Djoko Tadjir membuka toko pegadaian dan jual-beli barang tepat di seberang toko minuman keras. Usahanya tetap buka 24 jam sehari, 7 hari seminggu.
Kebanyakan pelanggannya orang pribumi. Mereka datang membawa emas, perhiasan, pesawat televisi, pakaian, kulit rusa, manik-manik, tifa, dsb. Djoko Tadjir menerima semua yang ditawarkan orang pribumi dan menyimpannya. Semua barang dibuatkan katalog dan disimpan di ruang penyimpanan. Bakal butuh waktu 12 tahun bagi petugas pajak untuk mencatat semua aset di toko Djoko Tadjir.
Orang pribumi menggadaikan tangan hingga jari-jari mereka. Tapi menyisakan satu jempol saja untuk mencoblos. Mereka juga menggadaikan tengkorak, hingga kulit. Ketika pribumi terakhir telah menggadaikan segalanya kecuali hatinya, Djoko Tadjir menawarkan dua puluh ribu rupiah untuk harta terakhir sang pribumi.
Setelah mendapatkan hati pribumi, Djoko Tadjir menutup pegadaian, mengecat tulisan baru di atas papan nama toko yang lama dan menyebut usaha barunya dengan nama "MUSEUM ORANG PRIBUMI". Djoko Tadjir menagih uang untuk tiket masuk; Tujuh puluh lima ribu rupiah untuk umum, lima puluh ribu untuk orang pribumi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H