Penulis : Dayu Ferdizan, Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Jambi
Perang Rusia-Ukraina dimulai sejak 24 Februari 2022 yang lalu dan masih berlangsung hingga sekarang.
Invasi yang dilakukan oleh Rusia tentunya merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan, terlebih lagi hal tersebut banyak menimbulkan pelanggaran-pelanggaran yang bertentangan dengan norma dan ketentuan hukum internasional.
Baru-baru ini, Presidan Rusia Vladimir Putin bahkan memberikan ancaman akan melakukan serangan nuklir ke Ukraina. Hal ini tentu saja memiliki dampak yang lebih buruk apabila Rusia benar-benar menggunakan nuklir dalam perang tersebut.
Efek yang timbul dari ledakan nuklir bukan hanya akan berdampak pada lingkungan, namun yang terburuk ialah menyebabkan kerusakan yang parah serta berpotensi menyebabkan banyak kematian.
Sejarah juga mencatat bagaimana dahsyatnya ledakan nuklir yang digunakan pertama kali oleh Amerika Serikat, dimana 200.000 orang lebih tewas saat pengeboman kota Hiroshima dan Nagasaki pada perang dunia ke-2.
Selain itu, penggunaan nuklir dalam perang tentu telah melanggar prinsip dasar hukum humaniter. Sejak berlakunya perjanjian pelarangan senjata nuklir (Treaty on the Prohibition of Nuclear Weapons) pada tanggal 22 Januari 2021 lalu, perjanjian tersebut secara menyeluruh melarang segala aktivitas senjata nuklir karena di dalam konflik penggunaanya bertentangan dengan norma dan asas kemanusiaan.
Invasi yang dilakukan Rusia ke Ukraina juga telah banyak menewaskan penduduk sipil, serangan ini jelas merupakan pelanggaran Pasal 51 ayat (5) huruf (b) Protokol Tambahan 1 Tahun 1997. Dimana ketentuan tersebut melarang segala macam bentuk serangan yang dapat menyebabkan tewasnya warga sipil.
Berdasarkan pembahasan diatastentang bagaimana dampak yang ditimbulkan dari peperangan terlebih jika sampai menggunakan senjata nuklir, maka penulis memberikan beberapa cara dalam penyelesaian perang Rusia-Ukraina tersebut.
Pada Pasal 33 PBB, memprioritaskan untuk melakukan penghentian gencatan senjata melalui perundingan diplomatik (jalur politik maupun hukum). Hal ini sebenarnya dapat dilakukan oleh kedua belah pihak dengan menarik mundur pasukannya masing-masing.
Menimbang akan lebih banyak lagi penduduk sipil yang menjadi korban apabila perang terus-terusan dilakukan.
Negosiasi juga menjadi salah satu jalan yang dapat penulis sarankan untuk penyelesaian konflik antara Rusia-Ukraina. Dimana kedua belah pihak sudah seharusnya saling terbuka serta pemimpin kedua negara melakukan dialog dimeja perundingan untuk menemukan solusi terbaik agar konflik tersebut dapat diselesaikan dengan damai.
Karena sejatinya peperangan hanya akan banyak menimbulkan kerugian juga korban.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H