World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa remaja merupakan individu yang memiliki batasan usia antara 10-19 tahun. Pada masa ini terjadinya masa peralihan dimana terjadi perubahan pada semua bentuk fisik dan hormon pada remaja tersebut, sehingga sangatlah rentan terjadinya berbagai masalah psikososial. Dalam proses peralihan yang dialami oleh remaja ini, mereka akan diawali dengan adanya pubertas. Berbagai aspek yang ada pada diri remaja tersebut akan berubah diantaranya fisik, sosial, dan emosional. Pada perempuan akan ditandai dengan adanya haid sedangkan pada laki-laki yang memasuki masa remaja akan adanya mimpi basah. Pada proses ini ada beberapa tahapan yang akan terjadi yaitu remaja awal (10- 14 tahun), menengah (15-16 tahun), dan akhir (17-20 tahun).(Marlita et al., 2021)
Kehamilan pada remaja banyak terjadi di negara menengah kebawah termasuk Indonesia yang mempunyai penghasilan rendah, sehingga Indonesia tercatat dalam kasus kehamilan pada usia remaja. Angka kejadian ini dapat dibuktikan dengan adanya kasus pernikahan di usia dini sebanyak 60%yang mana ini terjadi pada tahun 2014 di beberapa daerah di Indonesia
Munculnya dorongan seksual yang terjadi pada remaja menjadikannya rawan terhadap penyakit dan masalah kesehatan reproduksi seperti hubungan seks pranikah yang berakibat terjadinya kehamilan usia remaja atau dikategorikan dengan kehamilan usia muda.
Kehamilan usia remaja adalah kehamilan yang terjadi pada usia yang relatif muda yaitu kehamilan yang terjadi pada seorang wanita dengan usia kurang dari 20 tahun. Padahal kehamilan pada usia tersebut memungkinkan terjadinya risiko-risiko pada wanita. Kehamilan remaja berdampak negatif pada kesehatan remaja dan bayinya, juga dapat berdampak sosial dan ekonomi Kehamilan yang terjadi pada wanita usia muda tersebut memberikan risiko komplikasi yang sangat besar pada ibu dan bayi yang dikandungnya seperti, terjadinya anemia, eklampsia, terjadinya abortus, partus prematurus, meningkatnya kematian perinatal, perdarahan dan tindakan operatis obstetrik. (Rachmah, 2019)
Tingginya kasus pernikahan dini ini terjadi akibat kehamilan yang terjadi sebelum pernikahan. Dampak dari kehamilan usia dini ini membuat banyak orang tua memutuskan untuk menikahkan anaknya karena tidak sanggup menanggung malu keluarga yang disebabkan oleh anak mereka.
Begitu juga menurut survey yang telah dilakukan oleh Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, akibat kehamilan di usia dini mengakibatkan tingginya angka kematian pada ibu yaitu sebesar sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup Pada wanita berusia di bawah 20 tahun yang pertama kali mengalami kehamilan akan lebih beresiko tinggi terjadinya kematian pada ibu dan janin.
Pernikahan usia muda menjadi perhatian yang sangat besar bagi pemerintahan Indonesia karena berdampak buruk bagi perkembangan masa depan remaja di Indonesia.
Pernikahan usia muda berisiko karena belum cukupnya kesiapan dari aspek kesehatan, mental emosional, pendidikan, sosial ekonomi, dan reproduksi. Pendewasaan usia juga berkaitan dengan pengendalian kelahiran karena lamanya masa subur perempuan terkait dengan banyaknya anak yang akan dilahirkan.
Hal ini diakibatkan oleh pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi belum memadai, kurangnya informasi yang diterima khususnya penyuluhan yang berkaitan dengan risiko kehamilan pada usia muda. Hasil SDKI 2012 menunjukan bahwa pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi belum memadai yang dapat dilihat dengan hanya 35,3% remaja perempuan dan 31,2% remaja laki-laki usia 15-19 tahun mengetahui bahwa perempuan dapat hamil dengan satu kali berhubungan seksual.
Pada kasus ini peran petugas kesehatan sangat dibutuhkan untuk mengurangi risiko yang terjadi pada kehamilan usia remaja.
Petugas kesehatan selaku edukator berperan dalam melaksanakan bimbingan atau penyuluhan, pendidikan pada klien, keluarga, masyarakat, dan tenaga kesehatan termasuk siswa keperawatan tentang penanggulangan masalah kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi termasuk mengenai kehamilan usia remaja. Peran penyuluhan petugas kesehatan dilaksanakan dengan proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara petugas kesehatan kepada individu yang sedang mengalami masalah kesehatan.
Selaku motivator, petugas kesehatan berkewajiban untuk mendorong perilaku positif dalam kesehatan, dilaksanakan konsisten dan lebih berkembang. Untuk peran fasilitator, tenaga kesehatan harus mampu menjembatani dengan baik antara pemenuhan kebutuhan keamanan klien dan keluarga sehingga faktor risiko dalam tidak terpenuhinya kebutuhan keamanan dapat diatasi, kemudian membantu keluarga dalam menghadapi kendala untuk meningkatkan derajat kesehatan.
Semua peran petugas kesehatan dapat dilaksanakan dalam Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) yang merupakan pelayanan kesehatan kepada remaja melalui perlakuan khusus yang disesuaikan dengan keinginan, selera, dan kebutuhan remaja . (Ramadani et al., 2014)
Marlita, L., Roza, A., & Dewi, R. A. (2021). Gambaran pengetahuan mengenai bahaya hamil usia dini pada siswi di SMA SEI PUTIH. Al-Tamimi Kesmas, 10(1), 1--5.
Rachmah, N. F. (2019). Gambaran Pengetahuan Siswi Sma Tentang Bahaya Kehamilan Usia Muda.
Ramadani, M., Gusta, D., Nursal, A., & Ramli, L. (2014). Roles of Health Workers and Families in Teenage Pregnancy. National Public Health Journal, 10(94), 87--92.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H