Sunyi jarang terjadi dalam keheningan penyair yang sedang menari. Tinta panas menyala. Menetes dari Imajinasi seperti lahar tumpah dari gunung berapi.Â
Diam milik Kertas sepenuhnya saat penyair sedang menari. Seperti korban kurban, yang hanya bisa berbaring tak bersuara. Bersimbah darah. Tak punya jalan keluar.
Darah dan api di atas Kertas adalah sepasang kaki kikuk penyair yang sedang menari. Rentan jatuh dan terbakar. Sudah pasti, puisi bukan milik hati yang lemah.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H