Pada tahun 2020, negara tidak punya pilihan selain menjadikan pengendalian dampak penyebaran COVID-19 sebagai prioritas utama. Setiap negara bagian telah menjadi negara bagian pusat dan mengerahkan semua sumber daya dan menerapkan langkah-langkah yang tepat untuk menyelamatkan warga yang terkena COVID-19 dan mengubur orang yang tidak curiga, sambil menahan penyebaran penyakit dengan berbagai undang-undang nasional seperti penguncian, karantina wilayah, inspeksi cepat ganda, ukuran, dan lebar terbatas. Menariknya, COVID-19 adalah kontaminan di seluruh dunia, tetapi penanganannya lebih unggul di negara bagian.
Munculnya penyakit ini juga telah menjadi teknologi dan kekuatan pergerakan masyarakat dalam 20 tahun terakhir dan sekarang sangat berbeda karena ukuran, konstruksi, dan kemajuan teknologi. Namun, terlepas dari kemajuan yang dibawa oleh Covid-19, korban yang jatuh mendorong negara dan non-negara untuk berubah secara sosial dan perilaku. Ketentuan ini telah memaksa banyak negara di dunia untuk menerapkan undang-undang dan keputusan politik yang membatasi seperti: penutupan publik, pengecualian fisik, penguncian, dan penutupan seperti penghentian visa untuk imigran. Berbagai negara telah menutup bandara dan membatasi kegiatan masuk dan keluar perbatasan bagi warga negara asing, yang juga diikuti dengan pemulangan warga negaranya yang terdampar ke negara lain melalui imigrasi darurat dan memfasilitasi pemulangan kewarganegaraan mereka sendiri. Penutupan berbagai fasilitas pemerintah, pembatasan operasional perkantoran, dan peraturan lain untuk pengendalian kuman seperti pembatasan aktivitas masyarakat dan penutupan jalan raya telah memperlambat perekonomian.
Dampak ekonomi tidak hanya di tingkat lokal, tetapi juga di tingkat global, karena defisit perdagangan global diproyeksikan 32% dan penurunan pasar saham global 10%. Ada juga kemiskinan yang meningkat dan penurunan lapangan kerja perusahaan yang telah memaksa jutaan orang di seluruh dunia untuk menerima akhir dari PHK perusahaan mereka, karena ketidakmampuan perusahaan untuk membiayai biaya operasi aktivitas di tengah penyakit mengurangi pendapatan.
Penulis : Dea Putri Layuk
Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Fajar Makassar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H