[caption id="attachment_293275" align="aligncenter" width="553" caption="Pengurus IPM - SMP Muhammadiyah 5 Surakarta"]
***
Ketika membawa materi sosialisasi tentang "internet Sehat dan Aman" sebagai gerakan yang dicanangkan Kementerian Komunikasi dan Informatika, kami memang kerap ditanyakan soal "apakah yang dimaksud dengan internet sehat, apakah internet itu sakit?". Â Untuk menjawab pertanyaan tersebut, biasanya kami memberikan pemahaman sederhana bahwa istilah yang dimaksud adalah terkait dengan perilaku sehat pengguna internet.
Apa saja perilaku sehat itu? Dapat dilihat dari berbagai cara bagaimana pengguna memanfaatkan internet, berinteraksi dalam berbagai forum maupun jejaring sosial dan mempublikasikan segala sesuatu  (konten) yang sesuai  dengan etika/etiket dan aturan-aturan lain yang mengikat dalam kehidupan sehari-hari secara nyata seperti hukum dan norma yang umumnya telah diterima oleh masyarakat.
Untuk mendefinisikan pengertian "sehat", semua orang boleh saja menggunakan pendekatan lain sesuai dengan kompetensi berdasarkan sudut pandang berbagai ilmu pengetahuan yang ada. Namun pada intinya, perilaku yang "sehat" akan selalu menghasilkan segala sesuatu yang baik dan bermanfaat baik untuk dirinya maupun banyak orang.
Begitu juga bila ingin menjadi penulis yang sehat, disamping menggunakan pendekatan yang disebutkan di atas, sejatinya semua orang dapat mewujudkannya. Karena pada hakikatnya manusia memiliki sifat dasar yang baik dan ingin berbagai hal yang baik pula untuk banyak orang, walau pada kenyataannya, hasil karya (tulisan) kita belum tentu ditanggapi secara baik pula oleh orang lain.
maka, langkah awal menjadi penulis yang sehat adalah tanyakan dulu pada diri kita sendiri, motivasi apa yang melatarbelakangi kita menulis. Kalau diawali dengan niat yang baik, tentu saja karakter anda akan "tergambar" dengan jelas dari buah karya yang tentunya pasti baik. Dengan begitu anda akan terus termotivasi menjadi penulis yang baik dan "sehat".
Jika anda menulis dengan "jumawa" karena rasa ketidakadilan misalnya, mungkin saja tulisan anda akan diminati. Namun bila pilihan kalimat yang anda gunakan dalam menyuarakan pemikiran dan isi hati anda menabrak norma, etika atau bahkan hukum yang berlaku, cacian, sumpah serapah, fitnah, bahkan menyebarkan kebencian, karakter anda sebagai seorang penulis dapat dinilai dalam sisi yang berbeda terlepas dari yang anda tulis.
Lalu bagaimana dengan istilah, "Jangan melihat siapa yang menulis, tetapi apa yang ditulis?". Anggapan ini ada benarnya, dalam artian untuk menjadi penulis adalah hak dan kesempatan bagi semua orang. Siapapun anda! Untuk menjadi penulis tidak diharuskan berasal dari golongan tertentu, memiliki pendidikan tertentu atau tinggi, latar belakang ekonomi mapan dan lain sebagainya. Tetapi "siapapun anda" bila menulis dengan penuh rasa kebencian, mencaci maki tanpa mengindahkan norma yang berlaku dimasyarakat, jangan salahkan pembaca bahwa bukan saja tulisan anda yang dinilai tetapi karakter anda sudah menjadi penilaian tersendiri.
Dewasa ini, semua orang terlihat seolah-olah "pintar" dan tahu segalanya karena untuk mendapatkan sumber atau refrensi dalam segala bahasa di dunia dapat diperoleh dengan mudah karena perkembangan TIK, khususnya internet. Â Namun dalam perilaku sehat, tidak sedikit penulis memilih menjadi "plagiat cerdas" yang menggunakan karya dan pendapat orang sebagai bahan tulisan mereka, tanpa berkeinginan untuk menyebutkan sumbernya.
Kemudian jika ingin menjadi penulis sehat dengan memanfaatkan jaminan undang-undang dan hak asasi manusia untuk berekspresi, bebas berbicara dan mengungkapkan pendapat tentu tidak harus diterjemahkan sebagai kebebasan tanpa batas, sehingga dengan mudah "semau gue" melanggar bahkan menginjak-injak hak-hak orang lain.