Botol plastik, kaleng bekas, kertas sobek dan barang – barang tak menarik untuk dilirik yang sudah tak terpakai secara maksimal akan disingkirkan, diasingkan dikubur oleh tuan pemilik barang, dengan kata lain dibuang ditempat sampah atau jika tidak disumbangkan kepada para pemulung barang bekas yang bernilai ekonomi bagi kelangsungan hidupnya.
Lain di depan lain pula di belakang , namun barang bekas terbuang akan menjadi barang bernilai tinggi ditangan kreatif para seniman, atau bahkan hanya ditangan ibu – ibu PKK. Botol bekas, kertas bekas dan semua yang serba bekas akan menjadi barang unik yang mengagumkan. Nilai jual jangan ditanya. Dari barang yang terbuang mampu menarik perhatian orang yang punya uang. Itu semua karena kreatifitas yang tersalurkan dengan pas, sehingga tak ada kata barang bekas. Yang ada hanya barang baku mainan yang baru.
Sedikit menyoal bangsa kita yang kian hari kian tidak pasti kemana arah bangsa yang ‘kaya’ ini akan dibawa. Orang berpendidikan terlihat busuk, dengan gaya yang khas menutupi kebusukan. akhirnya orang busuk tak berpendidikan memiliki teman baru yang seolah-olah hilang busuknya. Kata baik menjadi kosa kata yang langka atau hanya sebatas kata yang ada pada kamus bahasa. Karena yang terlihat hanya semua orang itu munafik.
Orang baik perlu dites sejauh mana ketahanan dan dedikasinya terhadap jargon kebaikan. Orang busuk terorganisir kebusukannya, sehingga yang terlihat seolah-olah semua yang ada adalah orang baik. Saling menutupi, bahu membahu agar tidak katahuan kelicikan dan kebusukan. Jika salah satu ketahuan maka yang lain tak mau tinggal diam. Akhirnya seret sana seret sini agar aman. Berjamaah berbuat busuk, maka menanggung kebusukan juga tak mau sendirian.
Korupsi kian pasti terjadi, disegala elemen tempat dalam dunia politik. Proyek jalan, proyek lingkungan, proyek gedung bahkan proyek keagamaan pun jadi santapan empuk yang menggairahkan untuk dilahap. Memang politik menjadi lahan hijau penggemukan rekening pribadi di bank. Tak peduli apa kata orang yang mencemooh, mencaci dan menghujat. Yang penting rekening gendut makan uang haram tak jadi masalah. Orang mau bilang apa terserah.
Jargon revolusi mental yang didengungkan kian hilang suaranya. Isu berita media cetak, media elektronik bertebaran. Berita tentang Budi Gunawan salah satunya menjadi berita yang ‘hot’ dalam beberapa hari terakhir. Banyak yang menganggap dia bermasalah. Bukan hanya satu atau dua orang yang mengatakan. Gagal menjadi kapolri karena banyak yang tidak setuju dengan kehadirannya yang meresahkan berbagai kalangan. Berbeda dengan botol bekas, kertas bekas yang itu masih bisa diolah untuk suatu hal yang bermanfaat. Sebab botol bekas tidak punya pilihan lain mau dijadikan apa oleh si tangan kreatif. Bukan tidak mungkin, karena manusia berbeda dengan botol dan kertas, serta berbeda pula dengan barang-barang yang lain. Barang-barang bisa diolah sekehendak hati pemegang barang, tapi manusia siapa yang tau ? bisa jadi, meskipun berada dalam pengawasan, ketika mendapat kesempatan bisa berubah jalan pikirnya. Seandainya jalan pikir kepada suatu hal yang positif akan sangat membantu, namun bagaimana seandainya jalan pikir itu kembali seperti yang sebelumnya atau bahkan kepada yang lebih busuk. Maka sungguh hal itu tidak hanya satu atau dua orang yang menanggung. Negara yang kita cintaipun akan menerima hasil dari kebusukan yang terjadi.
Kini muncul lagi isu bahwa BG akan menjadi kandidat kuat wakil kapolri. Sungguh ironis, banyak yang sudah paham namun masih memberi kesempatan untuk menempati posisi kenegaraan. Lantas apa yang mau dijadikan pegangan ketika suatu saat menjadi singa lapar yang telah berhasil menerkam mangsa yang lalai. Hal ini bisa jadi sangat memilukan, apakah memang sudah tidak ada lagi orang yang pantas untuk menggantikan. Indonesia bukanlah Negara yang tidak punya stok orang yang pantas untuk menduduki kasta itu.
Laksana proses daur ulang barang bekas. Ketika tidak bisa digunakan barang baru yang satu maka masih ada opsi untuk barang lain yang semisal. Begitu pula ‘tragedy’ ini, meskipun tidak bisa menjadi kapolri, karena proses daur ulang masih ada kemungkinan untuk menjadi wakil kapolri. Maka akankah selamanya seperti ini wajah perpolitikan di Indonesia.?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H