Di era ketika raja-raja feodal bertahta dengan kekuasaan absolut, kekayaan negara tidak terpisah dari kekayaan raja sebagai penguasa. Karena harta negara juga milik raja, tidak ada yang mengatur atau mengawasi ke mana kekayaan negara dibelanjakan raja dan para bangsawan feodal.
Sebaliknya di era demokrasi, falsafah yang menjadi dasar pemahaman adalah: harta negara milik rakyat, untuk itu pemerintahan sebuah negara wajib menggunakan harta negara sebesar-besarnya untuk kemaslahatan masyarakat. Ke mana, bagaimana, serta untuk apa harta negara dibelanjakan, akan diminta pertanggungjawabannya oleh rakyat sebagai pemilik sah harta tersebut. Pemanfaatan harta negara secara tidak sah untuk kepentingan pribadi dapat dipidanakan.
Pemimpin negara bukan lagi figur penguasa absolut, melainkan pelayan masyarakat, sehingga mendapat gaji dan tunjangan dari negara. Lalu harta pribadi pemimpin negara, baik itu raja, presiden, perdana menteri, mau pun kepala daerah, beserta bawahannya, dipisahkan  secara ketat dari harta negara. Sementara pengelolaan kekayaan negara diawasi oleh lembaga tinggi profesional yang ditugaskan untuk memeriksa setiap transaksi yang melibatkan kekayaan negara. Di Indonesia, lembaga dimaksud adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).Â
BPK memang tidak memiliki cakupan kewenangan seperti lembaga tinggi negara lainnya. Bahkan mungkin BPK satu-satunya lembaga yang jauh dari hiruk pikuk pemberitaan media karena tidak memiliki kekuatan sebesar lembaga tinggi negara yang lain. Tetapi peran BPK sebagai lembaga pengawas keuangan negara tidaklah minor, bahkan bisa jadi lebih vital dari lembaga tinggi lain, karena di tangan BPK-lah data-data pertanggungjawaban dan aliran keuangan negara berpusat.
Peran penting BPK semakin terasa di era reformasi, ketika kebebasan demokrasi menguat dan otonomi daerah menjadi panglima pembangunan. Kontrol pusat terhadap daerah melemah, sementara usaha-usaha pembangunan yang melibatkan kekayaan negara justru semakin bertambah. Di sinilah tantangan bagi lembaga pemeriksa keuangan untuk menemukan setiap indikasi atas tindak penyalahgunaan keuangan negara, di semua unit dan lini pengelola kekayaan negara yang semakin besar dan berragam.
Kenyataannya, meskipun hanya tercantum label "Pemeriksa" pada nama lembaganya, peran BPK lebih dari sekedar fungsi pemeriksaan atau auditing. BPK juga memacu setiap unit organisasi yang bernaung di bawah bendera NKRI, baik di pusat, daerah, mau pun berupa badan usaha, supaya memiliki standar tinggi dalam menyusun laporan keuangannya. Karena BPK-lah yang memberikan pertimbangan bagi acuan Standar Akuntansi Pemerintahan setiap lembaga yang mengelola keuangan negara tersebut, selain juga menetapkan standar pemeriksaan, hingga menetapkan jenis dokumen, data, dan informasi yang berhubungan dengan tata kelola keuangan negara.
Setelah melakukan pemeriksaan BPK akan memberikan rekomendasi atas setiap hasil pemeriksaan, untuk ditindaklanjuti dalam bentuk perbaikan-perbaikan. Â Lebih jauh lagi, BPK dapat melaporkan kepada instansi berwenang untuk dibawa ke ranah hukum jika dari hasil pemeriksaan BPK ada indikasi tindakan kriminal. Tidak cukup sampai pemberian rekomendasi, BPK pun mengawal penanganan temuan disertai laporan, angka, dan keberhasilan penyelesaian temuan. Â
Berdasarkan catatan BPK, sepanjang tahun 2005-2016 saja, ada 437.343 rekomendasi hasil pemeriksaan BPK, yang bernilai total Rp. 241,71 Triliun. Lalu hingga akhir semester pertama tahun 2017, jumlah rekomendasi tersebut bertambah 26.372 rekomendasi. Dari jumlah tersebut, meski pun tingkat penyelesaian rekomendasinya mencapai angka 69%, masih terdapat 22,1% yang belum sesuai rekomendasi dan 8,3% yang belum ditindalkanjuti (IPHS I BPK, 2017). Artinya masih banyak Pekerjaan Rumah yang harus dibenahi oleh mereka yang mendapat amanah mengelola kekayaan negara.
Melihat peran BPK yang merentang dari hulu hingga ke hilir , sesungguhnya semenjak berdirinya pada tahun 1947, pundak BPK mengemban harapan masyarakat untuk membangun pemerintahan yang transparan. Demikian juga harapan bagi terwujudnya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, sebagaimana yang dicita-citakan para pendiri bangsa. Â Juga bagaimana mungkin sebuah negara demokratis dapat terwujud jika keuangan negaranya dibelanjakan tanpa pertanggungjawaban kepada rakyatnya?Â
Untuk itu jika boleh saya mewakili rakyat Indonesia, harapan saya kepada BPK selain menjaga fungsi utama BPK kawal harta negara, adalah meningkatkan kapabilitas, integritas, profesionalitas, dan mampu menjadi sparring partner yang handal bagi pemerintah. Sehingga melalui peran aktif BPK dalam pengelolaan kekayaan negara, bukan hanya BPK mampu mencegah kebocoran keuangan melainkan juga memacu kinerja pemerintah meningkatkan transparansi keuangan negara, meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pemerintahan, dan memajukan bangsa. Sebab hanya melalui transparansi keuangan negara-lah masyarakat bisa melakukan kontrol terhadap pemerintah dan memastikan pemerintah bekerja bagi kemaslahatan masyarakat.
Harapan saya berikutnya adalah terhindarnya BPK dari tarik ulur dunia politik. Sebagai pengawas utama bagi sejumlah uang yang nilainya sangat besar dan erat berkaitan dengan politik, pastinya akan ada pihak yang berusaha menarik BPK ke pusaran politik untuk menutupi perilaku korup. Belajar dari catatan sejarah, banyak negara di masa lalu runtuh karena perilaku korup penguasa dan politisinya. Â Kekayaan negara yang semestinya hanya digunakan untuk kepentingan negara tidak dibelanjakan dengan sebagaimanamestinya, mengakibatkan suatu negara tidak mampu membiayai dirinya, bangkrut, lalu tercerai-berai.