Sementara ketegangan Indo-Pasifik meningkat, Cina terus memancing pengaruh geopolitik di kawasan Pasifik. Beijing mendorong kesepakatan baru dan meminta negara-negara pulau kecil untuk menandatangani perjanjian pra-tertulis.
Apa isinya? Perjanjian tersebut memberi Cina hak untuk menangkap ikan di perairan mereka, hak untuk mendirikan pasukan keamanan di tanah mereka, serta memungkinkan Cina untuk mengontrol internet di sana dengan cara membantu pembangunan infrastruktur keamanan siber.
Sederhananya, memungkinkan Cina untuk mengontrol negara, alam, keamanan nasional, dan narasi negara-negara Pasifik. Rencana Cina ini memang ambisius.
Orang yang bertanggung jawab untuk menyampaikannya adalah Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi. Menlu Cina dikirim ke Pasifik bersama tim yang terdiri dari 20 orang dan mereka membawa salinan perjanjian pra-tertulis.
Pada akhir perjalanan tim ini, Wang Yi akan mengadakan pertemuan dengan 10 Menlu 10 negara kepulauan Pasifik di Fiji. Negara-negara yang menjadi target Cina antara lain: Kepulauan Solomon, Kiribati, Samoa, Fiji, Tonga, Vanuatu, Papua Nugini, Kepulauan Cook, Niue, dan Mikronesia.
Semuanya merupakan negara Kepulauan Pasifik yang damai dan Cina ingin mengubah rumah mereka menjadi teater konflik. Mengapa Cina melakukannya? Sebagai tanggapan terhadap KTT QUAD di Tokyo baru-baru ini.Â
Apa yang terjadi pada KTT di Tokyo? QUAD (India, Jepang, Amerika Serikat, dan Australia) meluncurkan sistem pengawasan maritim berbasis satelit yang dirancang untuk memeriksa penangkapan ikan ilegal yang dilakukan Cina di wilayah Pasifik dan seluruh dunia.
Jadi, Cina mencoba untuk melawannya dengan membangun pakta di kawasan Pasifik untuk mengkonter QUAD.
Bisa dibilang, Cina tidak membuang waktu karena perjanjian pra-tertulis Cina berisi rencana tata ruang maritim. Cakupannya luas termasuk antara lain: perikanan, ketentuan untuk melatih petugas polisi pasifik, mengatur lembaga lembaga konfusius, bahkan mengirim sukarelawan dan influencer Cina ke negara-negara tersebut. Â
Seperti biasa, perjanjiannya samar-samar sehingga ada cukup ruang bagi penyalahgunaan ke depannya. Entah sengaja atau kepepet waktu saja jadi belum sempat menyempurnakannya.
Cina menyebut perjanjian ini visi dengan nama Common Development Vision (Rencana Pembangunan Bersama). Pembangunan bersama ini merupakan rencana lima tahun (semacam RPJM kali yah). Pertanyaannya adalah pembangunan siapa yang Cina bicarakan? Katanya sih pembangunan Pasifik.
"Cina telah lama bersikeras memberikan bantuan ekonomi dan teknis ke negara-negara kepulauan tanpa ikatan politik apapun," ucap juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Wang Wenbin melalui siaran pers Kementerian Luar Negeri.
Mari kita cermati, 10 negara yang ditargetkan oleh Cina ini bukanlah negara maju. Jadi Cina mencoba memikat mereka menggunakan buku cek.Â
Dalam proposal perjanjian, Cina menjanjikan bantuan terkait masalah perubahan iklim, bantuan medis sebesar dua juta dolar untuk melawan Covid-19. Ada juga janji untuk 200 tenaga medis, 2.500 beasiswa pemerintah, dan 10 rombongan pelaku seni dan budaya.
Semua bantuan ini harus saya katakan hanyalah samaran dari niat utama Cina untuk menguasai kawasan Indo-Pasifik. Karena untuk semua bantuan itu, negara-negara kepulauan Pasifik harus setuju rencana Cina untuk mengirim pasukan ke sana dan mendirikan pangkalan maritim.Â
Cukup menarik, perjanjian itu ditulis seperti komunike bersama yang berarti Cina telah berasumsi bahwa negara-negara kepulauan Pasifik akan menerimanya kata demi kata.
Kemarin Wang Yi berada di Pulau Solomon. Selama beberapa hari ke depan beliau akan mengunjungi setidaknya tujuh negara, juga mengadakan pertemuan virtual dengan Menteri Luar Negeri dari tiga negara lain dan perhentian terakhirnya adalah Fiji. Jadi Cina bertujuan untuk menerbitkan komunike bersama di sana (Fiji).
Anggota QUAD Australia waspada karena semua ini terjadi di halaman belakang Australia. Canberra menanggapi dengan mengirimkan menteri luar negerinya sendiri Anthony Albanese ke Fiji. Berikut saya kutip kata Albanese kepada stasiun televisi ABC.
"Kami tahu bahwa ini telah terjadi selama beberapa waktu, kecenderungan maju Cina ke wilayah itu adalah topik diskusi di antara para pemimpin AS, Jepang, India dan (punya) saya sendiri dan kami perlu menanggapi ini. Kami tahu bahwa (rencana Cina) ini sudah dibangun selama beberapa waktu."
Ada juga perlawanan dari dalam kawasan Pasifik itu sendiri. Negara tersebut adalah Mikronesia yang merupakan sebuah negara pulau kecil bagi 150.000 orang.Â
Presidennya David W. Panuelo telah menulis surat kepada 21 pemimpin Pasifik. Beliau memperingatkan bahwa Cina mencoba "memperoleh akses dan kendali atas wilayah kami".Â
Panuelo ingin semua negara kepulauan Pasifik menolak proposal Cina. Beliau juga mengatakan kesepakatan itu memungkinkan penyadapan telepon dan email, serta memicu perang dingin baru.
Beijing tentu saja tidak setuju dengan semua ini. Cina menyangkal tahu tentang surat peringatan Panuelo dan tetap melanjutkan tur Pasifik.
"Saya tidak tahu tentang surat yang Anda sebutkan. Tetapi saya sama sekali tidak setuju dengan argumentasi bahwa kerjasama Cina dengan negara kepulauan Pasifik Selatan akan memicu perang dingin baru. Kerjasama yang saling menguntungkan antara Cina dan negara kepulauan didasarkan pada kesetaraan dan mutualisme, dan yang dipetik adalah hasil win-win." ucap Wang Wenbin melalui siaran pers Kementerian Luar Negeri Cina.
Kepulauan Pasifik seharusnya tahu bahwa Cina percaya pada penggunaan kekuatan bukannya kesetaraan. Cina mengandalkan jebakan utang, bukannya kepercayaan.Â
Tidak ada hasil win-win dalam kesepakatan yang melibatkan Cina. Jadi demi kepentingan Indo-Pasifik yang aman, mari berharap negara-negara kepulauan Pasifik membiarkan Wang Yi pulang dengan tangan kosong.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H