Mohon tunggu...
Adi Gunawan
Adi Gunawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Seorang jurnalis, penulis dan blogger. Aktif dalam kegiatan di alam bebas, outbound dan travel agent.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Andai Tak Ada Dendam, Maka Diksar Pecinta Alam Tak Makan Korban

22 Februari 2023   15:16 Diperbarui: 22 Februari 2023   15:18 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pendidikan dasar (Diksar) Pecinta Alam. Foto: Dokumentasi Pribadi

Pendidikan Dasar (Diksar) memang tidak pernah terlewatkan dalam kegiatan pecinta alam, maupun tingkat siswa, mahasiswa, komunitas hingga orgnasisasi perkumpulan.

Namun disayangkan Diksar pecinta alam setiap tahunnya memakan korban, dan sebagian besar korban adalah peserta didik, junior, atau calon anggota.

Dampaknya tentu amat besar, tidak hanya bagi organisasi kepecintaalaman yang tersandung kasus tersebut, juga kelompok pecinta alam lain yang sejatinya tidak tahu menahu mengenai pelaksanaannya.

Kita sepakat pendidikan memang penting, hakekatnya kegiatan pendidikan dibentuk untuk membangun karakter dan kecakapan calon peserta yang mengikutinya.

Alasan mendasar kegiatan Diksar itu penting dikarenakan anggota akan lebih sering melakukan aktivitas di alam bebas. Oleh karenanya melalui kegiatan seperti Diksar diharapkan mampu membentuk anggota menjadi lebih tangguh.

Dalam beberapa kasus "Diksar Maut" yang telah terungkap salah satu motif terbesar adanya korban dalam kegiatan ini didasari dengan kekerasan.

Mungkin apabila jatuh korban akibat sebuah kecelakaan yang murni--seperti jatuh dari atas tebing atau akibat kondisi yang tidak diduga seperti cuaca ekstrim--rasanya masih dapat dimaklumi. Akan tetapi yang menjadi sorotan adalah adanya kekerasan yang didukung dengan sebuah tradisi; senioritas. Hal ini jelas melampaui batas.

Sebenarnya hampir seluruh kegiatan Diksar pecinta alam itu mirip-mirip, hanya penerapan dan kapasitasnya saja yang berbeda. Dimana tujuan utamanya kegiatan diwarnai dengan praktik di alam bebas secara langsung.

Namun kenyataannya, kegiatan seperti ini justru masih menjadi ajang balas dendam. Pengalaman buruk yang diterima panitia di masa lampau kemudian melampiaskan kepada junior yang hendak bergabung.

Hingga saat ini masih banyak yang menerapkan 'tradisi kuno' seperti caci maki kepada peserta didik yang rasanya tidak begitu penting. Untuk apa menghunjami peserta Diksar dengan kata-kata kasar? Apa manfaatnya? Apa yang bisa dipetik dan dipelajari dari peserta didik dengan tindakan tersebut?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun