Mohon tunggu...
Dea Damayanti
Dea Damayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah pribadi yang ingin selalu berusaha dan tidak mudah menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kaitan Fenomena Perundungan di Kalangan Pelajar dengan Pancasila di Indonesia

11 Januari 2024   09:45 Diperbarui: 11 Januari 2024   13:56 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak orang di Indonesia memperhatikan banyak kasus perundungan. Puan Maharani, Ketua Dewan Permusyawaratan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, menganggap keadaan saat ini menempatkan Indonesia dalam keadaan darurat perundungan. Akibatnya, DPR RI mendorong pemerintah untuk bekerja keras untuk menyelesaikan kasus perundungan yang mencemari reputasi pendidikan Indonesia. 

Perundungan bukanlah fenomena baru sudah banyak terjadi di Indonesia dan di berbagai tempat di dunia. Fenomena perundungan tidak boleh dianggap remeh karena dapat berdampak signifikan pada kesehatan mental korban. Banyak orang akhirnya mengalami masalah kesehatan fisik dan trauma yang parah. Korban dapat mengalami depresi dan akibat lebih jauh dari perawatan dapat fatal.

Dikutip dari mediaindonesia.com Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyatakan bahwa Indonesia berada dalam keadaan darurat perundungan. karena jumlah kasus perundungan meningkat. Jumlah kasus perundungan di Indonesia selama 2022 mencapai 226, meningkat dari 119 kasus pada tahun 2020 dan 53 kasus pada tahun 2021, menurut data yang dikumpulkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). 

Menurut kasus-kasus tersebut, kasus perundungan fisik menjadi jenis perundungan yang paling banyak dialami oleh pelajar di Indonesia, mencapai 55,5%. Persentase korban perundungan beragam dari sekolah dasar, sekolah menengah, sekolah menengah, sekolah menengah, dan pondok pesantren di seluruh Indonesia. Jumlah kasus perundungan di Indonesia dari Januari hingga Juli 2023 mencapai 16 kasus, dengan total korban perundungan 16 orang, menurut data FSGI.

Aksi perundungan atau bullying bisa terjadi di mana saja dan oleh siapa saja. Mulai dari lingkungan sekolah, pertemanan, hingga pekerjaan yang berdampak langsung terhadap kesehatan mental korban. Sering kali, korban yang dirundung merasa trauma dan dibayang-bayangi perilaku perundungan yang menimpanya. Hal ini karena aksi tersebut dilakukan saat korban berada di bangku sekolah yang seharusnya menjadi masa bersenang-senang dan mengeksplorasi banyak hal. Di sisi lain, banyak pelaku yang tak sadar dan tetap hidup bebas padahal mereka telah menorehkan luka ke para korban. Isu ini juga dibahas oleh Kukuh dan Dwik dalam siniar Balada +62 episode “Jadi Pelaku Bully Bisa Hidup Enak?” dengan tautan s.id/Balada62Bully.

Perundungan di lingkungan akademik yang seharusnya menjadi ruang aman untuk menuntut ilmu menambah bukti mirisnya pendidikan Indonesia. Dalam laporan UNICEF (2020) tercatat setidaknya ada 41 persen pelajar di Indonesia berusia 15 tahun pernah mengalami perundungan. Sementara itu, 22 persen perundungan yang mereka terima berupa ejekan dan penghancuran barang secara paksa. Selain itu, masih banyak sekolah dan tenaga pendidik yang kurang peduli terhadap hal ini. Beberapa dari mereka bahkan menganggap perundungan sebagai candaan biasa antarteman. Bahkan, ada pula tenaga pendidik yang turut memberikan candaan berlebihan kepada siswanya.

Kasus bullying juga dianggap sebagai pelanggaran sila ke 2 pancasila, dikarenakan hak dan martabat seseorang tidak dihargai, Dimana seorang individu diperlakukan tidak setara karena individu lain menganggap dirinya lebih baik dalam segi atau bagian tertentu.

Bullying juga sangat berpengaruh bagi persatuan Indonesia, dengan adanya bullying sama saja memecah belah antar manusia, dapat menyebabkan orang yang dibully mendapat gangguan psikis atau fisiknya sendiri.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/09/25/183000865/menilik-fenomena-bullying-pelajar-indonesia?page=all.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun