Pidato Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), perihal Presiden Jokowi hanya 'gunting pita' pembangunan infrastruktur membuat PDI-P kebakaran jenggot. Para petinggi partai banteng mengamuk. Mereka pun keluar dari kandang, lalu melakukan pembenaran dan pembelaan dengan mengatakan AHY berbohong, tidak ada data dan melakukan fitnah.
Sah-sah saja sesama kader untuk saling melindungi. Namun, tidak begitu juga caranya. Toh, apa yang dikatakan oleh AHY itu ada benarnya. Karena sebagaimana yang kita ketahui, pembangunan itu berkelanjutan.
Tidak ada satu pun pemimpin di dunia seperti Bandung Bondowoso yang bisa membangun seribu candi dalam waktu semalam. Apalagi di Indonesia, yang setiap lima tahun sekali ada agenda pergantian pemimpin nasional dengan maksimal hanya 10 tahun menjabat, tentu saja ada andil pemimpin terdahulu dalam setiap proses pembangunan infrastruktur.
Misalnya saja, saat Presiden SBY meresmikan Jembatan Suramadu pada 10 Juni 2009, dalam pidatonya SBY mengatakan pembangunan Jembatan Suramadu dimulai sejak masa pemerintahan Presiden Megawati pada tahun 2003 dan ia pun sportif mengakui kalau ada campur tangan dari presiden sebelumnya, bahkan berterima kasih kepada Megawati karena telah memulai pembangunan Jembatan Suramadu.
Hal yang dilakukan SBY tidak bisa dicontoh Presiden Jokowi. Buktinya, sejak menjabat jadi Presiden tahun 2014, setiap meresmikan proyek infrastruktur, tidak ada sekalipun Jokowi mengucapkan terima kasih ataupun apresiasi kepada pendahulunya (Presiden SBY) yang telah meletakkan pondasi dasar pembangunan infrastruktur yang ia resmikan.
Contohnya adalah Tol Cipali (Cikopo-Palimanan) yang mulai dibangun pada tahun 2011 diresmikan Jokowi tahun 2015. Jembatan Merah Putih di Ambon dimulai pembangunan tahun 2011, diresmikan Jokowi tahun 2016, Bendungan Jatigede dimulai pembangunan tahun 2011, diresmikan Jokowi tahun 2015 dan banyak lagi.
Dari perjalanan waktu pembangunan saja, kita sudah dapat mengambil kesimpulan kalau bukan tanpa andil SBY, tentu saja Jokowi tidak bisa membangun sederet infrastruktur yang saya tuliskan. Sebab, Jokowi tetaplah manusia biasa yang tidak memiliki kemampuan seperti Bandung Bondowoso.
Sedangkan, proyek infrastruktur yang pembangun awal dimulai pasca tahun 2014 seperti LRT, Kereta Cepat dan IKN masih belum diresmikan. Bahkan proses pembangunannya pun terseok-seok. Hanya menambah hutang dan membebani APBN.
Lalu, untuk infrastruktur jalan tol yang dijadikan sebagai keberhasilan Jokowi, memang ada beberapa yang dimulai pembangunannya setelah 2014. Namun, sayangnya tak berselang lama setelah diresmikan, tol tersebut justru langsung dijual.
Contohnya Tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi, Tol Semarang-Batang, Tol Kanci-Pejagan, Tol Cibitung-Cilincing, Tol Cinere-Serpong, Tol Becakayu.
Kesimpulannya, kalau pun Jokowi berhasil membangun infrastruktur dari nol, tapi kebanyakan dijual, tentu saja tidak bisa dilihat sebagai prestasi. Prestasi itu adalah membangun dan mempertahankan infrastruktur untuk kesejahteraan rakyat.