Mohon tunggu...
DealGoing DealGoing
DealGoing DealGoing Mohon Tunggu... -

Asia's Daily Deals Aggregator www.dealgoing.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Hari Film Nasional dan Bangkitnya Perfilman Indonesia

29 Maret 2012   03:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:19 1558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13329892901862454936

Bagi insan perfilman Indonesia, 30 Maret pasti bukan tanggal yang asing. Pada tanggal inilah setiap tahunnya diperingati Hari Film Nasional.  Hal ini sudah ditetapkan sejak tahun 1962 oleh Konferensi Kerja Dewan Film Nasional dengan Organisasi Perfilman.  Alasannya, tanggal 30 Maret 1950 adalah hari pertama pengambilan gambar untuk film “Darah dan Doa” atau “Long March of Siliwangi” yang disutradarai oleh Usmar Ismail.

Film ini dinilai sebagai film lokal pertama yang bercirikan Indonesia dan disutradari orang Indonesia asli, serta diproduksi oleh perusahaan Indonesia. Perusahaan yang memproduksinya bernama Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia) yang juga didirikan oleh sang sutradara, Usmar Ismail.

Industri film nasional sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1926 dan cukup berkembang hingga tahun 1942, namun ketika itu semua film diproduksi oleh orang-orang Belanda dan orang-orang Cina yang hijrah dari Shanghai. Film nasional pertama yang diproduksi ialah “Loetoeng Kasaroeng”, sebuah film bisu yang dibuat oleh dua orang Belanda, G. Krugers dan L. Heuveldorf.

Sejak 1950, film nasional, yang dulu disebut “gambar idoep"  karya anak bangsa mulai bermunculan dan dinikmati oleh masyarakat di kota-kota besar seperti Batavia, Bandung dan Surabaya. Saat itu bioskop dibagi-bagi berdasarkan ras, bioskop untuk orang-orang Eropa hanya memutar film asing.  Sementara bioskop untuk pribumi dan Tionghoa, selain memutar film import juga memutar film produksi lokal.  Kelas pribumi mendapat sebutan kelas kambing, konon hal ini disebabkan karena penonton pribumi sangat berisik seperti kambing.

Seiring dengan perkembangannya, maka pada tahun 1955 diselenggarakan lah Festival Film Indonesia (FFI). Para pemenang dalam festival ini dibagi dalam 12 kategori, termasuk aktor dan aktris terbaik.  Pemenang FFI akan mendapat Piala Citra, sebuah simbol penghargaan bergengsi bagi insan perfilman nasional.

Dari sejarah panjang film nasional, bisa dikatakan tahun 1980-an adalah era emas film Indonesia.  Masa itu, film Indonesia menjadi raja di negeri sendiri, bintang-bintang besar seperti Onky Alexander, Lidya Kandau, Meriam Bellina, Marisa Haque, Ray Sahetapi dan sebagainya lahir bersamaan dengan larisnya film-film mereka di bioskop.

Namun sayang, memasuki akhir tahun 1990 hingga awal 2000, film Indonesia sempat mati suri.  Bioskop-bioskop dipenuhi dengan film-film Hollywood dan Hongkong, masyarakat beralih ke sinetron, drama-drama bersambung yang ditayangkan di televisi nasional. Film nasional mulai bangkit kembali ketika tahun 2002, muncul film bergenre remaja yang laris manis di pasar, Ada Apa dengan Cinta.  Sejak itu, perlahan-lahan film lokal mulai mengambil kembali posisinya di hati para pecinta film di Indonesia.  Tidak hanya film-film yang dibuat untuk tujuan komersil, film-film Independent pun cukup banyak diminati, sebut saja film Beth yang dibintangi Nurul Arifin, Lola Amaria dan Ine Febrianti.

Mengusung semangat kebangkitan film nasional, DealGoing.com, sebagai situs aggregator terbesar di Indonesia, turut mendukung majunya film-film lokal.  Bulan Maret ini, jelang hari Film Nasional, DealGoing bekerjasama dengan Gramedia Book Store menyelenggarakan kuis #GoSinema.  Kuis ini diselenggarakan secara online di fitur komunitas di website DealGoing.  Gaungnya terus dikumandangkan lewat social media semacam Twitter dan Facebook.  Tema kuis ini pun tentu saja berkaitan dengan film Indonesia.

Setiap peserta diminta memilih film Indonesia favorit mereka, tak terbatas tahun pembuatannya.  Mengemukakan pendapat mengenai film favorit tersebut dan menuliskannya di website DealGoing. 25 orang peserta dengan jawaban paling menarik, masing-masing akan mendapatkan 2 buah buku persembahan Gramedia Book Store.

Buku yang dibagikan pun masih berkaitan dengan film, yakni novel “Negeri 5 Menara Cover Film” sebuah novel laris yang telah diterjemahkan ke layar lebar dan memperoleh pendapat sangat positif dari banyak penonton.  Buku ini berkisah mengenai seorang anak muda yang keluar dari dunia nyamannya, berjuang meraih mimpi  dengan kesungguhan hati yang membawanya menuju sukses.

Selain Negeri 5 Menara, buku lain yang juga diberikan bagi pemenang kuis ini adalah Berani Teriak Berani Bertindak, sebuah buku motivasi tulisan Sulaiman Budiman.

Bukan hanya sekedar kuis, melalui Twitter, DealGoing juga membagikan fakta-fakta menarik serta quotes terkenal dari film-film Indonesia.  Melalui pelaksanaan kegiatan ini, DealGoing berharap bisa menggugah banyak pihak untuk terus mencintai Film-Film Indonesia. Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan menonton karya sineas-sineas bangsa?

--IJS--

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun