Mohon tunggu...
Dean Ardeanto
Dean Ardeanto Mohon Tunggu... Seniman - Atlet gundu profesional

Manusia biasa yang hobi menulis. Suka kentut sambil tiarap.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Perjalanan Paling Menyedihkan

9 Juni 2024   08:00 Diperbarui: 9 Juni 2024   08:12 1113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TIDAK ada perjalanan paling menyedihkan bagiku, selain perjalanan ketika meninggalkan kampung halaman. Itulah, yang kurasakan tahun lalu, saat harus pergi meninggalkan desa tempat kelahiranku tercinta.

Masih teringat dalam benakku, kala itu adalah Sabtu, 29 April 2023. Aku terbangun sekitar pukul 07.00, dan dengan segera mandi untuk kemudian bersiap diri. Kukemas setelahnya barang-barang yang akan kubawa. Untuk akhirnya kemudian aku termenung lama, meratapi kepergian yang berlangsung tinggal beberapa jam lagi.

Kesedihan membuatku pergi keluar menuju ke halaman depan. Baru saja kulalui ruang tengah di mana aku menemukan kedua adikku asyik bercanda bersama keponakanku. Mereka nampak ceria. Sungguh tak ada sedih sedikit pun di raut mereka untuk meninggalkan desa ini.

Sesampainya di halaman depan, mataku menatap penuh ke kebun depan rumah yang dipenuhi kenangan. Itu adalah kebun di mana dulu aku menghabiskan masa kecilku. Banyak hal yang kulalui di kebun itu, mulai dari bermain petak umpet, memetik berbagai macam aneka buah dan sayuran, sampai ke bertualang menangkapi serangga yang hinggap di kebun itu. 

Semua memori itu, membuatku termenung lama untuk akhirnya kuingat lagi hal-hal lain yang kulakukan di kebun itu. Itu membuatku semakin sedih, dan tak rela untuk meninggalkan desa ini.

Aku menyulut sebatang rokok. Kuhempaskan asapnya untuk kubiarkan ia menggelung-gelung di udara. Tanganku lalu meraih secangkir kopi hangat, untuk kemudian kusesap kopi itu perlahan-lahan. 

Mataku kembali lurus menatap ke kebun, fokus kali ini melihat ke dedaunan yang menari mengikuti alunan angin. Ada tenang yang merambat setelah menatap lagi kebun itu tanpa memikirkan apapun. Ada damai yang kurasakan, meski akhirnya nanti aku akan dipertemukan oleh perpisahan yang tak terelakan.

Kebun depan rumah (dokumen pribadi)
Kebun depan rumah (dokumen pribadi)

Sekitar pukul 09.00, pamanku menelepon, memberi tahu bahwa jam penjemputan dimajukan. Dari yang tadinya jam 12.00, menjadi satu jam lebih awal jam 11.00. Tak apa pikirku. Aku dan keluarga bahkan tidak merasa keberatan. Meski waktuku di kampung halaman menjadi lebih singkat, namun kuanggap itu sebagai bagian dari sesuatu yang tak terhindarkan.

Aku memasuki kamar, menemukan adik dan keponakanku yang kini mulai sibuk mengemas barang-barang. Terdapat ibu di ruang tengah, bersama adikku yang pertama, yang juga sibuk memasukkan banyak oleh-oleh untuk dibawa pulang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun