Mohon tunggu...
Taraf Kurniadi
Taraf Kurniadi Mohon Tunggu... lainnya -

pada tapak kaki yang merangkak berjalan, pada mimpi indah yang menjauh di angan, pada rasa yang makin membeku, dan pada ketegaran jiwa yang makin mengerucut.....

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Masih Ada Esok, Nurdin...

3 Maret 2011   11:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:06 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Euphoria sepak bola nasional di akhir tahun 2010 membuncah seiring dengan prestasi ciamik timnas PSSI di turnamen AFF 2010 kemarin. Walaupun tanpa gelar, permainan timnas yang cantik telah memberi semangat baru bagi Indonesia. Bangsa yang lelah dengan intrik politik dan hukum dan kelelahan mengejar pertumbuhan ekonomi yang tak kunjung membaik. Kita bisa menyatu. Kita bisa melupakan pebedaan. Bersatu dalam satu nasionalisme Indonesia. Terbukti bahwa nasionalisme anak-anak muda kita tidak tergerus dengan jaman. Bersatu dalam satu dukungan. Kita bisa menyatukan persepsi keindonesiaan kita. Kita masih cinta Indonesia kita. Kita bisa memberi yang terbaik bagi bangsa ini. Itu yang terlihat dari semangat Timnas dan supporter Indonesia. Kita bisa menegakkan harga diri bangsa kita sebagai bangsa yang beradab. Melupakan machiavelisasi dalam lapangan hijau. Menghilangkan penghalalan segala cara untuk menang seperti yang dilakukan supporter Malaysia di Bukit Jalil. Bahwa kemenangan bukanlah satu-satu tujuan dalam sebuah pertandingan. Belajar memaknai fairplay dalam pertandingan. Bermain jujur, bermain untuk menang, tapi menerima kekalahan dengan martabat. Saya rasa itu satu point penting dalam hasil akhir sebuah turnamen. Timnas dan supporter sepak bola telah belajar memahami makna fairplay.


Namun di tengah-tengah euphoria ini, pengurus PSSI sepertinya tutup mata dengan desakan rakyat pencinta sepak bola untuk memperbaiki sistem persepakbolaan dan organisasi PSSI, seperti tuntutan mundur Nurdin Halid atas prestasi buruk PSSI selama masa kepemimpinannya. Tidak perlu lah sampai menunggu kehancuran sepakbola kita. Pengurus PSSI semestinya juga harus mau mendengar dan menampung aspirasi rakyat banyak pencinta sepak bola. Nah, ini semestinya ditangkap juga oleh pengurus PSSI. Demikian juga dengan stakeholders lainnya. Belajar juga memaknai fairplay dalam berorganisasi. Berintrospeksi dan berubah untuk kebaikan sepak bola kita. Demikian juga dengan adanya LPI (Liga Primer Indonesia). Bukannya welcome atas kompetisi itu, PSSI via Sekum Nugraha Besus main ancam sanksi kepada para pemain dan klub peserta LPI. Dan sebenarnya dengan tidak mengakui LPI menjadikan PSSI sebagai lembaga yang anti perubahan dan anti masukan. Jadi kelihatan benar kedodorannya PSSI. Orang sudah ngomong Piala Dunia, PSSI ini masih berkutat dengan kompetisi domestik yang penuh dengan kontroversi. Kenapa bisa begitu ? Sibuk sendiri dengan PSSI sendiri.


Kemarin-kemarin dan sampai hari ini, demo menentang pencalonan Nurdin Halid sebagai ketua umum PSSI marak dan ramai di sejumlah kota besar Indonesia. Demo, sumpah serapah, aksi teatrikal menyatu dalam tingkah polah pendemo. Jutaan pecinta sepak bola di seluruh pelosok tanah air menyumpahserapahi Anda. Membenci cara-cara Anda melanggengkan kekuasaan. Namun dalam pandangan saya ,mengutip kata-kata orang bijak, damailah dengan kebencian dan dendam. Anda, Nurdin Halid harus menyerap energi positif dari kebencian dan dendam jutaan pecinta sepak bola Indonesia kepada Anda. Membuktikan bahwa Anda mau melihat dan mendengarkan demo dan celaan serta sumpah serapah orang untuk tidak lagi mencalonkan sebagai ketua umum PSSI. Mau mengerti dan memahami bagaimana orang sudah lelah dengan Anda. Membalikkan kebencian dan dendam jutaan pecinta sepak bola Indonesia menjadi cinta dan kerinduan akan kiprah Anda di pentas yang lain misalnya politik. Bukankah Anda anggota Golkar? Tentu di sana Anda bisa membawa energy positif yang masih ada pada Anda dan membuktikan bahwa Anda capable untuk mengurus bangsa ini lewat bidang yang lain. Bukan di sepak bola lagi. Lebih-lebih adanya kabar dari Zurich bahwa jika FIFA akan melarang Nurdin Halid mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PSSI periode berikutnya, sudah jadi pertanda jika rezim Nurdin akan segera habis di sepakbola Indonesia dan Anda segera membuat semacam announcement tentang keputusan untuk membatalkan pencalonan Anda.


Mari kita pikirkan bahwa masih ada mentari esok yang bersinar. Masih ada secercah cahaya yang menyinari kita menjalani hidup selanjutnya. Satu persoalan akan ditimpa persoalan satu lainnya. Atau bahkan mungkin lebih banyak persoalan. Setumpuk berat persoalan tak harus menjadi tambahan beban kita melangkah ke depan. Terlalu banyak energi habis digunakan untuk sia-sia. Tugas Anda ke depannya adalah buat suksesi PSSI yang smooth dan membanggakan bangsa ini. Saatnya Anda mau legawa dan menerima serta memahami bahwa Anda memang mampu untuk memimpin kembali PSSI. Akan tetapi ada orang yang lebih bisa dan mampu memimpin PSSI supaya menjadi lebih baik lagi. Yang bisa membuat PSSI sebagai salah satu kebanggaan bangsa Indonesia. Bukan sebagai tempat caci maki. Bukan sebagai tempat celaan. Bukan tempat tumpahan sumpah serapah jutaan penggemar sepak bola tanah air. Apalagi cuma sekedar tempat untuk bisa eksis sebagai ketua umum PSSI!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun