Selasa, 20 Desember 2011, bertempat di @america Pacific Place level 3, nasib Orangutan dibahas tuntas dalam sebuah presentasi dan diskusi bertajuk Let's #SaveOrangutans. Hewan kera besar yang hidup di Indonesia ini tengah terancam keberlangsungan hidupnya dan mereka sedang membutuhkan pertolongan kita secepatnya!
Mengapa kita harus menolong Orangutan? Ada beberapa jawaban yang dikemukakan oleh para narasumber yang hadir di acara tersebut. Arian, aktivis #SaveOrangutans, mengungkapkan bahwa Orangutan adalah hewan yang menjadi ciri khas Indonesia dan populasinya kini tengah terancam. Meskipun 97 persen DNA-nya mirip dengan manusia, binatang ini tidak bisa bicara. Kita sebagai manusia yang beradab dan mampu berbicaralah yang harus menyuarakan hak-hak hidup mereka dan segera menolong.
Rini dari The Borneo Orangutan Survival (BOS) dengan tegas menyerukan bahwa Orangutan adalah hewan yang dilindungi. Mengganggu, menyiksa apalagi sampai membunuhnya merupakan tindakan kriminal yang harus diperkarakan karena itu merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Sementara itu Chairul Saleh dari WWF Indonesia menjelaskan bahwa kepunahan Orangutan dapat berdampak buruk pada ekosistem yang pada akhirnya merugikan kehidupan manusia juga.
Semua peserta yang hadir diajak untuk berpikir tentang Orangutan dan bagaimana cara menolong mereka agar terhindar dari kepunahan. Ajakan ini bersifat mendesak karena dua spesies Orangutan yang hidup di Indonesia saat ini benar-benar dalam bahaya. Orangutan Kalimantan (pongo pygmeus pygmeus) populasinya saat ini diperkirakan hanya 57.700 individu. Sedangkan Orangutan Sumatera (pongo abelii) cuma tinggal 7.500 individu saja! Itu artinya Orangutan itu sudah berada pada satu level di atas "kepunahan".
Fakta ini membuat miris semua peserta presentasi dan diskusi yang hadir. Sebab Orangutan sudah jelas dilindungi UU, habitatnya disediakan, tapi mengapa malah terancam punah? Tentu tidak ada asap kalau tidak ada api. Demikian juga ancaman kepunahan Orangutan. Reporter Trans7 Yolinda yang turut hadir mempresentasikan pengalamannya saat liputan investigatif tentang Orangutan di Kalimantan angkat bicara soal yang satu ini.
Dalam dokumentasi video yang diputar Yolinda, terlihat bahwa seluruh elemen terkait, mulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah sampai Ketua Gabungan Pengusaha Perkebunan Indonesia (GPPI) seakan lepas tangan dari persoalan dilematis yang satu ini. Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang tampil pasrah dan secara tersirat menyalahkan pemerintah pusat karena kerap memberikan izin pembukaan lahan dan HPH kepada perusahaan-perusahaan pengelola kelapa sawit besar tanpa sepengetahuannya.
Ketua GPPI Teguh Patriawan pun terlihat tidak bermain aman dengan 'mengimbau' agar pemerintah dan pengusaha perkebunan tidak main mata di lahan konservasi Orangutan. Ia juga seakan tidak mau tahu tentang lahan konservasi Orangutan di Das Bengkuang yang dibabat dan dijadikan perkebunan kelapa sawit.
Semuanya seolah saling melempar tanggung jawab saat ditanyai tentang nasib Orangutan yang kian terancam. Terus terang ini menyedihkan karena Orangutan tidak bisa melindungi dirinya sendiri. Apalagi dari serangan predatornya yang paling buas saat ini: manusia. Persoalan ini, kata Chairul, menjadi dilematis karena di satu sisi daerah seperti Kalimantan terdesak kebutuhan untuk memajukan perekonomian. Namun, di sisi lain nasib Orangutan tergusur atas nama investasi yang kian gencar serangannya.
"Padahal seharusnya investasi tidak menjadi hambatan bagi konservasi. Daripada membabati hutan-hutan konservasi, kenapa tidak memberdayakan saja lahan terlantar yang luasnya pun tidak kalah banyak?" kata Chairul.
[caption id="attachment_157953" align="aligncenter" width="480" caption="Salah satu slide presentasi yang menunjukkan penyiksaan terhadap Orangutan :("][/caption]