[caption id="attachment_280434" align="aligncenter" width="556" caption="Siswa SD Ar-Rahman Motik Lagi Serius Mengisi Angket"][/caption]
100.000 istilah pencarian yang terkait dengan pelecehan atau kekerasan seksual pada anak sudah dibersihkan oleh Google, seperti yang katakan oleh direktur komunikasi Google, Peter Barron diberitakan oleh BBC (19/11/2013).
Melalui pemberitaan yang sama, Google dan Microsoft (bing), dua perusahaan mesin pencari terkemuka saat ini telah sepakat untuk mempersiapkan algoritma baru (software instructions) yang akan mencegah pencarian yang terkait dengan pelecehan seksual pada anak. Algoritma baru ini akan membuat lebih sulit untuk menemukan gambar pelecehan anak secara online.
Sebagai langkah awal, perkenalan software pembatasan pencarian ini akan diluncurkan di Inggris, sebelum diperluas ke negara-negara lain, baik berbasis berbahasa Inggris dan 158 bahasa lain dalam enam bulan ke depan.
Usaha yang perlu didukung, seperti juga dengan apa yang telah dilakukan oleh Trust Positif Kominfo dan Yayasan DNS Nawala yang kita kenal di Indonesia.
Walau begitu, ada yang meragukan mesin pencari dapat membersihkan secara total seluruh konten pornografi. Kita lihat saja nanti enam bulan ke depan. Namun bila melihat perkembangan belakangan ini, perlu diakui bahwa untuk menemukan gambar pornografi di Google sangat mudah ditemui oleh anak-anak, walau keyword yang mereka gunakan tidak mengandung kata atau frasa pornografi.
Inilah kenyataannya bahwa sengaja maupun tidak disengaja, anak-anak kita dapat dengan mudah menemukan konten porno di internet, bukan saja melalui mesin pencari tetapi juga melalui jejaring sosial lainnya. Bahkan ada yang mengakui hal itu sudah biasa ditemukan.
Jawaban yang sama juga diperoleh oleh relawan IDKITA Kompasiana saat melakukan dialog bersama siswa dan siswi SD Ar-Rahman Motik, Jakarta, pada Senin, 25 November 2013 kemarin, di mana mereka mengakui baik secara langsung dalam dialog maupun dalam angket yang mereka isi. Bahkan ada beberapa diantaranya mengaku pernah mencoba untuk menonton video porno.
Mengapa pertanyaan ini dikemukakan oleh relawan IDKITA Kompasiana? Mungkin bagi sebagian orang, tidak perlu atau tabu ditanyakan kepada anak-anak, apalagi masih sekolah dasar. Namun kami merasa perlu mempertanyakan hal tersebut bukan dalam tujuan membahas di mana dan bagaiamana mereka menemukannya, karena dapat menimbulkan rasa penasaran bagi siswa-siswa yang lain.
[caption id="attachment_280435" align="aligncenter" width="515" caption="Foto bersama siswi SD Ar-Rahman Motik"]
IDKITA terpanggil untuk mengarahkan dan membimbing mereka agar tidak menelusuri lebih jauh konten-konten pornografi tersebut, memberitahukan dampak dan bahayanya, serta mengajak mereka untuk terbiasa melaporkan kepada orang tua, guru, keluarga, pemerintah atau dapat ditujukan kepada komunitas atau organisasi yang bergelut untuk mengatasi dampak buruk pemanfaatan internet di kalangan anak dan remaja. Kepada mereka juga ditekankan, bila menemukannya harus segera melaporkan bukan sebaliknya saling memberitahukan kepada sesama teman lainnya.