Pasca aksi damai muslim 2 Desember 2016, atau lebih dikenal dengan kode aksi damai 212 terus marak menjadi viral dan banyak dibicarakan, hampir tanpa henti di media sosial, di grup-grup, dari mulai BBM sampai Whatsapp juga beberapa aplikasi percakapan lainya, yang tak ayal membuat smartphonenge-hang,saking banyaknya postingan photo dan video. Mungkin umat muslim Indonesia yang menjadi kaum mayoritas, telah mencetak rekor unjuk rasa paling damai dan paling heboh di media social.
Mereka mengharapkan aksi 212 tersebut adalah sebagai statement, pernyataan mereka terhadap sesuatu yang lebih dari sekadar berdoa. Mereka ingin dianggap, didengarkan dan dituruti, tetapi tidak harus selalu dipenuhi keinginannya, karena Indonesia adalah Negara Hukum. Namun, untungnya, pemaksaan kehendak yang sangat mungkin berujung pada anarki sama sekali tidak terjadi. Ini tak luput dari kerja keras para Ulama dan pihak keamanan
Di Indonesia saat ini tengah ramai berbagai aksi demo, seakan telah menjadi trending topic diakhir tahun 2016 ini. Kondisi ini, dapat mengancam kedaulatan Tanah Air, untuk itu kita harus merapatkan barisan. Potensi adanya makar dalam berbagai aksi unjuk rasa sangat besar, kita tahu makar berarti adanya suatu usaha, yang mengancam keutuhan kedaulatan suatu Negara.
Tindak pidana makar masuk ke dalam rumpun kejahatan terhadap keamanan Negara. Secara teoritis, makar yang dikenal oleh umum adalah makar yang ditujukan ke dalam negeri yang dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu makar terhadap keselamatan Presiden dan Wakil Presiden, terhadap wilayah Negara, dan terhadap pemerintahan. Ketiga perbuatan ini diatur dalam Pasal 104, Pasal 106, dan Pasal 107 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”)
Adanya makar ini tidak saja dimanfaatkan oleh beberapa kelompok lokal, pihak asingpun dapat dengan mudah menyusup ditengah kegaduhan politik Indonesia, membuat sibuk para pejabat dan pihak keamanan, untuk mengawasi kedaulatan NKRI. Tanpa disadari media sosial sebagai salah satu wadah atau tempat, yang mudah untuk melakukan perbuatan makar.
Untuk itu mari lah kita sebagai umat muslim benteng terakhir pertahanan Indonesia, mulai merenung, mensinergikan akal, pikiran dan hati, membuka mata hati dan pikiran. Kita harus menemukan kembali esensi kehidupan kita sebagai manusia, kita wajib menata ulang pikiran kita mengenai apa itu ibadah di mata Allah, Tuhan Semesta Alam. Kita perlu menghayati hakikat penciptaan kita sebagai manusia di bumi ini.Tentang peradilan Ahok atas dugaan penistaan agama, biarkan hukum Negara yang akan menyelesaikannya, apapun hasilnya kita harus terima.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H