaya dan lebih efisien untuk menjaring pemain. PSSI tinggal menyeleksi nama-nama yang di sodorkan oleh Talent Scout, lalu menggelar seleksi.
PSSI Tidak hanya memperhatikan timnas senior saja, namun membentuk Timnas dibawahnya lagi mulai U-10 sampai U-23 dengan sistem kelas. Jika yang U-10 naik kelas ke tim usia diatasnya PSSI tinggal menyeleksi kembali untuk mengisi Tim yang naik kelas tersebut. Jadi tidak ada istilah Timnas dadakan, persiapan mepet dll. Timnas yang terbentuk dari Timnas U-10 sampai lebih tinggi akan terjalin kekompakan dan komunikasi antar pemain. Karena timnas sudah dipersiapkan sejak Umur 10 tahun.
Semua butuh proses, jika Ingin berprestasi hargailah sebuah proses menuju prestasi.
Semoga PSSI lekas di isi oleh orang yang benar-benar niat memajukan sepak bola negeri ini.
-By UCHIHA MUDA From KONOHAGAKURE-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H