Tentara AS terakhir telah meninggalkan Afghanistan tetapi untuk Taliban perjuangan belum berakhir. Kesulitan ekonomi yang berkembang di ibukota menjadi tantangan yang paling mendesak saat ini.Â
Afghanistan merupakan negara yang sebagian besar ekonominya berbasis uang tunai dan sangat bergantung pada impor untuk kebutuhan makanan dan kebutuhan dasar yang sebelumnya berasal dari miliaran dolar bantuan luar negeri.Â
Harga barang sehari-hari melonjak ditambah dengan mata uang yang tenggelam dan meningkatnya inflasi, menambah kesengsaraan pasca perang  --  negara yang tercabik-cabik di mana sepertiga penduduknya hidup dengan uang kurang dari 173 afghani per hari.
Para pemilik toko grosir di Kabul mengeluh bahwa dengan ditutupnya perbatasan, persediaan menjadi terbatas, dan harga pasti akan naik. Pemerintah baru sudah diputuskan tetapi masalah struktural berjalan sangat dalam.
Bantuan luar negeri menyumbang hampir 43% dari output ekonomi. Cadangan devisa sembilan miliar dolar disimpan di luar negeri yang berada di luar jangkauan Taliban, ditambah dengan eksodus massal orang-orang Afghanistan.Â
Taliban juga menghadapi krisis tenaga kerja dan sumber daya. Tapi tetap saja, tantangan yang lebih besar bagi Taliban adalah kecukupan tenaga kerja terampil yang tersisa di Afghanistan, mengingat banyaknya tenaga profesional yang telah hengkang dari negara tersebut.
Sumber:
1. Kompas
2. The Guardian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H