Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Human Resources - Geopolitics Enthusiast

Belakangan doyan puisi. Tak tahu hari ini, tak tahu esok.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Perang Ukraina Mengancam Ekonomi China

17 Maret 2022   21:42 Diperbarui: 18 Maret 2022   20:53 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Luar Negeri China Wang Yi menghadiri konferensi pers di Beijing, China pada 7 Maret 2022. Li Xin | Kantor Berita Xinhua | Getty via CNBC

Minggu ini, nilai saham China mencatat penurunan terbesar dalam 14 tahun terakhir sejak 2008. Skala kerugian dijelaskan oleh laporan dari Bloomberg's Billionaire Index yang diwartakan News, bahwa orang-orang terkaya China merugi sekitar USD 72 miliar dalam sehari. 

Hari ini, pasar China berkomitmen untuk bangkit kembali lewat intervensi kebijakan ekonomi. Xi Jinping mengeluarkan pernyataan bahwa pemerintah China bersumpah untuk memastikan stabilitas di pasar China. 

Pernyataan itu disambut oleh para investor, tapi pemulihan ini tampak suam-suam kuku. Terutama ketika melihat 12 bulan terakhir.

Sejak tahun 2021, saham China telah kehilangan 75% dari nilai saham di AS. Sehingga mereka terpaksa menjual saham di pasar AS dengan "diskon" 75%. Dengan kata  lain, tingkat devaluasi (penurunan harga saham) China di AS adalah 75%, dilansir dari Bloomberg. 

Masalah ekonomi China makin hari makin bertambah. Dimulai dengan tindakan keras Beijing pada raksasa teknologi China. Kemudian, gagal bayar hutang di sektor properti bikin keadaan jadi tambah suram. 

Dan sekarang muncul dua masalah baru yang bikin para investor keringat jagung. Masalah yang pertama adalah wabah Covid yang belakangan memburuk di China, dan terlalu besar untuk diabaikan. Saat ini, sekitar 30 juta warga China kena lockdown. 13 kota telah ditutup termasuk pusat ekonomi Kota Shenzhen. Shenzhen saja menyumbang 11% dari PDB (Produk Domestik Bruto) China yaitu sekitar USD 1,96 triliun. 

Seberapa besar itu? PDB Shenzhen lebih besar dari PDB negara-negara seperti Spanyol (USD 1,64 triliun) atau Korea Selatan (1,28 triliun), bahkan hampir dua kali lipat dari PDB Indonesia (USD 1,06 triliun). Menutup Shenzen berarti China merugi dalam ekspor. Lockdown akan berdampak mendalam pada ekonomi China. 

Menurut analisa Bloomberg, sekitar setengah dari ekonomi China terancam gegara lockdown.

Masalah kedua adalah invasi Rusia ke Ukraina. Beijing tidak secara terbuka mendukung Moskow setelah sanksi yang dipelopori AS, tetapi bahkan dukungan secara diam-diam punya dampak tersendiri. Dua hari lalu, investor mulai meninggalkan saham teknologi China. Total kerugian yang diderita mereka adalah senilai USD 2,1 triliun, dilansir dari YF. 

Apa alasan di balik penjualan massal itu? Alasannya adalah karena beredar laporan bahwa Rusia telah meminta bantuan militer China. Selain itu, Putin juga meminta bantuan ekonomi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun