Mohon tunggu...
saeful anwar almaqtul
saeful anwar almaqtul Mohon Tunggu... nongkrong -

seseorang yang menghabiskan sisa hidupnya di kamar berukuran 3x3 meter. sering ditemani oleh caffein dan nikotin, dan setumpuk traktat bisu dan berdebu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Epistembacotologis

17 Desember 2015   01:28 Diperbarui: 17 Desember 2015   01:46 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

AKU terlalu asik menyelami hidup Soe Hoek Gie yang tergores dalam bukunya; Catatan Harian Seorang Demonstran. Hingga aku sadar, bahwa aku bukanlah dia, dan sampai kapanpun aku hanyalah aku yang tersembunyi dibalik ketraksadaran memaknai diriku sendiri; mengurai diri dalam kabut mistery. Meski aku akui, dalam beberapa hal ada kemiripan. Yaitu sikap pesimisme akan keterasingan dan kesepian dalam hidup. Tapi aku terlanjur menjadi organism-mimesis.

Siang tadi ketika aku hendak berangkat kuliah, aku berpapasan dengan orang yang selalu meresahkan pikiranku. Tak ada kata-kata terhembus hanya seutas senyum dari bibirku yang mampu kujalarkan diantara himpitan makhluk rasional. Ingin kumuntahkan segala kegamangan dan penantian selama ini pada kerak bumi, manakala perasaan rindu pada perempuan itu begitu menyesakan.

Wahai sang terkasih. Keterasingan ini, kesepian yang bercumbu dengan kesunyian dibalik ruang yang sunyi. Memudar dalam waktu-waktu yang hampa dalam detak-dedak kepalsuan.

Kata demi kata, baris demi baris telah habis kulumat. Otakku penuh dengan ketak mengertian. Aku takbisa mencerap apa yang barusan aku baca mengenai aspek a priori pengetahuan menurut Imanuel Kant dan Lonergan. Aku bingung sekelam gelap yang menampakan dan sisa-sisa malam yang mengintip dari sela-sela pintu dan jendela pikiranku untuk memaknainya dengan realitas yang kuhadapi saat ini.

Objek, subjek, kategori, a priori, a posteriori, abstraksi, lalu entah kata apalagi yang memaksa pikiranku untuk mengakrabinya. Seperti konsep-konsep realitas yang begitu absurd seperti apa yang dirilis Albert Camus dalam Myte Sisifus. Hidup kini tereduksi oleh kategori-kategori rasional. Keheningan eksistensi dari sepotong fenomenon yang dicerap lalui seribu nalar dalam memahami noumenon yang pasif. Aku hanya terdiam dam menjulurkan sikap reseptif mutlaq. Determinisme menuntun jalan pada serangkaian realisme empiris yang hanya meyakini pada sebongkah objek yang berwujud. Sesosok idealisme hanya menggantung dilangit-langit tak bernyawa-nya roh Hegel yang melayang di hembusan angin tapal batas pengetahuan sebagaimana aku mencumbu bulan dengan gemerlapnya lalu dikonstitusikan oleh pikiranku.

Setiap hari, bahkan setiap kedipan mata kita selalu menggunakan alat inderawi untuk menangkap realitas yang tersaji dihadapan. Kitapun mengenal panca indera, seperti; pendengaran, penglihatan, pengecap, pencium, dan pembau. Yang disebut dengan indera luar (eksternal sense) atau dalam bahasa James E. Royce dalam bukunya Man And His Nature disebut sebagai “indra-indra khusus”— yaitu suatu daya yang memungkinkan kita alami bagaimana kualitas suatu objek material
Melalui jalan empiris aku menyadari akan pikiranku, pemahamanku, penderitaanku, keterpurukanku, dan kebisuanku yang menggapai kebenaran dengan jalan men-deduksi-kan dari apa yang kucerap melaui sel-sel organis persepsi inderawi.

Keterpahaman dalam konsep merenggut kuantitas atas konseptualisasi dari hijab konseptual, membuka jendela dari realitas yang serba nihil. Lalu universalitas tereduksi dalam fragmen-fragmen partikularia; seperti perputaran bola di atas semesta. Hidup adalah sebongkah fragmen pengalaman indrawi yang dipersepsi melalui rasio. Lalu di strukturkan melalui simbol bahasa dari potongan keseharian kita mencerap pengalaman hidup ini.

Betapa bisunya aku, terlena dan mengamini dari setiap kategorisasi.
Lalu dimanakah aku yang otentik?

 

#dipenghujungduaribulimabelas

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun