Mohon tunggu...
Dea KharismaS
Dea KharismaS Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

:))

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Peran Pancasila dalam Pencegahan Cyberbullying

11 November 2020   23:34 Diperbarui: 29 April 2021   13:43 1522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah era revolusi teknologi informasi dan arus globalisasi yg berkembang pesat ini, generasi muda menjadi tidak dapat terpisah dari penggunaan gadget dan internet yang tentunya mempermudah dalam menjalani kehidupan. Berbagai hal menjadi dapat diakses, serta inovasi dan kreasi baru yang selalu bermunculan di mana-mana. Begitu pula dengan kemunculan media sosial yang saat ini menjadi candu bagi generasi muda. Kebanyakan pasti memiliki setidaknya 1 media sosial, misalnya seperti Twitter, Facebook, Instagram, Youtube, dan sebagainya.

Media sosial biasanya dimanfaatkan sebagai sarana memperoleh informasi, berkomunikasi dengan orang lain, bahkan menjadi lapangan pekerjaan. Media sosial juga digunakan untuk mengekspresikan diri, serta mengutarakan pendapat. Hal inilah yang dapat menyebabkan kecanduan bermedia sosial, karena generasi muda menjadi lebih mudah untuk membuka diri dan berkarya. Apalagi dalam masa pandemi seperti ini yang mengharuskan untuk bekerja/belajar dari rumah, menyebabkan intensitas bermedia sosial semakin meningkat dikarenakan kebosanan.

Media sosial secara tidak langsung menciptakan standar dan ekspektasi yang kurang realistis dari masyarakat yang harus dipenuhi tiap individu untuk dapat diakui. Hal ini tentunya sangat toxic dan dapat menyebabkan depresi bagi orang yang merasa tidak dapat memenuhi standar & ekspektasi itu. Bahkan lebih buruk lagi, dapat memunculkan hujatan dan ancaman terus-menerus yang ditujukan kepada orang tersebut. Tentunya hal tersebut sangat destruktif bagi mental seseorang dan dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk cyberbullying, yaitu perundungan dengan menggunakan teknologi digital. 

Contoh lain dari cyberbullying yg mungkin terjadi yaitu menyebar kebohongan tentang seseorang, menyebar sesuatu memalukan/menyakitkan, dan mengirim pesan berupa ancaman. Tujuan dari pelakunya adalah untuk mempermalukan, menakuti, atau membuat marah orang yg menjadi sasaran. Pelaku dan korban cyberbullying yg sering dijumpai biasanya adalah bagian dari generasi muda, baik generasi millenial  maupun gen z.

Saat ini, cyberbullying masih menjadi masalah di berbagai belahan dunia bahkan masyarakat menganggapnya hal yang wajar, termasuk Indonesia. Padahal cyberbullying meninggalkan jejak digital yang dapat menjadi bukti untuk menangkap pelaku. Salah satu alasan adanya cyberbullying di Indonesia adalah karena kurangnya nilai-nilai luhur Pancasila yang tertanam dalam diri generasi muda, yang membuat mereka menjadi kurang bijak dan beretika dalam bermedia sosial. Pancasila tidak hanya berperan penting sebagai dasar negara, tetapi juga menjadi pedoman & pandangan hidup berbangsa dan bernegara.

Pancasila sebagai pandangan hidup mengandung nilai-nilai luhur yang ada, tumbuh, dan berkembang bersama bangsa Indonesia sejak bebas dari kolonialisme. Nilai-nilai tersebut juga merupakan tolok ukur antara baik buruknya atau benar salahnya perilaku warga negara Indonesia secara nasional, serta sebagai filter untuk membentengi diri dari nilai-nilai asing yg berdatangan. Seharusnya generasi muda telah hafal dan menerapkan Pancasila sebagai pedoman hidup karena sudah diajarkan sejak dini, juga dibacakan setiap upacara hari Senin dan hari-hari besar nasional. Namun karena laju globalisasi dan persebaran informasi yg tak dapat dibendung, mungkin menyebabkan nilai luhur dalam diri generasi muda terkikis sedikit demi sedikit.

Cyberbullying seharusnya tidak terjadi jika generasi muda menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan, karena keduanya bertentangan. Dapat dikatakan perilaku yang bertentangan dengan Pancasila merupakan perilaku yang tidak baik dan tidak benar. Karena dalam sila pertama hingga kelima, sebagai bangsa Indonesia kita diharuskan untuk mencintai dan mengasihi sesama, menerima berbagai perbedaan, bersatu sebagai satu bangsa dan tanah air, saling menghargai, dan tidak mengintimidasi orang lain. Oleh karena itulah, generasi muda perlu kembali kepada Pancasila untuk membentengi diri dari bersikap buruk dalam berbagai aspek kehidupan.

#pancasila56

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun