Mohon tunggu...
Dean Wardana
Dean Wardana Mohon Tunggu... Relawan - Pembelajar

Pembelajar.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Keresahan Intelektual

26 Maret 2019   11:43 Diperbarui: 27 Maret 2019   13:12 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ilustrasi foto, sumber : Republika.

"Nietzche : life is absurd!

Albert Camus : the world is totally absurd!

Jean P Sartre : Human existance is absurd!"

Orang-orang ini disibukkan dengan masalah-masalah yang terdapat pada ilmu pengetahuan, berpikir secara rasional, dan kepuasaan di saat ia menemukan jawaban atas apa yang ia cari melalui perenungan filosofis maupun logika ilmiah.

 Mencoba memberi asupan kepada sudut akal sehat yang terus mencari dan menagih penjelasan, terus menelaah dengan tidak puas akan segala macam omong-omong realita,  dengan menganalisa segala sesuatu lalu ingin memecahkannya.

Para filsuf, ilmuwan, intelektual, cerdik cendikia, akademisi, pengamat politik, profesional, bisnisman, bahkan orang biasa pun sering juga mengalami hal-hal  seperti itu guna memecahkan masalah rasional  maupun menemukan penemuan-penemuan canggih untuk memberi manfaat kepada sesama manusia atau hanya untuk menghidupi suatu wacana. 

Begitu juga orang yang terus-menerus mencari penjelasan filosofis dan teologis, Seperti Nietzsche juga diakui sebagai pemikir abad ke-20 yang memiliki banyak pengikut dari berbagai macam disiplin ilmu. Tapi ia adalah jenius yang tidak pernah dimengerti dan dihargai sewaktu ia masih hidup. Hidupnya adalah ketragisan yang mengerikan. 

Ini adalah kisah dari keresahan intelektual  yang cukup ekstrem. Bahkan buku-bukunya pun hanya sedikit terjual sewaktu ia masih waras dan hidup. 

pencarian dan pengetahuannya akan banyak hal membawa dia pada lembah kesunyian, ruang rasa sakit, kegelisahan eksistensial dan pada akhirnya kegilaan yang membawa ia pada takdir kematian.

Kita telah mengenal Karen Armstrong karena ia telah menjadi berpengaruh dan terkenal di seluruh dunia dari karya-karya yang ia tulis, salah satunya Sejarah Tuhan. 

Tapi sebelum ia terkenal, kehidupan yang ia alami penuh dengan peraturan ketat monoton dari pada kehidupan biasa, yang membuat segala macam pikiran rasional serta keingintahuan nya dalam meminta penjelasan  terus menghadapi situasi yang sulit berkali-kali,  hingga akhirnya ia terserang epilepsi. 

Kita pasti pernah Merasa tersesat dan patah semangat, kemudian saat-saat keresahan ini mulai terjadi lagi lebih sering dan selalu dalam bentuk yang sama,  kondisi itu selalu terekspresikan dalam pertanyaan untuk apa? akan kemana? Lalu, bagaimana?

Dari Albert Camus, seorang penulis/filsuf Prancis yang mati-matian mencoba menangani absurditas hidupnya.

 Sampai pada orang-orang yang sangat kita kenal semacam Soe Hok Gie sebagai sosok pemuda idealis era 90-an yang memilih diasingkan dari pada menyerah pada kemunafikan, dimana ia bertempur melewan dua front dari musuhnya dan diluar lingkungan nya sendiri, hidupnya adalah kesepian yang abadi, dan ia memilih belajar jatuh cinta pada kesepian sebagai bentuk kesetiaan kepada idealismenya. kedua orang ini pun wafat dengan cukup tragis.

Seorang Gus Dur pun sebagai pemikir dan penulis ulung yang karya-karya serta pemikiran nya tak lekang oleh zaman pernah menyebut bahwa dirinya sering melakukan tafakkur intelektual sebagai suatu jalan untuk merenung dan mencari suatu jawaban.

Pernah terfikir kan apajadinya jika Steve Jobs seorang CEO sekaligus penemu Apple yang begitu canggih dan masih menjadi primadona di dunia teknologi masa kini tidak menemukan orang-orang yang memiliki pandangan, pemikiran, kreativitas dan pengetahuan yang sama dengannya? 

Bahkan beberapa tokoh besar yang bukan hanya sekedar tokoh lainnya layaknya nabi musa jika tanpa harun? Isa tanpa hawariyun, nabi Muhammad tanpa para sahabat?. Tokoh-tokoh besar tentu selalu mendapat orang-orang cerdas dan hebat yang dapat memahami pemikiran serta cita-citanya, Disekelilingnya.

Ketika melihat banyak sekali anak-anak muda yang terjebak dalam dunia pikiran dan pencarian mereka, saat berada diberbagai forum lingkar diskusi, seperti saat  melihatnya berkerumun di acara kajian Emha Ainun Nadjib atau biasa dipanggil Cak Nun yang biasa dikenal macopat syafaat atau kenduri cinta, betapa mirisnya mereka karena benar-benar mencari sebuah jawaban. Dan Caknun adalah bagian dari salah satu penolong mereka yang masih terbilang minim.

Pertanyaan terakhir! 

Apakah hanya cukup dengan iman dan percaya, semua sudah memenuhi kebutuhan akan arti, makna, dan kedamaian hidup? Atau tak perlu untuk berpikir berlebih akan semua hal itu, cukup hidup dengan nyaman di mana semua kebutuhan hidup dasar terpenuhi; makan, minum, tempat tinggal, kasih sayang, cinta, dan juga kehangatan ikatan sosial?

Sementara di sisi lain, ada orang-orang masih tidak bisa tidur sepanjang malam dengan hanya melakukan semua itu dan apa yang orang-orang biasa lakukan untuk sekedar hidup. 

Mengutip petuah Buya Hamka bahwa jika hidup hanya sekedar hidup, babi dihutan pun hidup, bahwa jika kerja hanya sekedar bekerja, kera di hutan pun bekerja. Tabik 

Ciputat, Rabu 26/03/2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun