Mohon tunggu...
Dea Ardhia
Dea Ardhia Mohon Tunggu... Full Time Blogger - S1 perencanaan Wilayah dan Kota - UNEJ

NIM : 191910501004

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Folklore, Senjata Mengembangkan Kawasan Wisata

28 Oktober 2019   18:36 Diperbarui: 28 Oktober 2019   18:51 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap wilayah pastinya mempunyai ciri khas atau karakteristiknya masing-masing. Entah mengenai budaya, adat atau karakteristik social masyarakatnya. Kekayaan yang terdapat di wilayah Indonesia terkait atau berhubungan erat sekali serta berpengaruh terhadap budayanya. Daerah yang masyarakatnya dalam beraktivitas atau bertempat tinggal dekan sungai akan erat hubungannya dengan folklor tentang sungai, demikian juga jika daerah yang masyarakatnya beraktivitas ataupun tinggal di gunung atau dataran tinggi, laut atau pesisir pantai dan sebagainya. Dengan folklore yang dimiliki suatu daerah maka dapat menuntun mereka ke ladang potensi wisata . namun hal itu juga perlu adanya dukungan sarana dan prasarana yang dapat melayani pengunjung atau wisatawan seperti kemudahan akses dan transportasi, akomodasi dan sebagainya.

 Sebagai contoh kita ambil cerita malin kundang dari sumatera barat yang di dalam cerita itu memiliki keterkaitan antara alam dan budaya yang ada di daerah tersebut, baik berupa budaya secara fisik seperti pantai, kapal, dan secara mental atau batin seperti pentingnya peran ibu, budaya merantau, dan tidak baik jika melupakan pengorbanan seorang ibu. Folklore yang berjenis cerita rakyat perlu di kategorikan dan disusun dengan dasar karakteristik dan realita budaya yang ada. Hal tersebut sangat penting guna menentukan prioritas pengembangan menjadi kawasan wisata. Realita budaya yang dimaksud disini adalah meliputi keberagaman religi, lanskap khas yang dimiliki, nilai nilai social yang dimiliki dan sebagainya.

Beberapa kategori yang dapat di gunakan untuk menentukan rekomendasi daerah yang memiliki potensi sebagai destinasi wisata baru dengan basis folklornya. Kategori yang dimaksud adalah adanya nilai yang berwujud maupun tak berwujud yang akan diangkat. Pengkategorian nilai yang akan diangkat hendak nya bertinal mitologis, religious atau bernilai sejarah (histori). Dari sini dapat dikatakan bahwa upaya pembentukan kesan yang di  gunakan sebagai daya jual pari wisata daerah yang dimaksud akan dilakukan pengembangan berdasarkan pada ide-ide budaya kemudian di validkan dan di selaraskan dengan lanskap yang ada disekitarnya. Seperti yang terdapat pada obyek wisata yang ada di sumatera barat yaitu wisata pantai air manis, dan ide-ide budaya yang terdapat pada cerita rakyat malin kundang di selaraskan secara visual atau sesuatu yang dapat dilihat yaitu sebuah pahatan salah satu sekuen cerita tersebut.

Hubungan antara komponen pariwisata juga sangat di butuhkan dan penting sekali dalam menarik perhatian calon wisatawan. Umumnya nilai - nilai yang berwujud maupun tak berwujud dapat dipadukan sehingga dapat membantu, mendukung dan memperkuat narasi dari cerita rakyat yang dijadikan basis wisata daerah tersebut. Sehingga diperoleh lah sutau destinasi wisata yang kuat karena didukung dan kuat dlam pengaruh dan daya tariknya dalam jangka waktu yang panjang karena adanya floklor.

Pola identifikasi dalam mengembangkan wisata baru yaitu dengan menentukan sasaran pengunjung, ingin di tujukan kepada wisatawan local, nasional atau internasional. Bahkan dapat di indentifikasikan berdasarkan kepercayaan tertentu. Dengan adanya identifikasi terhadap sasaran pengunjung maka dapat di perkira kan jumlah sarana dan prasarana pendukung seperti penginapan, dan fasilitas lainnya. Selanjutnya setelah identifikasi sasaran pengunjung lalu mengidentifikasi kekayaan floklor yang ada di daerah tersebut sehuingga dapat menentukan trademark daerah yang akan dikembangkan menjadi wisata baru.jenis floklor yang paling umum yaitu berbentuk narasi seperti legenda atau mitos. Sehiingga hal itu dapat berguna untuk menentukan scenario wisata, akhirnya pengunjung ibarat melakukan rekreasi mitos atau rekreasi legenda.

Setelah mengidentifikasi kekayaan foklor yang ada, selanjutnya identifikasi daya dukung, baik berupa nilai yang berwujud maupun tak berwujud. Daya dukung yang berwujud dapat memanfaat kan apa yang sudah ada atau natural yang memang benar benar sudah ada sejak dahulu,  atau dapat memodifikasi apa yang di butuhkan. Hal tersebut dilakukan aygar membantu membuat suasana atau dapat menciptakan kesan seakan- akan pengunjung masuk ke dalam cerita floklor tersebut. Sehingga para pengunjung benar- benar dapat merasakan dan menghayati apa yang ada dalam floklor tersebut. Seperti yang ada pada pantai air manis di sumatera barat, di pinggir pantai terdapat menyatukan bingkai-bingkai visualnya yaitu terdapat pahatan batu berbentuk tubuk si malin kundang yang di dalam floklor si malin kundang di kutuk ibunya menjadi sebongkah batu karena durhaka kepada ibunya. Pengunjung yang dulunya haanya dapat membayangkan dan menciptakan imajinasi akhirnya dapat seperti masuk kedalam bingkai floklor tersebut.

Tahap selanjutnya adalah mengidentifikasi nilai dari situs yang terdapat pada lokasi. Misalnya nilai mitologis, religious atau nilai kesejahteraan. Contohnya dari nilai mitologi. Pengertian mitologis sendiri adalah terkait keberadaan mitos yang beredar di telinga masyarakat dan terkait juga dengan daerah yang akan dikembangkan sebagai destinasi wisata. Nilai tersebut dapat berasal dari cerita rakyat yang ada. Seberapa tinggi nilai tersebut dapat ditentukan dari seberapa populernya cerita rakyat tersebut, sejauh mana cerita rakyat tersebut familiar di lingkungan masyarakat. Dan juga dapat dilihat dari seberapa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap cerita rakyat tersebut. Aspek nilai mitologis dapat bersumber dari legenda dan mitos.

Yang kedua adalah nilai religius, nilai ini dapat dibatasi hanya dengan keterkaitan antara situs dengan agama atau kepercayaan. Contohnya adalah senndang sriningsih di kabupaten klaten yang erat hubungannya dengan ziarah bunda maria atau rawa jimbung yang diyakini termpat bersemayam bulus jimbing, atau kura-kura sakti yang dapat mengabulkan keinginan para pengunjung. Nilai ini dapat bersumber dari sejarah maupun prasejarah.

Nilai yang ketiga adalah nilai kesejahrteraan, yaitu nilai yang berhubungan dengan bukti berupa benda yang dapat dilihat pengunjung. Artinya dapat dibuktikan secara fisik. Nilai ini dapat menarik perhatian para wisatawan sehingga meningkatkan minat untuk mengunjungi destinasi wisata tersebut.

Nilai-nilai tersebut dapat dimunculkan dalam bentuk narasi folklore atau sebuah cerita rakyat. Seperti sendang sriningsuh di klaten. Dahulu sendang sri ningsih ini adalah sebuah mata air biasa namun para pengelolanya mengubahnya menjadi lokasi destinasi wisata dengan menggunakan folklore yang berkembang disana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun