Tulisan ini sebetulnya terinspirasi dari tulisan bung Badrudin Al-Jauhari berjudul "lampu merah" di rubrik sosbud. Trims ya bung...................
Silakan kunjungi di alamat http://sosbud.kompasiana.com/2010/12/15/lampu-merah/
Kaitannya dengan rubrik agama apa ya?
Kita pahami Lampu Merah adalah salah satu rambu-rambu lalu-lintas yang berarti berhenti. Gak perlu anda tanyakan kenapa harus berhenti, kalau tidak maka berarti SIM anda termasuk yang bayarnya lebih mahal dari biaya yang sudah ditetapkan alias anda tidak ikut ujian alias anda nyogok!
Dalam kehidupan umat beragama Lampu Merah mungkin dapat dipahami sebagai rambu-rambu yang harus dipatuhi bagi semua pemeluk agama agar saling menjaga dan menahan diri. Menahan diri apa? Menahan diri dari sikap dan perbuatan untuk menyebarkan agama atau keyakinan yang dianutnya kepada orang lain atau umat lain. Sikap untuk tidak menyebarkan agama kepada yang sudah beragama dikhawatirkan dapat mencederai kehidupan harmonis dalam konteks bahwa negara ini adalah negara pancasila. Sikap dan perbuatan untuk menyebarkan agama kepada umat agama lain dapat menimbulkan keresahan sehingga memicu konflik yang dapat merugikan bangsa ini juga.
Ada sebuah fenomena (meminjam bahasa mbak laurentia) jika masuk kepada agama islam (mualaf) maka berarti putih, dan jika keluar dari agama islam (maaf, murtad) maka berarti hitam. Fenomena yang dimaksud yaitu sebuah stigma yang ada dan akrab di masyarakat tentang istilah hitam dan putih yang dimaksud di atas. Fenomena tersebut timbul karena ada motif yang melatarbelakanginya. silakan kunjungi alamat ini
http://agama.kompasiana.com/2010/12/11/ketika-saudaraku-pindah-keyakinan/
Sikap saling menghormati antar pemeluk agama sesungguhnya bukan hanya ditandai dari saling mengucapkan selamat ketika perayaan salah satu agama atau perayaan lainnya. Sikap tsb ditunjukkan justru dengan tidak melakukan perbuatan dimaksud di atas. Apa parameternya perbuatan dianggap tidak mencerminkan perbuatan tsb? Kasih bantuan ntar dicurigain nyebar agama, kasih beasiswa juga begitu, apalagi kasih bantuan mie instan...............pasti orang-orang sudah pada stereotype! Silakan simak percakapan saya dengan kawan saya dibawah ini
Saya : "bagaimana caranya agar bantuan dari orang yg beda agama tidak dicurigain sebagai perbuatan menyebarkan agama kpd yang udah beragama?".
Kawan : jika tidak berdampak pada berubahnya keyakinan atau agama orang yang dikasih bantuan tsb.
Saya: "Wah ini juga masih rancu dan umum sekali, kalau orang yang dikasih bantuan ternyata tersentuh dengan agama yang ngasih bantuan trus dia pindah agama, gimana? khan gak jelas juga parameternya?