Mohon tunggu...
Dean Tanzilla
Dean Tanzilla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Bachelor of Political Science

Democracy, Military-Politics, Human Rights, and Citizenship Enthusiast.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi Kaum Muda, Bukan Hanya Sekadar Tingginya Partisipasi Memilih

13 Juni 2023   21:28 Diperbarui: 13 Juni 2023   21:33 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilu tahun 2024 akan berlangsung dalam hitungan kurang lebih 8 bulan kedepan. Pemilu dianggap sebagai instrumen paling riil dari demokrasi, serta wujud paling konkret dari keikutsertaan atau partisipasi masyarakat. Saat ini antusiasme di kalangan para politisi semakin meningkat, terutama dalam meningkatkan elektabilitas dan suara pemilih, terutama pemilih pemula. Pada pelaksanaan pemilu serentak tahun 2024, diprediksi jumlah pemilih muda akan mengalami peningkatan. Apabila berkaca pada pemilu serentak tahun 2019, data dari KPU jumlah pemilih muda sudah mencapai 70 juta - 80 juta jiwa dari 193 juta pemilih. Pemilih dengan rentang usia 17-40 tahun itu mendominasi hingga 60% atau sekitar 110 juta dari total pemilih (mediaindonesia.com, 2023). Hal ini menandakan pemilih muda sudah mempunyai kekuatan dan memiliki pengaruh besar terhadap hasil pemilu yang nantinya berpengaruh kepada kemajuan bangsa.

Demokrasi sejatinya tidak hanya terfokus sebagai sebuah sarana atau upaya untuk menentukan calon pemimpin, namun seharusnya demokrasi mampu menjadi sebuah landasan terciptanya kesejahteraan dan ruang yang luas untuk mewadahi aspirasi masyarakat. Pemilih muda memiliki pemikiran dan jiwa yang masih bergelora, sehingga eksistensinya membawa pengaruh besar terhadap perbaikan bangsa atau sebaliknya. Banyak sekali peristiwa besar yang berkaitan dengan bangsa ini dan menunjukkan bagaimana aksi nyata yang dilakukan oleh para pemuda (Muis, 2023).

Pemuda dituntut untuk dapat kritis dan berpikir jernih dalam menyikapi kondisi politik di tengah perkembangan arus informasi yang begitu masif yang bisa memunculkan dampak negatif berupa paham liberalisme, individualisme, eksklusivisme, kekerasan dan anti keberagaman. Peran pemuda jelang pelaksanaan pemilu 2024 diharap tidak hanya menjadi pemilih saja, akan tetapi diharapkan mampu memiliki sikap kritis terhadap segala bentuk proses perhelatan pemilu. Hal yang tidak boleh dilewatkan adalah pentingnya membangun pemahaman warga muda, yang tidak hanya terbatas pada prosedur melakukan pemilihan semata, akan tetapi perlu memahami segala bentuk isu yang kemungkinan akan muncul secara khusus dan lebih luas, yang berkaitan dengan Pemilu 2024 (Grehenson, 2021).

Secara umum teori behavior mengenai pemilihan dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu Columbia Model dan Michigan Model. Sikap politik warga muda dapat dianalisis berdasarkan Columbia Model. Columbia Model menekankan faktor sosiologis dapat membentuk perilaku masyarakat dalam menentukan pilihannya dalam pemilu. Aliran pemikiran ini melihat masyarakat sebagai kelompok vertikal dan percaya bahwa masyarakat tersusun dengan norma-norma sosial dasar yang didasarkan pada pengelompokan sosiologis seperti agama, pekerjaan, status sosial, usia dan jenis kelamin. Pengelompokan sosiologis ini memiliki peran dalam membentuk sikap politik pemilih.

Pemilih pemula pada masa jelang pemilihan, merupakan kelompok atau elemen yang paling rentan terkena black campaign ataupun money politics. Minimnya pengetahuan politik pada kalangan warga muda menjadi salah satu faktor penyebab yang paling nyata. Sebab itu penguatan demokrasi perlu dilakukan secara masif dan komprehensif, tidak hanya pada prosedur pelaksanaan elektoral semata. Tentunya hal ini perlu dilakukan jauh-jauh hari, diperlukan peran penguatan dari lembaga demokrasi, partai politik untuk memberikan pendidikan politik, hingga pihak penyelenggara pemilu dalam memberikan pengetahuan seputar upaya berdemokrasi yang baik dan menciptakan suasana politik serta demokrasi yang kondusif -- terhindar dari isu paham liberalisme, individualisme, eksklusivisme, kekerasan, adu kebencian, serta kampanye anti keberagaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun