"Yah ampuuun ... demi Tuhan, kopral tolong jelaskan!"
Aku melihat ke seberang ruangan ke arah komanadan dan tidak terburu-buru menjawab. Ruang di antara kami kental dengan aroma belerang, histeria, dan adrenalin. Ruangan itu didekorasi dengan pecahan kaca, tumbuh-tumbuhan, dan serpihan tubuh ular. Gumpalan asap bocor dari moncong senapanku. Delapan selongsong kosong berserakan di lantai seperti petasan di malam tahun baru. Gerakan jariku di pelatuk telah menghancurkan akuarium, atau apa pun sebutan dari habitat buatan ular itu.
Ini bukan ular pertama yang pernah aku bunuh. Ketika ditempatkan di Teminabuan, aku sudah membunuh begitu banyak "Aban" kalau kata orang lokal di sana. Tapi sekarang aku berada di Timika melayani kampung halamanku sebagai pasukan pengaman objek vital nasional PT. Freeport.
"Siap Sersan..." kataku, dengan cara yang paling hormat. "Ada satu ekor yang lolos keluar."
Semua orang tahu itu omong kosong. Mereka tahu aku benci ular, tapi bukan alasan untuk emosiku yang meledak-ledak ini. Salah satu anggota lain memecah ketegangan dengan bertanya sinis, "Pace, ular tadi de mo kabur ka?" Kami berlima tertawa terbahak-bahak. Tawaku palsu.
Saat rekan-rekanku menikmati momen kegembiraan ini, pikiranku dibawa kembali ke 18 tahun yang lalu menuju kematian Pak Urbas.
Frengky Urbas merupakan pecinta sejati reptil level tertinggi. Dia menyimpan berbagai macam ular di garasinya. Saking cintanya beliau sama ular, beliau berfoto sedang mengangkat Micropechis Ikaheka a.k.a. ular putih paling mematikan di seantero Papua.
Aku mengetahuinya karena beliau juga ayah tiri dari pacarku Yohana. Seperti seru sersan, "demi Tuhan" siapa yang bikin ular jadi hewan peliharaan? Hanya Voldemort. Setidaknya itu yang aku tahu.
Suatu malam sebelum pesta di kampung sebelah, aku mengetahui sesuatu yang bikin terkejut setengah mati. Malam itu Yohana memberitahuku tentang kebejatan pak Urbas. Yohana mendatangiku dan berkata dia tidak bisa pergi denganku. Dia menangis dan berkata bahwa ayah tirinya mengatakan dia tidak boleh ke mana-mana malam nanti. Tapi pak Urbas tidak akan menjadi orang jahat dalam cerita ini. Yohana disuruh mengarang cerita tentang keracunan makanan.
Aku terus bertanya, "Kenapa, kenapa?" Awalnya dia berkata, "Sa tra bisa bilang... sa betul-betul tra bisa bilang ... tapi itu bukan karena ko, sa ..." Ini tidak masuk akal, dan aku tidak bisa berhenti bertanya "kenapa ... kenapa?"