Di tengah situasi ekonomi yang semakin parah, harga minyak mentah naik lagi. Kali ini bukan karena krisis baru atau eskalasi baru di Ukraina. Tapi karena produsen minyak sengaja membuat pilihan itu. Maksud saya kartel minyak OPEC dan sekutunya (non-OPEC). Hari Rabu mereka mengadakan pertemuan di Wina. Pertemuan tersebut merupakan pertemuan langsung pertama sejak pandemi covid-19.
Sebelumnya, sebagian besar ahli memperkirakan akan ada pengurangan produksi. Para ahli benar, karena tulah yang mereka setujui di Wina. OPEC dan sekutunya setuju untuk menurunkan roduksi minyak sebesar 2 juta barel per hari.
Alasannya untuk menstabilkan pasar. "Prioritas kami sekarang adalah menstabilkan Pasar. Sekarang kami dapat dituduh ingin mempengaruhi Pasar secara negatif...seperti yang digambarkan semua orang, Anda dan orang lain akan melihat bagaimana kami berperilaku di bulan-bulan mendatang." Â
Sepertinya tidak ada yang membeli argument tersebut. Pengurangan produksi ini tidak ditujukan untuk menstabilkan pasar tetapi hanya untuk menaikkan harga.
Alasannya karena pasokan dan harga memiliki hubungan yang berbanding terbalik. Artinya jika Pasokan Naik, harga akan turun.
Dan jika Pasokan Turun, harga akan naik. Dalam hal ini OPEC dan sekutunya melakukan yang terakhir. Mereka memotong pasokan untuk menaikkan harga.
Formula ini sudah bekerja. Minyak mentah Brent Naik  sebesar 1,7 persen hingga mencapai 93 dolar per barel. Semua harga sekarang berada di level tertinggi dalam tiga minggu terakhir.
Pertanyaannya adalah kenapa sekarang? ini adalah pengurangan produksi terbesar OPEC sejak pandemi bermula tahun 2020. Apa yang menjelaskan pemilihan timing OPEC? Sederhananya karena untungnya besar.
Di masa lalu, negara-negara OPEC cukup bahagia saat minyak diperdagangkan antara 70 dan 80 dolar. Tetapi tahun ini pendapatannya meningkat. Ketika Rusia menginvasi Ukraina Harga minyak Naik menjadi lebih dari 120 dolar per barel sehingga negara-negara OPEC terbiasa dengan harga baru ini.
Di tengah krisis ekonomi yang sudah di depan mata, mereka ingin menciptakan bantalan agar saat tiba waktunya, pukulan resesi tidak terlalu menyakitkan mereka. Dan cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan menaikkan harga minyak sekarang.
Pertanyaan besarnya, bagaimana hal ini akan mempengaruhi kita selaku konsumen?
Pertama quota minyak yang akan diberikan per konsumen. Sepertinya tidak akan berubah, karena negara-negara OPEC sudah berproduksi di bawah kuota resmi mereka sehingga dalam praktiknya tidak akan banyak pengurangan. Jadi itu bagian teknis dari keputusan OPEC.
Bagaimana dengan aspek politiknya?
Amerika Serikat mendorong OPEC untuk meningkatkan produksi minyak. Pada bulan Juli Joe Biden melakukan perjalanan ke Arab Saudi untuk mengatur ulang hubungannya dengan kerajaan. Yang dilakukan Riyadh justru sebaliknya, mereka telah bersekongkol dengan  Rusia untuk mengurangi produksi minyak.
Sekretaris Pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre menyebut keputusan ini "keputusan picik". Berikut saya kutip kata-katanya. "Keputusan OPEC untuk memotong kuota Produksi adalah keputusan picik. Sementara ekonomi global berurusan dengan dampak negatif lanjutan dari invasi Putin ke Ukraina. Terlihat jelas bahwa OPEC plus sejalan dengan Rusia dalam pengumuman hari ini."
"Sejalan dengan Rusia". itu tuduhan serius. Faktanya, kartel minyak ini mengungkapkan berkurangnya pengaruh AS atas Arab Saudi. Kemarin Arab Saudi tidak ikut mengutuk Perang Putin, sekarang mereka malah berpihak pada Rusia untuk menaikan harga minyak. Jelas, ini akan menjadi pesan ke Washington.
Jadi Biden bisa apa?
Gedung Putih sedang mempertimbangkan tiga langkah. Satu, melepas minyak dari Cadangan strategis AS. Seperti yang saya katakan di awal, ini semua tentang pasokan. Jadi AS bisa menurunkan harga dengan melepaskan cadangan minyaknya ke pasar global untuk menjaga pasokan.
Dua, langkah legislative. Kongres AS sedang membahas RUU yang disebut NOPEC (The No Oil Producing and Exporting Cartels). Pada dasarnya RUU ini ditujukan untuk melindungi konsumen dan bisnis AS dari kenaikan harga minyak yang direkayasa.
Beberapa upaya untuk meloloskan NOPEC selama lebih dari dua dekade telah lama mengkhawatirkan pemimpin de facto OPEC Arab Saudi. Riyadh melobi keras setiap kali versi RUU itu muncul.
Tapi, RUU ini agak kontroversial. Kini Anggota OPEC Plus dan perusahaan minyak mereka menikmati kekebalan kedaulatan. Meskipun hanya kartel, mereka tidak bisa dituntut. Jadi, RUU NOPEC bertujuan untuk mengubah status quo.
RUU ini akan memungkinkan pengadilan AS untuk mengadili kasus Anti-Trust terhadap anggota OPEC. Jadi masih banyak daerah abu-abu dalam RUU ini. Seperti, kekuatan pengadilan AS atas kekuatan asing, atau bagaimana NOPEC mempengaruhi hubungan diplomatis AS.
Laporan mengatakan NOPEC telah mendapat 60% suara di Senat. Jika disahkan NOPEC akan menjadi pukulan besar bagi hubungan AS-Saudi. Sisi positifnya, OPEC akan kesulitan mengatur harga minyak seenaknya seperti sekarang.
Strategi ketiga, buka kembali sumber minyak di tempat lain di dunia. Laporan mengatakan AS siap untuk membuat kesepakatan dengan Venezuela, semacam quid pro quo. AS akan melonggarkan sanksi terhadap minyak Venezuela dan sebagai imbalannya presiden Nicols Maduro akan mengadakan pemilihan umum yang bebas dan adil pada tahun 2024.
Biar jelas, tidak ada pihak yang mengkonfirmasinya, jadi murni berdasarkan laporan di media AS. Tetapi jika benar, kesepakatan ini mengungkapkan betapa putus asanya Joe Biden.
November adalah bulan pemilihan di Amerika. Salah satu masalah terbesar AS adalah kenaikan harga Energi sehingga Biden tampaknya mencoba segalanya untuk menjaga pasar minyak tetap stabil. Biden mungkin (terpaksa) balik belakang dari Arab Saudi dan merangkul Venezuela.
Semua ini memberi tahu kita betapa perkasanya minyak dalam politik.
Sumber: ReutersÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H