Melangkah ke dalam gelaran Pilpres 2024, atmosfernya terasa semakin hidup dengan dinamika sosial yang berkembang. Pengalaman dari kontestasi sebelumnya, yang diwarnai ketegangan dan berakhir dengan perpecahan masyarakat, memberikan catatan yang menyeluruh adalah harapan bersama bahwa tahun ini tidak akan menjadi panggung bagi konflik serupa. Pilpres 2019 menjadi pelajaran berharga, terutama bagi generasi muda yang kini merangkul peran lebih aktif dalam dunia politik.
Menanggapi tantangan itu, generasi muda tahun ini berusaha menampilkan keterlibatan lebih dini dalam proses politik. Ini dapat dilihat sejak awal pembentukan calon presiden beberapa bulan lalu, di mana mahasiswa, sebagai perwakilan generasi muda, mulai bersuara dengan mengusung konsep Adu Gagasan dari satu kampus ke kampus lainnya. Respons positif tak hanya datang dari calon presiden, tetapi juga dari tokoh-tokoh politik dan partai pendukung.
Kita tidak heran mengapa tawaran adu gagasan itu disambut hangat, mengingat keterlibatan aktif generasi muda terbukti signifikan, suara mereka memiliki dampak besar pada opini publik. Sebagai contoh, kritik konstruktif dari pemuda terhadap pembangunan infrastruktur di Provinsi Lampung tidak hanya mencuat, tetapi juga mampu memengaruhi opini dan bahkan kebijakan.
Di sisilain sensus 2020 mencatat jumlah penduduk Indonesia didominasi oleh GenZ (yang lahir pada kurun waktu 1997-2012) dan Milenial (yang lahir pada kurun waktu 1981-1996) yang jumlahnya tidak kurang dari separuh penduduk Indonesia. Gen Z dan Milenial, ialah istilah bagi dua kelompok anak muda saat ini yang di sebut-sebut sebagai pilar generasi emas 2024. Karena itu, partai politik belakangan seringkali mencoba menyuarakan isu-isu yang penting bagi kedua kelompok muda tersebut.
Dari segi strategi politik, fenomena Adu Gagasan muncul sebagai perubahan positif dalam pemasaran politik. Hal ini memberikan nuansa yang lebih menarik dan berwarna dalam perebutan suara Pilpres 2024. Pilpres bukan lagi sekadar pertarungan politik semata, melainkan sebuah ajang edukasi politik nasional. Tujuannya tidak hanya menentukan pemimpin, tetapi juga membekali masyarakat dengan pengetahuan politik agar keputusan yang diambil nantinya lebih rasional.
Selain adu gagasan, ditengah perkembangan social media yang lagi-lagi di penuhi oleh Genz dan milenial. Setiap capres mulai adu gimmick, yang seringkali di petontonkan di berbagai social media. Mulai dengan paslon nomor urut satu dengan gimmick "sarung selepet", paslon nomor urut dua dengan gimmick "Gemoy" dan paslon nomor urut tiga dengan gimmick "Santuy". Hal  ini tentu semakin memberikan kecerian baru dalam nuansa Pilpres 2024.
Namun demikian, sebagai mahasiswa yang peduli dengan arah demokrasi, harapannya adalah agar masyarakat secara umum dapat menempatkan diri di antara Gagasan dan Gimmick. Meskipun gimmick dapat dianggap sebagai cara efektif untuk menarik perhatian, perlu diingat bahwa substansi gagasan pemimpin yang ditawarkan seharusnya tetap menjadi fokus utama. Dengan demikian, masyarakat diharapkan dapat menjalani Pilpres 2024 ini dengan kebijaksanaan, membedakan antara isu-isu substantif dan daya tarik berupa gimmick semata.
Dengan demikian, Pilpres 2024 dapat menjadi sebuah perayaan demokrasi yang tidak hanya segar, tetapi juga membangun pijakan kuat bagi masa depan demokrasi Indonesia.
Dayu Sakbaniah
Komunikasi Penyiaran Islam
UIN MATARAM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H