Tampaknya puisi-puisi itu tak menyembunyikan apa-apa di balik lengan baju.
Terlalu dini mereka membuka begitu banyak kartu,
mengungkapkan semuanya sebelum baris pertama menoreh titik. Sedang
basah atau kering,
siang atau malam,
kemarau atau penghujan,
masih kuat berdiri atau tidak, bahkan
seberapa banyak yang diminum.
Mungkin masih pagi saat mereka sedang menikmati bangau menangkap ikan, atau
mungkin saat panen di sebuah kota dengan nama yang indah.
Tapi tidak dengannya, pembaca dibuat terus menebak meskipun baris akhir sudah mencapai titik,
atau bahkan berapa jumlah kartu yang masih dimilikinya.
Mungkin ia hanya ingin menikmati braga dan tersenyum bersama sejuta kenangan (?).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H