Dalang:
“Baru saja panggung ini dibuka, semuanya sudah ribut. Masing-masing menganggap diri paling beres. Ingin menang dalam pendapatnya. Wahai para babu dan nyonya, coba ulangi lagi keluh kesahmu.“
Para Babu: “Pak Dalang, coba dengarkan kami. Kami dan para nyonya adalah makhluk yang sama.Sama-sama manusia, sama-sama punya otak. Mereka bertindak seakan-akan kami ini bodoh. Kalau memangmereka lebih pintar seharusnya mereka berbicara dengan cara yang pintar, yaitu cara yang dimengerti oleh kami. Bukankah orang pintar adalah orang yang bisa menempatkan dirinya dimanapun mereka berada. Termasuk dalam golongan yang tidak pintar.Eh...“
Para Nyonya: “Interupsi Pak Dalang. Pak Dalang punya babu kan,? Pak Dalang tahu apa yang ada pada otak mereka? Mereka hanya memikirkan upah, tok. Jika diawasi mereka baru bekerja, jika tidak ada pengawas mereka bertindak semaunya. Lantas menurut Paka Dalang, babu seperti apa yang bisa kami percaya? Jika dinasehati memang mereka mengerti,tetapi sungguh disayang mereka tidak mengindahkannya. Kami bisa duduk makan bersama setiap hari, tetapi hal ini justru menjadi bumerang bagi kami. Lebih baik kami menjaga jarak, supaya mereka menjaga sikap dan tidak menjadi manja.”
Dalang: “Oalah…. saya menjadi pusing mendengar kalian berbendapat. Saya ini bukan hakim, tidak bisa memutuskan duduk perkaranya. Bisakah kalian berdamai sementara waktu? Panggung ini tidak akan berjalan kalau kalian seperti ini terus, lagipula kalian ini kan saling membutuhkan satu sama lain.”
….hening beberapa saat….lalu ribut kembali…..
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI