Seekor burung  turun ke tanah:
Ia tak tahu aku melihatnya;
Ia menggigit cacing menjadi dua
Dan memakannya mentah-mentah.
Kemudian ia meneguk embun
Dari atas rumput hijau,
Ia melompat ke samping
Untuk membiarkan sekumpulan kumbang lewat.
Burung itu melirik dengan mata cepat
Lalu mengaduk kepalanya yang berwarna emas,
Para kumbang bergegas berhamburan.
Mereka tampak seperti manik-manik ketakutan, pikirku;
Waspada, seperti orang dalam bahaya.
Saat aku menawarinya remah-remah.
Ia membuka gulungan bulunya
Dan mendayungnya pulang lebih lembut
Dari pada dayung nelayan membelah lautan emas senja.
Ia tampak seperti kipas kahyangan,
Tapi ekornya terlalu emas untuk sebuah kalung maharaja,
Atau cahaya dari tepian tengah hari.
Hanya dengan satu hentakan burung itu mengudara
membawa sepotong surga pergi bersamanya.
Rupanya, surga itu penyendiri,
Enggan hidup bersama (keserakahan) manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H