Mohon tunggu...
Dea AmandaTiara
Dea AmandaTiara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana Dalam Perspektif Etika Administrasi Publik

19 April 2023   08:42 Diperbarui: 19 April 2023   20:07 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menurut Brenda Grantland definisi perampasan aset yang di dalam bahasa Inggris adalah asset forfeiture adalah suatu proses dimana pemerintah secara permanen mengambil properti dari pemilik, tanpa membayar kompensasi yang adil, sebagai hukuman untuk pelanggaran yang dilakukan oleh properti atau pemilik. Sehingga, kegiatan menyita dan merampas hasil tindakan pidana korupsi ini tidak hanya memindahkan sejumlah harta kekayaan dari pelaku kepada masyarakat, akan  tetapi juga memungkinkan nantinya untuk masyarakat mewujudkan tujuan bersama yaitu terciptanya kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh masyarakat. Dalam penerapan dan kegiatan perampasan aset tentunya memiliki regulasi yang mengatur didalamnya. Tindakan perampasan aset hasil tindak pidana merupakan suatu bagian dari penegakan hukum. Proses penegakan hukum dilakukan oleh aparatur penegak hukum yang terdiri dari pihak kepolisian, jaksa dan hakim serta kalangan advokat (pengacara) bersama-sama masyarakat dalam suatu Sistem Hukum Pidana Indonesia (criminal justice system).

            Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada tahun 2003 membentuk sebuah konvensi yang dinamakan dengan Konvensi PBB Anti Korupsi 2003 (KAK 2003) atau United Nations Convention Against Corruption 2003 (UNCAC 2003). Pada tanggal 18 April 2006 KAK 2003 ini diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor Nomor 7 Tahun 2006 terdiri dari VIII Bab yaitu: Bab I Ketentuan-ketentuan umum, Bab II Tindakan-tindakan pencegahan, Bab III Kriminalisasi dan Penegakan Hukum, Bab IV Kerjasama internasional; Bab V Pengembalian asset, Bab VI Bantuan teknis, Pelatihan dan Pengumpulan, Peraturan dan Analisis informasi, Bab VII Kendala yang timbul untuk pelaksanaan, dan Bab VIII Pasalpasal penutup.  RUU tentang perampasan aset Tindak Pidana untuk sekarang belum dituntaskan. Meskipun demikian, opini masyarakat sangat mendukung dan sangat berharap RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana ini segera dijadikan UU karena RUU ini diyakini akan memberikan dampak baik dalam usaha pemberantasan korupsi dan tindak pidana ekonomi pada Negara. Penyusunan RUU ini sendiri mengadopsi ketentuan The United Nations Convention Against Corruption dan konsep non-conviction based forfeiture negara-negara Common low. Dengan ademikian, adanya regulasi, tujuan dan fungsi yang jelas tentang penyusunan RUU serta didukung oleh opini publik yang selaras dengan semangat yang ada dalam RUU Perampasan Aset Tindak Pidana yaitu berupa aset yang diperoleh pejabat negara secara tidak wajar yang tidak dapat dibuktikan secar sah dan diduga merupakan aset hasil tindak pidana dan dapat dirampas oleh negara.

Mengapa RUU Perampasan Aset Tindak Pidana diminta segera disahkan oleh Presiden ?

            Korupsi bukanlah suatu hal yang asing lagi untuk didengar di telinga kita,, seperti yang kita ketahui banyak sekali kasus korupsi yang terjadi di indonesia bahkan di negara lainnya. Korupsi merupakan salah satu kejahatan keji yang merugikan keuangan negara dan perekonomian negara, Serta pada akhirnya menyengsarakan rakyat. Tindak pidana korupsi sudah dikategorikan sebagai salah satu kejahatan terorganisasi dan bersifat transnasional, dikarenaakan modus operaandi korupsi telah menyatu dengan sistem birokrasi. Di setiap tahunnya kejahatan korupsi ini terus meningkat, menurut data dari KPK di tahun 2022 terdapat 579 kasus, dan 1.396 orang tersangka, bahkan kerugian negara mencapai Rp 42,747 triliun, selain itu kasus suap sebesar Rp 693 miliar, pungutan liar Rp 11,9 miliar dan pencucian uang Rp 955 Miliar.

            Korupsi dianggap sebagai kejahatan yang luar biasa dan merupakan tindak pidana khusus, sehingga perlu adanya dasar-dasar hukum untuk mencegah tindakan korupsi ini. Berbagai perubahan undang-undang dilakukan untuk  menyesuaikan dengan kondisi terkini kasus korupsi, dasar-dasar hukum tersebut adalah: UU Nomor 20 Tahun 2001 jo UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi , UU No 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK), Permenristekdikti Nomor 33 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penyelenggaraan Pendidikan Anti Korupsi (PAK) di Perguruan Tinggi.

            Maka dari itu tidak heran Presiden Joko Widodo atau kerap disapa Jokowi meminta Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana atau RUU Perampasan Aset segera disahkan. Permintaan ini disampaikan guna merespons turunnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia, dari semula berada di 38 poin pada 2021 menjadi di 34 poin pada 2022. Akan tetapi sulit rasanya jika Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana atau RUU Perampasan Aset perampasan aset ini segera disahkan dalam waktu dekat, kerena yang merancang dan mengesahkan RUU inipun sertinya lebih tunduk pada elit partai yang menaunginya dibanding untuk mendengarkan aspirasi rakyat yang harus terkena dampak akibat kejahatan korupsi ini.

Urgensi adanya rancangan RUU Perampasan Aset

            Padahal jika Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana atau RUU Perampasan Aset segera disahkan menjadi Undang-Undang, aturan hukum tersebut akan memberikan efek positif terhadap upaya pemulihan kerugian negara (asset recovery). Dengan kata lain Undang-Undang tersebut dapat memberikan efek dan manfaat positif dengani dilakukannya asset recovery dari hasil tipikor (tindak pidana korupsi) maupun TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) bagi para pelakunya. Karena penegakan hukum tindak pidana korupsi ini tidak harus terbatas pada penerapan sanksi pidana penjara saja. Namun, penegakan hukumnya juga harus memberikan efek jera bagi para koruptor maupun pelaku TPPU untuk memberikan contoh pejabat lainnya agar tidak melakukan kejahatan yang sama, yakni dengan melalui perampasan aset hasil korupsi. Serta Perampasan aset dari para pelaku berbagai tindak pidana korupsi dan TPPU ini juga dapat memberikan pemasukan bagi kas negara yang bisa digunakan untuk pembangunan dan kemakmuran rakyat.

Perspektif Dalam Etika Administrasi Publik

            Menjadi seorang pejabat publik, tentunya terdapat nilai etika yang harus dipatuhi selama menjabat dalam jabatan tersebut. Karena setiap tutur kata dan prilakunya menjadi perhatian publik. Dalam hal ini, etika administrasi publik memiliki peran sebagai pengontrol para administrator  terhadap tugas pokok, fungsi dan kewenangannya. Selain itu, etika administrasi publik juga menjadi tolak ukur, pedoman untuk menilai baik buruknya sikap, perilaku, atau kebijakan. Salah satu nilai etika atau pedoman etika yang harus diikuti oleh lembaga adalah pemberantasan korupsi. Sudah sangat jelas bahwa korupsi merupakan tindakan mal-administrasi, yaitu sebuah tindakan yang bertentangan dengan etika administrasi.

            Flippo (1983:188) berpendapat bahwa ada beberapa tindakan penyalahgunaan wewenang atau mal-administrasi yang dilakukan para pejabat publik maupun administrator seperti: tidak adanya kejujuran, perilaku yang buruk, konflik kepentingan, melanggar peraturan perundang-undangan, perlakuan yang tidak adil terhadap bawahan, pelanggaran terhadap prosedur, tidak menghormati kehendak pembuat peraturan perundangan, inefisiensi atau pemborosan, menutupi kesalahan dan kegagalan dalam pengambilan sebuah gagasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun