Mohon tunggu...
Deskarmela CitraAmanda
Deskarmela CitraAmanda Mohon Tunggu... Foto/Videografer - International Relation'17

Never stop learning Because life never stop teaching

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Penerapan Smart Power, Studi Kasus: Konflik Indonesia-Malaysia Atas Perairan Ambalat

1 April 2021   15:20 Diperbarui: 1 April 2021   15:28 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan permasalahan-permasalahan yang dibahas di dalamnya yaitu penelitian yang difokuskan pada Ambalat, Indonesia dan Malaysia. Dalam memperoleh bahan peyusunan penelitian ini agar lebih terarah dan akuntabel, penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan telaah pustaka yang dianalisis secara sistematis seperti: jurnal yang berkaitan dengan pembahasan penelitian dan latar belakang penelitian, buku dari perpustakaan, situs resmi kementerian dan berbagai materi lain yang terkait dengan penelitian ini.  

PEMBAHASAN

Penggambaran Konflik

Kasus Ambalat merupakan isu yang sangat krusial bagi kedua belah pihak baik bagi Indonesia maupun bagi Malaysia karena Ambalat merupakan masalah kedaulatan dan UUD suatu negara, artinya jika suatu wilayah diambil oleh negara lain, maka Pemerintah yang bersangkutan akan menjaga kedaulatan wilayahnya dengan cara apapun baik dalam bentuk diplomasi hingga kekerasan (militer). Dengan adanya simpanan sumber daya alam yang sangat melimpah di perairan wilayah Ambalat yaitu berupa minyak dan gas bumi. 

Kandungan migas di lempengan Ambalat Timur dan dua Blok Ambalat Timur jika dieksploitasi memberikan potensi finansial sebesar 4.200 Juta, jauh lebih banyak dari utang yang Indonesia berikan sekitar 1.400 Jutaan. Dengan klaim tersebut, melalui Petronas, Malaysia kemudian memberikan konsesi minyak (Production sharing contract) di Blok Ambalat kepada Shell, perusahaan minyak Inggris-Belanda. Sebelumnya, aktivitas pertambangan migas yang dalam sengketa klaim itu dibagi oleh pemerintah Indonesia menjadi Blok dan Amalat Timur (Indonesia, DP, 2008).

Konflik Ambalat bermula sejak tahun 1969. Indonesia dan Malaysia menandatangani Perjanjian Tapal Batas Landas Kontinen pada tanggal 27 Oktober 1969. Indonesia meratifikasi perjanjian tersebut pada tanggal 7 November 1969. Malaysia mulai memasukkan Ambalat ke dalam wilayahnya pada tahun 1979. Malaysia telah mengklaim dirinya sebagai blok ND6 dan ND7 dengan  mengklaim Blok Ambalat yang terletak di perairan Laut Sulawesi hingga ke pulau Kalimantan Timur itu sebagai miliknya, kemudian memasukkannya ke dalam peta negaranya. Hal tersebut menuai protes negara-negara tetangga seperti Singapura, Filipina, China, Thailand, Vietnam dan Inggris. Kemudian Indonesia mengeluarkan protes pada tahun 1980 atas pelanggaran tersebut yang dinilai sebagai keputusan politis yang tidak memiliki dasar hukum.

Penyebab Terjadinya Konflik

  • Masalah Hukum Terkait Klaim Kedua Belah Pihak

Pulau-pulau yang terletak di garis terluar negara menjadi penentu kepastian tiga jenis batas di lautan, yaitu batas laut territorial (sesuai dengan kepastian garis batas di laut); batas landasan kontinen (terkait dengan sumber daya alam nonhayati di dasar laut); dan batas zona ekonomi ekslusif (ZEE) (terkait dengan sumber daya perikanan. (Indonesia, DP). Menurut Indonesia, Malaysia mendeklarasikan secara sepihak Peta Malaysia 1979 pada tanggal 21 Desember 1979. Garis batas yang ditentukan Malaysia melebihi ketentuan garis ZEE yang telah diatur sejauh 200 mil laut. Indonesia tetap berpegang pada aturan UNCLOS yang menentukan bahwa batas landas kontinen dihitung sejuh 200 mil laut dari garis pangkal (UNCLOS pasal 76). Dalam peraturan internasional suatu negara harus memberitahukan titk-titik pangkal dan garis pangkal laut teritorialnya agar negara lain dapat mengetahuinya.

Ditinjau dari hukum laut internasional Malaysia bukanlah negara Kepulauan, oleh karena itu tidak dibenarkan menarik garis pangkal secara demikian sebagai penentuan batas laut wilayah dan landas kontinennya. Malaysia hanyalah negara pantai biasa yang dapat menarik garis pangkal normal (biasa) dan garis pangkal lurus apabila memenuhi persyaratan-persyaratan, yaitu terdapat deretan pulau atau karang di hadapan daratan pantainya dan harus mempunyai ikatan kedekatan dengan wilayah daratan Sabah untuk tunduk pada rezim hokum perairan pedalaman sesuai dengan pasal 5 KHL 1958 tentang Laut Teritorial dan Contiguous Zone dan sesuai dengan pasal 7 KHL 1982. (Pasal 5 Konvensi Hukum Laut (KHL) Tahun 1958 dan Pasal 7 Konvensi Hukum Laut (KHL) Tahun 1982.)

  • Kepentingan Ekonomi

Faktor ekonomi, baik Indonesia dan Malaysia sama-sama menginginkan sebagaimana yang telah penulis bahas sebelumnya. Melakukan kepentingan bisnis internasional mendapatkan konsesi migas dari kedua negara. Ambalat merupakan wilayah laut yang memiliki kekayaan alam berupa minyak bumi. Nama Ambalat mencuat sementara Indonesia dan Malaysia memberikan konsensi blok eksplorasi Ambalat kepada dua perusahaan tambang minyak yang berbeda. Indonesia telah memberikan izin kepada Eunocal dan Unical bahkan mengantongi izin dari Shell Malaysia (Indonesia, DP, 2008).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun