Jumat itu adalah hari cerah karena esok, hari bebas berkarya. Jumpa kawan lama di taman, tepatnya mal Taman Anggrek (TA) seusai padatnya lima hari kerja. Kami berbagi cerita dan berita. Senang sedih terungkap sudah apa yang telah kami lalui selama tak bersua. Setelah kenyang dengan kisah-kisah, kami beralih pemandangan ke arena ice skating, kami tertawa melihat tingkah mereka yang optimis belajar di arena es itu, mereka rela terjatuh, terguling dan saling berpegang-pegangan. Tawaku tercekat, terhenti.
Kulihat sesosok Dia, Dia bersama Anggrek Bulan di Taman Anggrek?! Dia yang 1 jam lalu mengatakan sedang ingin diam di rumah, Dia yang baru saja kusebut-sebut sebagai pahlawan di hadapan kawan lamaku, Dia yang setiap pagi memberiku siraman kasih dan pupuk bernama sayang padaku, Dia yang selalu mencintai anggrek kuning (Oncidium) karena kata Dia anggrek jenis ini ceria dan dapat mengisi ruangan kosong. Sekarang, Dia bersama Anggrek Bulan pink kalem itu (Phalaenopsis amabilis). Tangkai saling bertaut, anggrek bulan terlihat sangat lekat pada Dia. Aku? Aku si Anggrek kuning, seketika seperti kehabisan air. Keceriaanku layu, tak lagi aku dapat mengisi ruangan kosong. Ruangan itu telah terisi oleh anggrek yang lain. Tak kusangka di Taman Anggrek, aku bisa merasakan kedua rasa senang dan sedih yang membaur. Senang dengan pertemuan kawan lama, Sedih dengan perpisahaan yang akan terjadi. -Semoga berbahagia penanam kebanggaanku, rawatlah Anggrek Bulan tanpa harus ia merasakan apa yang kurasakan di Taman Anggrek hari Jumat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H