Mohon tunggu...
djarot tri wardhono
djarot tri wardhono Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis apa saja, berbagi dan ikut perbaiki negeri

Bercita dapat memberi tambahan warna

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sendu Guru Kura-kura

17 Juli 2020   17:27 Diperbarui: 17 Juli 2020   17:23 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kodok ngorek kodok ngorek/ ngorek pinggir kali/ teyot teblung teyot teblung/ teyot teyot teblung*)

Alangkah ceria dan bahagianya warga kami, bangsa katak di negeri Danau Tenang. Danau yang menjadi tujuan beberapa sungai jernih. Negeri kami di pinggir hutan bambu yang lebat, di belantara hutan. 

Nyanyian suka cita itu menjadi menghibur kami bangsa katak dan juga penghuni danau dan hutan lainnya. Kong....kong....dari katak-katak bersuara besar, dan juga katak lain yang bersuara lebih cempreng.  Kodok ngorek kodok ngorek/ ngorek pinggir kali

Katak tua, pemimpin kami, sudah mulai renta. "Pak Besar", kami biasa memanggilnya. Dia sudah mulai tertatih. Pak Besar, katak kebanggaan kami, loncatannya tak ada yang mengalahkan. Tinggi dan juga jauh, sekali kaki belakangnya meloncat. Kami sebagai rakyatnya sangat bangga. 

Tak hanya keahlian loncatannya, tapi juga kejituannya menangkap serangga. Lidahnya seakan secepat kilat menyambar dan kembali ke mulutnya. Pak Besar sangat dihormati tdak hanya bangsa kami, juga masyarakat hewan di danau ini. Kura-kura, laba-laba air, ikan emas, ikan mujair, dan warga danau lainnya. 

Mereka tunduk dan patuh pada pak Besar, pemimpin mereka. Pak Besar ditunjuk oleh Raja Hutan, penguasa belantara, tapi kita warganya senang dengan sikap ramahnya, kelihaiannya, ketegasannya dan juga pengetahuannya.

Dengan kerentaannya, pak Besar sudah menyampaikan pada Raja Hutan untuk minta diganti. Dia tau diri kalau memang sudah saatnya lengser keprabon. 

Dia tak ingin berkuasa seumur hidup. Dia ingin menepi, ingin bertapa di akhir hidupnya. Kami bangsa katak, sedih tentunya. Betapa negeri ini aman sentosa berkat kearifan pak Besar. / teyot teblung teyot teblung/ teyot teyot teblung.

 ***

Namanya, "Pak Bulus", kura-kura cerdas di negeri kami. Pak Bulus punya Perguruan Danau Tenang di negeri kami. Semua generasi muda di negeri ini, sekolah di perguruan pak Bulus. Warga di sini sering memanggilnya, "Guru Kura-kura".  Beliau cukup telaten mendidik kami, disiplin dan semua ilmu akan diturunkan pada muridnya yang serius. 

Perguruan pak Bulus tersohor hingga belantara sana. Lulusan terbaiknya, tak mengecewakan. Semua yang lulus dari tangan dingin Guru Kura-kura, akan menjadi ahli di mana pun, mereka berada. Termasuk yang merantau hingga negeri hutan lebat nun jauh di sana.

Dua puluh tahun yang lalu, pak Bulus diminta bangsa lain di hutan untuk mendidik satu anak. Si Kodok, dia berbeda dengan katak yang ada di negeri ini. Kami bangsa katak, selalu mahir untuk meloncat, dan jangan tanya berapa jauh juga setinggi apa, katak terlemah meloncat. Bangsa kami tersohor untuk urusan ini. 

Beda dengan si kodok yang bersekolah bersama kami, anak-anak katak. Ia tak mahir meloncat. Kadang teman satu perguruannya, mengolo-olok akan kemampuan loncatnya. 

Tapi, pak Bulus dengan sabar bisa menghiburnya. Dan membantu mengatasi perasaaan minder Bangkong, nama si kodok. Dengan tangan dinginnya, pak Bulus bisa dan berhasil menjadikan Bangkong rendah diri menjadi punya rasa percaya diri yang tinggi.

 ***

Raja Hutan cukup lama menimbang dan menerima pengunduran diri pak Besar. Lebih dari setahun tanpa kabar berita, semenjak berita rencara lengsernya kebanggaan kami. Pak Besar masih menjalankan tugasnya dengan baik. Kami pun warga Danau Tenang, masih berharap pak Besar tetap menjadi pemimpin kami. 

Pemimpin yang kami cintai. Bijak dan juga pengayom kami semua, apapun bangsa kami. Bangsa Katak, bangsa kura-kura, bangsa ikan-ikanan, bangsa laba-laba air, bangsa bangau, semua merasakan nyaman dan tenang. Negeri aman dan sentosa, negeri Danau Tenang yang juga tenang suasana juga nyaman kehidupannya.

Pagi mulai beranjak siang. Rintik hujan sudah mereda, bau tanah masih terasa. Pelangi yang memancar, mulai meluntur. Mentari mulai menampakkan sinarnya di sela-sela kabut mendung yang telah berlalu. 

Dengan datangnya mentari, pak Besar mendapatkan tamu jauh. Dua merpati datang. Kami di negeri kecil, apapun aktifitas di negeri ini, cepat sekali tersebar menjadi kabar kabari. Tamu merpati ternyata membawa pesan dari Raja Hutan.

 Akan ada pengganti Pak Besar. Hanya begitu pesan yang dibawa dua merpati. Pak Besar langsung mengabarkan kepada seluruh warga Danau Tenang. Para penduduk negeri bertanya-tanya, siapa dan seperti apa yang akan menggantikan pemimpin mereka. Pemimpin kami pun tak bisa menjawab.

"Tunggu saja, wahai warga Danau Tenang tercinta", begitu pak Besar menjawab pertanyaan kami semua. 

"Tak lama lagi penggantiku akan datang". 

"Aku berharap penduduk negeri Danau Tenang bisa menerima pilihan Raja Hutan". 

"Raja Hutan akan memilihkan pemimpin terbaik untuk masyarakatku ini", pesan Sesepuh kami semua, menenangkan hati kami, yang was-was. Was-was menanti pengganti tetua. Semoga pemimpin baru memberikan ketenangan dan kesejahteraan, ini harapan semua warga negeri kecil ini.

***

Suasana siang itu cukup sendu di negeri yang tenang ini. Negeri ini terasa panas di kawasan kami yang sejuk. Nyanyian keceriaan nyaris tak terdengar lagi. / teyot teblung teyot teblung/ teyot teyot teblung, hanya menjadi cerita lalu. Warga di sini tersayat mendengar tembang itu diperdendangkan. 

Rasa aman dan sentosa menjadi barang langka. Matahari yang menyinari di sela-sela lebatnya hutan, terasa panas menyengat. Sejuk hembusan angin, terasa gerah. Keseharian warga Danau Tenang selalu galau, tak tenang, tak senang, tak bahagia.

Setelah pak Besar lengser, kami sempat tenang sesaat. Penguasa baru, ternyata bukan wajah asing bagi kami penduduk negeri ini. Setelah kembali ke daerahnya setelah dinyatakan lulus oleh Guru Kura-kura. Kemudian ia merantau entah dimana. Ternyata anak didik ini mendekat ke kekuasaan di hutan sana, tuk dekat dengan Raja Hutan. Dan, Bangkong ternyata bisa mengambil hatinya. 

Salah satu murid Guru Kura-kura, akhirnya kembali lagi dan menjadi pemimpin kami. Percaya diri yang tlah dibangun dan ditanamkan pak Bulus, kini, menjadikan dia menjadi pemimpin dengan tingkat kepedean yang luar biasa. Sungguh sangat berjasa, perguruan Danau Tenang membentuk karakternya.

Ironisnya, keramahtamahan sifat warga Danau Tenang, sudah tak tampak dalam perilaku pak Bangkong, pemimpin baru. Sifat pongah, semena-mena sekarang yang ditampilkan tetua ini. 

Pedenya semakin kuat. Sikap santun yang jadi ciri khas lulusan perguruan danau tenang, sudah sirna. Santunnya tampak hanya saat ia ingin mendapatkan sesuatu. Santun punya maksud.....santun sesaat.

Sekarang negeri kamu, mulai rusak. Banyak sumber daya yang terbengkalai. Penguasa kami asyik dengan dirinya sendiri, tekun dengan ambisinya, menang dengan egonya. 

Kami warga Danau Tenang merasa tak tenang, melihat kondisi lingkungan kami. Ingin rasanya kami rakyat ini mengadu ke pak Besar. Tapi, kami pun, tak ingin mengganggu konsentrasi Tetua yang kami cintai dari pertapaannya.

Para penyanyi dari bangsa katak hanya bisa menyanyikan nada sumbang. Nyanyian kesedihan dan sindiran kepada pemimpin baru. Nada-nada sendu menghiasi siang malam kami.

Andai 'ku jadi radja, mau apa tinggal minta/ Tunjuk sini tunjuk sana dengan sedikit kata/ Andai 'ku jadi radja, punya uang, punya harta/ Dan yang pasti aku juga akan punya kuasa 

Andai aku jadi radja, 'ku diangkat dielukan/ Dikelilingi bawahan dan orang-orang suruhan/ Nikmatnya jadi radja, dengan menjentikkan jari/ Dan lambaian tangan maka terpuaskan nafsuku**)

***

Pak Bulus, tak bersemangat mengajar di Perguruan Danau Tenang. Gundah rakyat Danau Tenang, sampai juga ke telinganya. Beliau orang yang paling tertekan di antara warga. Salah satu muridnya, tak menjunjung amanah ilmu yang diberikannya. Berkali Guru Kura-kura ingin bertemu sang Pemimpin untuk memberikan nasehat, tapi bak membentur benteng yang kuat. 

Pak Bulus semakin hari, semakin kuyu. Kecekatannya tak tampak lagi. Wajah sejuknya, raut tenangnya, bagai terlipat sembilu. Suara lantangnya tak  lagi terdengar di tengah para cantrik. Pita suaranya seakan kusut. Nama besarnya, dengan mudah tercoreng. Dada pak Bulus hanya bisa dielus. Merenungi murid salah urus.

 

Danau Tenang, 17 Juli 2020

*) lirik "Katak Ngorek"

**) lirik "Radja - /rif"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun