Tahukah anda bahwa peran yang kita jalani sehari-hari akan merasuk dalam diri kita? Tahukah anda bahwa jika kita berpura-pura berada dalam role tertentu, kita bisa benar-benar seperti sedang menjalai diri kita yang sesungguhnya dan benar-benar bersikap seperti yang memang role tersebut lakukan?Â
Salah seorang aktor pernah mengatakan bahwa untuk memainkan suatu peran ia memerlukan penjiwaan dan emosi dalam memahami karakter yang akan ia jalankan. Ketika ia merasa sudah berada didalam diri sang tokoh yang dibuat, ia dapat dengan sempurna menjalankan peran tersebut sesuai dengan arahan Sutradara.Â
Namun, ketika pembuatan film selesai, aktor tersebut merasa memerlukan waktu untuk kembali menjadi diri dia yang sebenarnya. Menurut pengalaman beliau, saat sudah terlepas dari peran tersebut, beberapa kebiasaan dan perilaku yang ia jalankan tetap bertahan walaupun ia tahu betul bahwa ia sudah tidak sedang menjalankan peran yang diminta. Maka dari itu, ia membutuhkan masa transisi untuk kembali menjadi pribadinya sendiri.Â
Stanford Prison Experiment (1971) adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh Philip Zimbardo dimana ia ingin mencoba mencari tahu apa yang terjadi apabila orang-orang normal ditempatkan dalam situasi yang memungkinkan mereka untuk berbuat kejam. Dalam percobaan ini, Zimbardo membuat penjara semirip mungkin dengan aslinya yaitu penjara yang gelap, tanpa kaca, dan tanpa jam agar mereka tidak dapat mengetahui jam berapa pada saat itu. Penjara tersebut dibuat di Fakultas Psikologi Universitas Stanford. Zimbardo mencari sukeralawan yang ingin menjadi tahanan dan yang ingin menjadi penjaga. Mereka yang berperan sebagai tahanan sudah dipastikan tidak memiliki catatan kriminal apapun, mereka benar-benar orang yang tidak bersalah.Â
Penelitian dimulai dengan penjemputan para tahanan dari rumah mereka masing-masing ke penjara buatan. Penjembutan dilakukan dengan mobil polisi sungguhan, mereka di paksa, digeledah dan di borgol. Lalu setibanya di penjara buatan tersebut, mereka di telanjangi, di tutup matanya, diberikan baju dengan nomor punggung, hingga kaki yang di rantai. Hal tersebut dilakukan untuk menggambarkan kehidupan tahanan yang sesungguhnya. Bagaimana mereka dihina dan diperlakukan kejam.Â
Sementara itu, penjaga bekerja layaknya seorang penjaga. Dalam percobaan tersebut, dua kelompok penelitian sadar betul bahwa mereka sedang berada didalam sebuah penelitian. Penelitian ini seharusnya dilakukan dalam waktu 2 minggu. Namun, setelah 1 minggu pertama penelitian ini terpaksa dihentikan karena tingkat agresivitas penjaga menjadi tidak terkendalikan. Setelah satu hari penelitian, kedua kelompok tersebut bersikap seolah-olah benar-benar berada dalam situasi yang sesungguhnya.Â
Penjaga menjadi sangat kasar, memukul dan menindas. Sedangkan tahanan semakin memberontak dan bersikap melawan penjaga. Dalam waktu beberapa hari sekitar 10 tahanan memohon agar dikeluarkan dari penelitian karena sudah tidak kuat lagi. Eksperimen ini menjadi bencana dan di kritik banyak pihak. Namun, Melalui percobaan ini, Zimbardo dapat memberikan kesimpulan bahwa orang-orang biasa, yang sehat secara psikologis, dapat melakukan kejahatan apabila diperhadapkan di situasi yang memungkinkan mereka untuk melakukannya.
Salah seorang dosen mengatakan bahwa dari eksperimen tersebut dapat dilihat bahwa lingkungan dan peran yang dijalani dapat mempengaruhi suatu individu. Beliau menyampaikan sebagai contoh seperti seorang anak yang sejak kecil tinggal di lingkungan yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai seorang pencuri dan penjahat. Maka besar kemungkinan, anak yang tinggal di tempat tersebut akan berkelakuan yang sama.Â
Eksperimen diatas pada tahun 2015 diangkat menjadi film berjudul 'The Stanford Prison Experiment'Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H