Mohon tunggu...
Dea Sellasie
Dea Sellasie Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Saya adalah seorang mahasiswa S1 Studi Kejepangan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kondisi Pasangan Homoseksual di Jepang

20 Desember 2022   14:22 Diperbarui: 20 Desember 2022   15:12 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seperti yang kita ketahui, Jepang adalah salah satu negara maju. Hal tersebut tampak dari berbagai aspek di Jepang yang sudah sangat baik seperti sistem pendidikan, bidang kesehatan,angka harapan hidup dan masih banyak aspek lainnya. Namun dalam hal kesetaraan gender, Jepang menduduki peringkat yang tergolong rendah. Bahkan peringkat kesetaraan gender Jepang berada di bawah negara-negara berkembang. Hal ini berdasarkan laporan yang dirilis sebuah lembaga yang bernama World Economic Forum. 

Menurut laporan World Economic Forum, tahun 2022 Jepang menduduki peringkat 116 dari 146 negara di dunia. Sehingga saat ini masih banyak sekali permasalahan gender di Jepang yang harus dibenahi. Salah satu permasalahan gender di Jepang adalah permasalahan kaum LGBT dan terkhusunya permasalahan hak-hak pasangan homoseksual. 

Pada tanggal 1 Desember 2022 Pengadilan Tokyo resmi memutuskan larangan pernikahan sesama jenis. Namun di sini lain, salah seorang politikus Jepang mengatakan bahwa tidak adanya sistem hukum bagi pasangan sesama jenis untuk membentuk keluarga adalah suatu hal yang melanggar HAM. Keputusan ini dianggap kontrakdiktif dan menganggap hal itu sebagai tonggak baru untuk hak sesama jenis di negara konsevatif itu. Jepang menjadi satu satu negara maju di dunia yang melarang pernikahan sesama jenis. 

Disamping pengesahan kebijakan larangan pernikahan sesama jenis, hak-hak pasangan homoseksual sudah mulai diperhatikan oleh pemerintahan Jepang. Hal ini bisa terlihat dari beberapa daerah di Jepang,termasuk Tokyo yang sudah mulai mengeluarkan sertifikat kemitraan yang bertujuan untuk membantu pasangan sesama jenis untuk dapat menempati tempat tinggal bersama dengan memberi akses untuk menyewa property (jika pemilik tanah mengizinkan mereka menyewa properti sebagai pasangan) mendapat hak kunjungan rumah sakit.

Mendaftarkan diri dalam jenis asuransi jiwa tertentu,dan mendapatkan akses ke manfaat kemitraan tertentu yang ditawarkan oleh beberapa perusahaan seperti paket telepon seluler keluarga. Hanya sembilan dari 47 prefektur yang menerapkan sistem ini dan hak istimewa ini hanya diakui oleh pemerintah daerah tempat mereka terdaftar yang berarti jika mereka berada di daerah lain ataupun pindah ke ke daerah lain maka hak istimewa tersebut tidak dapat digunakan. Para pasangan homoseksual ini merasa tidak sepenuhnya mendapat hak-hak sebagaimana layaknya pasangan heteroseksual (beda jenis) 

Hal itu dikarenakan masih banyak kebijakan yang tidak diterapkan dengan baik dan banyak terjadinya kasus diskriminasi terhadap pasangan homoseksual. Salah satu contoh kasus diskriminasi terhadap pasangan homoseksual yang pernah terjadi di Jepang tahun 2019 yang dimana ada tiga pasangan sesama jenis ini merasa telah didiskriminasi secara ilegal karena mereka kehilangan keuntungan ekonomi dan hukum yang sama seperti pasangan heteroseksual. Kebijakan saat ini di Jepang, pasangan sesama jenis tidak dapat mewarisi properti, rumah atau aset lainnya yang mereka miliki bersama. 

Meskipun telah dikeluarkan sertifikat kemitraan namun yang terjadi di lapangan tampaknya berbeda. Kebijakan tersebut tidak dapat diterapkan dengan baik. Hal itu terlihat dari beberapa pasangan sesama jenis yang sering mengalami tidak bisa menyewa apartemen bersama dan kunjungan rumah sakit yang dimana jika salah satu dari mereka dirawat di rumah sakit, pasangannya tidak memiliki hak untuk menjenguk seperti yang dilakukan oleh pasangan dalam pernikahan beda jenis. 

Namun di kalangan warga Jepang, ada peningkatan dukungan untuk pernikahan sesama jenis. Berbagai jajak pendapat menunjukkan para masyarakat yang mendukung sertifikat semacam itu , yang menunjukkan penerimaan yang meningkat terhadap populasi LGBTQ Jepang. 

Ada salah satu hak yang masih diperjuangkan oleh pasangan sesama jenis di Jepang yaitu hak untuk mengadopsi anak. Salah seorang warga negara Jepang yang bernama Ai Takahashi seorang penulis yang berusia 40 tahun yang tinggal di tokyo yang menyampaikan kepada media Jepang bahwa ia sangat ingin memiliki anak namun Jepang sendiri tidak mengizinkan pasangan untuk mengadopsi anak kecuali pasangan yang sudah menikah. Hal itu menjadi penghalang bagi pasangan sesama jenis karena pernikahan sesama jenis tidak diakui secara hukum di Jepang.

Jangankan untuk adopsi anak untuk pasangan sesama jenis. Untuk pasangan beda jenis saja, Jepang memiliki proses yang rumit. Jepang sendiri merupakan negara dengan tingkat adopsi terendah. Adopsi di Jepang banyak dilakukan oleh kerabat sendiri, hal ini dipengaruhi masa lampau yang menganggap adopsi adalah untuk memberikan manfaat bagi pihak mengadopsi untuk melanjutkan pelayanan rumah tangga dan mengurus keluarga yang hanya dapat dilakukan oleh anak laki-laki dan banyak masyarakat Jepang yang mengadopsi anak laki laki dari kerabat sendiri.

Adopsi tidak diterima baik di Jepang karena berkaitan erat dengan ikatan darah. Bagi masyarakat Jepang, adopsi dianggap sebagai tindakan yang memalukan. Bahkan ada keluarga yang telah mengadopsi anak pindah ke kota lain untuk menyembunyikan status anak angkat. Dengan melihat gambaran tersebut, tampaknya hampir mustahil bagi Jepang untuk memberi izin adopsi bagi pasangan sesama jenis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun