Mohon tunggu...
saeful anwar almaqtul
saeful anwar almaqtul Mohon Tunggu... nongkrong -

seseorang yang menghabiskan sisa hidupnya di kamar berukuran 3x3 meter. sering ditemani oleh caffein dan nikotin, dan setumpuk traktat bisu dan berdebu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fatalisme-Romantik [I]

16 Desember 2015   22:28 Diperbarui: 16 Desember 2015   22:50 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Tak ada sesuatu hal pun yang diciptakan Tuhan itu sia-sia, seutuhkan diserahkan kepada kita, apakah kita memaknainya atau membuangnya”—saefulanwar

1. Pada satu sore diawal bulan September, tanpa niat untuk jatuh cinta atau merangkai sebuah dongeng, aku duduk di sampingnya di pinggiran Jalan yang menghubungkan Bandung dan Cimahi. Tergantung di atasnya sebuah jembatan, yang jarang dilalui—nampak sebagai ornament kota semata. Saya baru saja melewati jalanan dan menerobos kepulan asap seolah memaksaku untuk terus memacu motor. Lima belas menit yang lalu, sebelum untuk pertama kalinya kita berjumpa tepatnya bertatap muka—yang kelak aku jatuh hati padanya. Aku menyulut sebatang rokok kretek karena diliputi rasa gemetar dan deg-degan untuk mengantisipasi samar atas gejolak pikiran dan kekacauan pikiran yang sulit untuk berkonsentrasi. Ada semacam rasa tenang setelah menghisap tembakau, nikotin yang ada dalam zatnya sudah bekerja, namun sesaat kemudian ada rasa hawatir yang itu datang seperti cuaca yang tak terprediksi. Bagaimana kalau Yayu tiba-tiba hadir disini, atau dari kejauhan dia melihat aku sedang menghisap daun tembakau? Bisa kacau bahkan bisa menimbulkan kesan yang negatif, karena Yayu tidak menyukai bau tembakau, terlebih saya diposisikan sebagai orang yang sedang berusaha merayunya agar ia mau mengikat janji untuk menjadikannya sang kekasih.

2. Percakapan melebar kemana-mana, memungkinkan kita melihat sekilas karakter satu sama lain, seperti pemandangan singkat yang tergambar di lekuk liku jalan perkotaan—ini terjadi sebelum ada kekakuan yang aku tularkan kepadanya. Saat aku mulai asyik menatap matanya, momen saling tukar informasi diripun selesai.

3. Sampai aku benar-benar menanggalkan kehidupan ini, adalah sulit untuk menganggap seseorang sebagai sang cinta sejati. Tapi beberapa saat setelah bertemu dengannya, tampaknya tak cukup salah untuk memikirkan Yayu dengan cara seperti itu. Aku tidak bisa berkata dengan yakin, kenapa dari sekian emosi yang tersedia dan yang mungkin muncul, tiba-tiba haruslah cinta yang aku rasakan untuknya. Aku tidak bisa mengklaim bahwa aku tahu dinamika proses ini, atau memvalidasi kata-kata ini dengan apapun selain otoritas pengalaman aku alami dan beberapa kesan pikiran yang pernah bertaut dengan diriku. Meskipun kerap kali dimasa lalu aku terjatuh dan terperosok pada lubang yang mirip. Menandakan sebuah prinsip; keterulangan abadi. Namun aku percaya pada petuah pantha rei-nya Heraclitus.

4. Atas pertemuan dengan dirinya, kemudian aku mempertautkan dengan eksistensinya, bahwa baru sekarang aku merasakan dan dapat mengerti serta memahami semua ini—bahwa penantian akan sang penyelamat (messiah) akhirnya benar-benar berakhir. Aku mencari sosok wanita dengan tertatih-tatih sepanjang usiaku, seseorang yang sebelumnya tidak pernah berkunjung dalam mimpi atau diramalkan oleh peramal Dolphi. Senyum dan matanya, yang selera humur dan bacanya, yang kecemasan dan kepandaiannya aku menyukainya.

5. Pada titik ini aku kehilangan kemampuan untuk mempertimbangkan dengan perangkat nalar melalui logika matematik, pengalaman akan terjatuh pada jurang yang sama, tak sedikitpun mampir dalam pertimbanganku. Aku mutlak kehilangan daya skeptisme sadis yang selalu mengiringiku dalam setiap tatapan dan ratapan pada realitas. Dihadapanmu aku tidak berkutik, tak mampu berbuat apa-apa, mungkin sedang sekarat digergaji waktu.

6. Saya berpihak pada apa yang telah terjadi di masa lampau dan di hari ini, sibuk memvalidasi seperti sejarawan. Aku melupakan sifat kebetulan dari semua kejadian ini. Atas semua perjumpaan dengannya, dari pertama kami saling kenal melalui Handphone sampai perbincangan tukar-tukar kebiasaan sampai hal yang tidak kita senangi menjadi ancaman untuk diperbincangkan dan menjadi rambu-rambu untuk kita. Aku menyulap perjumpaan dengannya menadi penuh makna, menguratkan suatu tingkat kausalitas yang tak masuk akal di kehidupanku. Barangkali ini adalah tindakan paling mistis yang pernah saya alami, atau percisnya karena ada tangan Lain yang berkenan mempertemukan kita.

7. Memang aneh untuk memikirkan bahwa pertemuan aku dan Yayu sudah ditakdirkan untuk terjadi. Dalam kepercayaan saya yang naif, aku hanya melindungi pemikiran bahwa bisa saja aku akan jatuh cinta pada orang lain yang memungkinkan yang rutin berjumpa dikampus, karena secara rutin saya berjumpa dengan perempuan dari segala jenis dan karakter, tapi anehnya saya justru jatuh cinta pada seseorang yang itu pertama kali kenal melalui perangkat Handphone. Seandainya pada waktu itu aku sedang keluar, atau seandainya aku cuma diem aja di kosan dan tidak keluar (seperti hari-hari yang lewat), serta intensionalitas saya acuh pada poto yang terpampang, barangkali aku tidak akan berjumpa dengan Yayu bahkan sampai sekarang mungkin tidak akan saling kenal.

8. Semua pemikiran tidak terpikirkan saat cinta begitu terikat dengan keunikan dari sang kekasih. Bagaimana aku bisa membayangkan bahwa peran yang dimainkan Yayu dalam kehidupanku bisa saja diisi oleh orang lain, yang itu bisa saja menurut selera dan sejumlah kategori yang tertanan di dalam kepalaku. Tapi nyatanya aku jatuh cinta pada seseorang yang itu tidak aku sadari dari awalnya. Pada matanyalah aku mulai melihat keganjilan hatiku, pada kisah hidupnyalah aku mulai merasa hanyut untuk memikirkannya, pada semuannya yang bertalian dengan hidupnyalah aku mulai tertarik dan simpati total.

9. Dengan percaya kepada takdir, aku menghindari pemikiran yang tak terpikirkan bahwa kebutuhan untuk mencintai selalu mendahului cinta kita pada orang tertentu. Penafsiran fatalistic atas pemulaan perjumpaan kita, paling tidak membuktikan satu hal; bahwa aku jatuh cinta pada Yayu. Ini semacam pesan yang di kirim dari langit bahwa, aku harus menjalankan peran untuk mencintainya, untuk menjaganya, untuk membuatnya tersenyum pada realitas yang tak akrab sekalipun.

lelakidisimpangkegilaan
Pondok Hening, 16 Jan’2015 [1:22 pm]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun