Beberapa waktu lalu, dunia maya dihebohkan dengan video anak balita yang menonton film porno. Padahal disampingnya ada seorang Ibu yang diduga adalah orangtuanya. Pertama kali saya menemukan video itu diposting di grup wa pendidik Paud. Reaksi saya adalah menyarankan teman-teman pendidik untuk segera menghapus dan jangan share ulang ke grup atau teman lain. Namun tak lama kemudian saya menemukan video itu sudah ada di linimasa FB, diposting oleh seseorang dan menjadi viral. Saya coba laporkan konten tersebut agar diblokir FB namun sepertinya terlanjur menyebar kemana-mana.
Saya berpikir bagaimana perasaan sang Ibu saat melihat dirinya dianggap mengabaikan tontonan sang anak. Padahal saya yakin dari raut mukanya sang Ibu tidak tahu jika yang ditoton anak adalah film porno. Begitupula dengan si anak. Jika dia memang sengaja ingin menonton film porno dan tahu bahwa film itu tidak baik baginya, dia akan sembunyi-sembunyi. Ini kan anaknya di sebelah sang Ibu dengan wajah polos tanpa ekspresi. Seolah yang dilihat itu sesuatu yang baru dan tak pernah dia tonton sebelumnya.
Mungkin maksud penyebar dan perekam video itu baik, yaitu agar orang tahu bahaya gawai yang ditimbulkan jika tidak diawasi ortu. Namun akan lebih baik jika setelah merekam kemudian menegur atau mengajak bicara orangtuanya. Saya yakin keduanya sama-sama tidak tahu. Si Ibu tidak tahu apa yang ditonton anak, bahkan mungkin tidak tahu jika di gawainya ada video mesum seperti itu. Dia pikir anaknya hanya menoton film kartun sesuai usianya saja. Sementara si anak, asal pencet saja video yang ada pada gawai. Ternyata ada film yang dia tak pernah menontonnya, lalu dia memperhatikan apa yang dilakukan dua orang berlainan jenis dalam video tersebut yang memperagakan adegan seksual.
Dalam sebuah seminar Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak (KPAI), Maria Advianti mengatakan, hampir 100 persen anak sudah melihat materi pornografi. Hal ini beliau sampaikan pada tanggal 21 Februari 2017. Setiap anak yang pernah diberikan gawai oleh orangtuanya memang bisa jadi sengaja ataupun tak sengaja sudah terpapar konten pornografi.
Saya sendiri sebagai orangtua yang mendampingi anak usia 10 dan 12 tahun dalam berselancar di dunia maya sering menemukan konten atau tulisan dengan judul berbau pornografi. Hal ini tentunya memancing orang untuk membaca lebih lanjut. Bahkan terkadang ada iklan obat kuat khusus dewasa tiba-tiba muncul dengan judul dan gambar bikin penasaran siap untuk di klik ikonnya di tengah artikel yang sedang dibaca.
Begitupula di youtube. Saya pernah menemukan film kartun dengan rating XXX untuk judul film favorit anak seperti Batman, Superman, Frozen, Cinderella dll. Adapula film kartun LGBT yang menampilkan adegan kedekatan sesama jenis. Misal Spiderman dan Batman pacaran. Selain itu kita juga harus waspada terhadap film kartun Jepang atau Anime dengan istilah "Hentai". Hentai adalah kartun dengan rating dewasa dan banyak menampilkan adegan pornografi. Jadi jika Anda melihat anak menonton film kartun, pastikan bahwa itu kartun yang sesuai umurnya. Bukan kartun yang mengandung pornografi.
Orang tua juga harus lebih perhatian, Instagram dan FB seringkali menjadi media alternatif dalam menyajikan aksi pornografi. Sepertinya media sosial belum ada filter penyaringnya kecuali dilaporkan satu persatu oleh yang peduli. Orang bebas posting aktifitas seksualnya di media sosial. Bahkan sering disalahgunakan sebagai alat pelacuran online. Ada seorang anak SD yang dimasukkan ke grup FB pornografi oleh seseorang, untungnya orang tuanya memeriksa FB anak sehingga bisa dikeluarkan dari grup tersebut dan memblokir akunnya.
Seringkali di Instagram tiba-tiba muncul gambar atau video porno yang menjadi trending topik atau banyak yang like meskipun kita tidak folow akunnya. Para pembuat akun tersebut memang sengaja mengajak orang untuk klik gambar dan link yang ada disana. Semakin banyak yang klik semakin banyak mendapat uang. Foto dan video itu muncul begitu sja tanpa kita minta.
Akhirnya untuk mengatasi hal ini saya ajak anak-anak melihat langsung di Instagram. Kedua anak saya sudah punya akun Instagram yang dulu digunakan untuk jualan online dan belajar buat slime. Saya perlihatkan mereka sebuah foto vulgar yang muncul di instagram, lalu saya ajak ngobrol anak saya,
"Nak, kalau kamu melihat yang begitu menurutmu gimana?"
"Ih.. saru Bu... masa itu auratnya diperlihatkan begitu sih".